
Seminar menghadirkan sejumlah akademisi dan praktisi hukum, termasuk Dr Darmawan Yusuf, SH, SE, M.Pd, MH dari Law Firm DYA – Darmawan Yusuf & Associates, yang menyoroti pentingnya reformasi dalam sistem peradilan pidana, RUU Kejaksaan dan KUHAP, serta keberhasilan penerapan restorative justice.
Hadir Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Idianto SH, MH beserta pejabat tinggi Kejati Sumut, Kejari Medan, Kejari Binjai, Kasubdit Militer Kejaksaan Agung (Kejagung), para dosen pidana FH USU, akademisi, praktisi hukum, mahasiswa serta masyarakat umum turut berpartisipasi.
Kegiatan ini juga menjadi momentum penting, dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Komisi Kejaksaan RI dan FH USU, bertujuan memperkuat kerjasama dalam bidang akademik, penelitian dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam sistem hukum di Indonesia.
Pada seminar itu, Dr Darmawan Yusuf memberikan perspektif praktisi hukum mengenai implementasi prinsip dominus litis (penguasa perkara) dalam peradilan pidana.
Ia menyoroti berbagai tantangan dihadapi advokat dalam praktik peradilan, terutama dalam keterbatasan akses terhadap berkas perkara, kurangnya transparansi dalam penghentian perkara, serta ketidakseimbangan dalam penerapan keadilan restoratif.
Menurutnya, revisi RUU Kejaksaan dan KUHAP harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek transparansi, akuntabilitas dan keterlibatan advokat dalam memastikan keseimbangan proses hukum.
Darmawan Yusuf juga berbagi pengalaman dalam menerapkan restorative justice (RJ), yang ia jalankan bersama Kejaksaan dalam beberapa kasus, termasuk kasus NLS, seorang mahasiswi yang menghadapi ancaman kehilangan pendidikannya akibat kasus hukum yang menjeratnya.
“Penyelesaian yang adil melalui RJ dapat dicapai tanpa harus melalui proses peradilan yang panjang,” sebutnya.
Dia mengatakan penting bagi revisi UU Kejaksaan untuk menyeimbangkan antara peningkatan kewenangan jaksa dengan mekanisme pengawasan yang efektif, guna memastikan penegakan hukum yang adil dan transparan.
Idealnya, kata dia, revisi KUHAP diselesaikan terlebih dahulu sebelum membahas undang-undang sektoral lainnya, seperti RUU Kejaksaan.
“Sebagai pemangku kepentingan, perlu mengawasi proses revisi ini agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan tumpang tindih kewenangan,” jelas advokat kondang itu.
Transparansi Dan akuntabilitas
Narasumber lain, Prof Dr Pujiyono Suwadi, SH, MH selaku Ketua Komisi Kejaksaan RI menegaskan bahwa prinsip dominus litis harus tetap berorientasi pada transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan pidana.
Dia menyoroti perlunya adaptasi sistem peradilan terhadap perubahan zaman, termasuk mempertimbangkan pendekatan keadilan restoratif agar hukum tidak hanya bersifat represif tetapi juga solutif.
Prof Pujiyono juga menekankan, bahwa RUU Kejaksaan dan KUHAP harus direformasi secara seimbang untuk mencegah dominasi satu institusi dalam sistem hukum yang bisa berpotensi merugikan pencari keadilan.
Sementara, Prof. Alvi Syahrin, SH, MS, Guru Besar FH USU menyatakan bahwa prinsip dominus litis dalam sistem hukum pidana Indonesia perlu dikaji ulang agar tidak menimbulkan monopoli kewenangan.
“Sistem peradilan yang sehat harus mampu menjaga keseimbangan antara kejaksaan, kepolisian dan lembaga peradilan lainnya. Sehingga, prinsip ini tetap berjalan sesuai dengan asas keadilan dan tidak menimbulkan konflik kepentingan, yang merugikan pihak tertentu,” ujarnya.
Seminar nasional dilanjutkan dengan sesi diskusi interaktif, mengenai arah pembaruan hukum acara pidana di Indonesia.
Di antara beberapa kesimpulan didapat, diharapkan ada langkah konkret dalam reformasi RUU Kejaksaan dan KUHAP yang lebih transparan dan akuntabel, serta menjadikan prinsip dominus litis sebagai instrumen hukum yang benar-benar menjamin keadilan bagi semua pihak.(m10)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.