Ekonomi RI Tertekan Gara-gara Trump, BI Rate Diramal Turun Jauh

5 days ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang jilid 2 atau Trade War II yang diluncurkan Amerika Serikat bisa membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia terkoreksi, dari target di kisaran 5,2% pada tahun ini.

Ekonom UOB Enrico Tanuwidjaja mengatakan, ini karena efek berantai kebijakan pengenaan tarif itu bisa mengganggu aktivitas ekspor, meskipun eksposur Indonesia di level global bersifat minim.

Indonesia sendiri telah dikenakan tarif perdagangan oleh Trump sebesar 32%. Sedikit lebih kecil dari tarif yang dikenakan terhadap China sebesar 34% dan jauh lebih rendah daripada yang dikenakan ke Vietnam sebesar 46%.

"Efek berantai dari ekonomi perdagangan berorientasi ekspor yang lebih besar yang dikenakan tarif tersebut, terutama Tiongkok, kemungkinan akan berdampak pada prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia," dikutip dari Macro Note UOB, Selasa (8/4/2024).

Enrico pun mengakui, UOB sendiri akan meninjau perkiraan pertumbuhan ekonomi RI yang sebesar 5,2% setelah data PDB kuartal I-2025 dirilis BPS pada Mei. Ia juga menekankan perubahan proyeksi terhadap pertumbuhan ekonomi ini akan mempengaruhi arah kebijakan suku bunga acuan BI.

"Hal ini juga akan mempengaruhi perkiraan kami bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuannya secara lebih besar," tegas Enrico.

Ia menekankan, konsekuensi buruk yang dapat ditimbulkan oleh tarif timbal balik AS terhadap prospek pertumbuhan jangka pendek Indonesia itu ialah akan semakin membuat redup aktivitas ekonomi RI.

Sejumlah komoditas andalan ekspor Indonesia pun Enrico pastikan akan terdampak, seperti ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya, produk alas kaki, peralatan listrik bernilai rendah, pakaian, dan furnitur tang secara keseluruhan mencakup 51% dari total surplus dengan AS.

"Ini adalah sektor ekspor yang akan menanggung risiko penurunan signifikan dari pendapatan ekspor yang lebih rendah. 10 produk ekspor teratas ini hanya mencakup 3,4% dari total ekspor Indonesia ke dunia," tutur Enrico.

Meskipun demikian, ia menegaskan, mayoritas eksportir dalam kategori ini kemungkinan besar adalah perusahaan skala kecil hingga menengah dan kenaikan tarif hingga empat kali lipat kemungkinan akan sangat membebani margin mereka dan dapat sangat merugikan operasi mereka.

"Tarif bea masuk yang dikenakan Indonesia terhadap barang dan bahan baku impor asal AS hampir tidak berubah banyak dengan rata-rata tarif bea masuk sebesar 8,56% yang terakhir tercatat pada tahun 2022. Jika terus berlanjut, maka tarif bea masuk timbal balik sebesar 32% ini sudah pasti akan berdampak negatif terhadap ekspor Indonesia ke AS," ucapnya.


(arj/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Perluas Ekspor di Tengah Perang Dagang, Kadin Ungkap 2 Strategi

Next Article Dunia Penuh Gejolak, Begini Ramalan BI Soal Ekonomi RI di 2025

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |