Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cs-137 mengungkap serangkaian temuan baru terkait kasus paparan radiasi Cesium-137 di PT Peter Metal Technology (PMT), Cikande, Banten.
Ketua Bidang Diplomasi dan Komunikasi Satgas, Bara Krishna Hasibuan menjelaskan fakta-fakta terbaru ini diperoleh dari rangkaian pemeriksaan lapangan hingga pendalaman terhadap proses bisnis dan sumber bahan baku perusahaan.
Bara memaparkan, pengecekan radiasi di fasilitas PT PMT dilakukan dua kali bersama penyidik Tipidter Bareskrim Polri dan BAPETEN. Pemeriksaan pertama pada 26 Agustus 2025 menemukan paparan radiasi sebesar 216 mikrosievert/jam di tungku pembakaran luar.
Dua hari kemudian, pada 29 Agustus 2025, pendalaman lanjutan menemukan paparan lebih tinggi, mencapai 700 mikrosievert/jam, di tungku pembakaran dalam.
Kronologi
Satgas juga mengungkap kronologi operasional PT PMT. Perusahaan mulai beroperasi pada September 2024 dan berhenti pada Juli 2025, jauh sebelum temuan paparan Cs-137 muncul. Berdasarkan pemeriksaan, bahan baku yang digunakan berasal dari rongsokan stainless yang dipres dan dilebur pada suhu 1.500-1.700 derajat celcius sebelum dicetak menjadi bilet. Sepanjang tahun 2024-2025, PT PMT menerima total 3.448,7 ton bahan baku dari lebih dari 140 pemasok di berbagai daerah. Seluruh hasil produksi baja hitam kemudian diekspor ke China.
Fakta baru lainnya adalah terkait asal-usul kontaminasi. Kesimpulan sementara menyebutkan, pencemaran Cs-137 berasal dari dalam negeri, bukan lintas negara.
"Berdasarkan keterangan, kesimpulan sementara asal-usul pencemaran Cesium-137 di PT PMT, Cikande berasal dari sumber dalam negeri," jelas Bara dalam konferensi pers di kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Ia menyebut kontaminasi diduga berasal dari peralatan industri bekas yang mengandung Cs-137 dan masuk ke rantai pasokan rongsok.
"Itu (PT PMT) tidak melakukan proses penyimpanan, pengawasan dan pelimbahan atau disposal secara benar sesuai aturan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Dirut PT PMT Tersangka, Dicekal
Dalam proses penyelidikan, ditemukan juga limbah refraktori yang diduga mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) di area produksi, serta mendeteksi pembuangan limbah PT PMT ke salah satu lapak rongsok di Cikande. Hingga kini, 40 saksi telah diperiksa, termasuk pihak perusahaan, pemasok, pemilik lapak, pengelola kawasan, BAPETEN, hingga notaris.
Bara menyampaikan, Bareskrim Polri telah menetapkan Direktur PT PMT Lin Jingzhang, warga negara China, sebagai tersangka. Pencekalan terhadap yang bersangkutan sudah diterbitkan oleh Dirjen Imigrasi untuk memastikan proses hukum berjalan.
"Direktorat Tipidter Bareskrim Polri masih terus melakukan pendalaman kepada pihak-pihak lain yang diduga terlibat," ucap Bara.
Di sisi lain, Kasubdit II Direktorat Tipidter Bareskrim Polri, Kombes Pol Sardo Sibarani menegaskan, penghentian operasi PT PMT pada Juli 2025 bukan karena perusahaan telah mengetahui adanya kontaminasi Cs-137, melainkan murni karena keputusan operasional internal perusahaan.
"Jadi setelah kami dalami, memang perusahaan tersebut tutup persis satu bulan sebelum cesium ini menguat. Kami sudah curiga dari awal, kami juga meminta untuk mendalami hal tersebut. Akan tetapi memang dari catatan pembukuan yang kami dapat, awalnya kan ada keterangan dari karyawan, tapi setelah buku kami dapat mereka memang berhenti mengoperasi karena memang kekurangan bahan baku," jelasnya dalam kesempatan yang sama.
Sardo menerangkan, PT PMT bukanlah pabrik peleburan bijih besi, melainkan pengolah stainless steel yang menggunakan bahan baku rongsokan dari dalam negeri.
"Bahan baku dimana awalnya kita mencurigai PT PMT ini mengimpor bahan baku, akan tetapi karena bahan baku itu bukan bijih besi, bukan besi. Dia ini pabrik pengolahan stainless steel, jadi bahan bakunya itu barang-barang bekas yang ada di Indonesia," ujarnya.
Karena pasokan rongsok tersebut menipis, target produksi tidak dapat terpenuhi.
"Jadi karena dukungan bahan baku itu dari dalam negeri, barang-barang bekas, dia kekurangan. Jadi target produksinya tidak terpenuhi, makanya mereka memutuskan untuk berhenti beroperasi," terang Sardo.
Tersangka tidak ditahan, ada apa?
Lebih lanjut, Sardo juga menjelaskan, meskipun sang direktur telah ditetapkan sebagai tersangka, ia tidak ditahan karena bersikap sangat kooperatif.
"Lin Jingzhang mau kembali datang ke Indonesia, sehingga memudahkan kami dalam mendalami perkara tersebut," ujar Sardo dalam kesempatan yang sama.
"Tidak ditahan karena yang beliau kan kita sudah lihat kooperatif, jadi dia mau datang dan tetap masih stay di Indonesia," sambungnya.
Adapun ancaman pidana dalam kasus ini cukup berat, yakni hukuman penjara 3-10 tahun, dan dengan Rp8 miliar.
Proses hukum terhadap PT PMT tetap bergerak sesuai prosedur, termasuk pelimpahan berkas perkara ke kejaksaan.
"Untuk PT PMT, proses hukum itu kan walaupun yang bersangkutan tidak ditahan karena dia kooperatif. Tapi proses hukum itu tetap berlanjut, sampai nanti kita limpahkan berkas perkara ke Kejaksaa," jelasnya.
Sardo menambahkan, penahanan baru bisa dilakukan setelah ada putusan dari pengadilan.
"Kita kan sekarang masih asas praduga tak bersalah, setelah pengadilan memutuskan benar bersalah, pasti nanti ditahan," pungkas dia.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]

9 hours ago
2

















































