Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang sudah bergerak menembus level Rp 16.860/US$ belum membuat belanja subsidi energi pemerintah bengkak dalam APBN 2025.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurutnya, meski asumsi kurs dalam APBN 2025 hanya di level Rp 16.000/US$, tapi untuk asumsi harga minyak mentah sudah dipatok tinggi di level US$ 82/barel, jauh lebih tinggi dari harga acuan minyak mentah dunia saat ini, seperti Brent yang di level US$ 65/barel.
Harga minyak mentah dunia bahkan per April 2025 ini minus 12,8% secara bulanan, dan terkontraksi 12,1% secara tahun berjalan atau year to date. Dibanding bulan yang sama tahun lalu atau year on year juga masih turun 9,1%.
"Harga minyak terutama yang kita lihat sekarang ada di level US$ 64 sampai US$ 65, APBN kita menggunakan asumsi US$ 80, jadi ini berarti nanti subsidi lebih rendah," kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri Jakarta, dikutip Rabu (9/4/2025).
"Moga-moga kita tetap jaga ini, dan juga membuat APBN kita menjadi relatively menjadi berkurang tekanannya, meskipun nilai tukar kita agak di atas dari asumsi," tegasnya.
Realisasi belanja subsidi dan kompensasi sampai dengan 31 Maret 2025 juga tidak mengalami pembengkakan yang ekstrem sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Nilainya baru mencapai Rp 32 triliun atau naik 7,6% dari realisasi yang sama tahun lalu Rp 30,1 triliun.
Terdiri dari pencairan anggaran untuk subsidi energi senilai Rp 32,2 triliun, dan subsidi non energi Rp 183,9 miliar.
Sebagai rincian, untuk realisasi anggaran subsidi energi dan non energi itu terdiri dari pemanfaatan untuk bahan bakar minyak atau BBM 2.90 juta kiloliter, atau naik 3,5% dibanding realisasi tiga bulan pertama 2024 sebesar 2,8 juta kiloliter.
Lalu, untuk LPG 3 Kg sebanyak 1,36 miliar kg, juga naik 2,9% dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu seberat 1,32 miliar kg.
Listrik bersubsidi juga telah tersalurkan untuk 41,9 juta pelanggan, atau naik 4,2% dibandingkan dengan realisasi yang sama pada tahun lalu terhadap 40,2 juta pelanggan.
Untuk Subsidi pupuk, realisasinya juga sudah sebanyak 1,7 juta ton, naik 27,7% bila dibandingkan posisi per akhir Maret 2025 yang mencapai 1,3 juta ton.
Secara keseluruhan, defisit APBN per Maret 2025 juga baru mencapai Rp 104,2 triliun per akhir Maret 2025, atau setara 0,43% dari produk domestik bruto (PDB).
Angka itu sudah sekitar 16,9% dari target defisit anggaran pendapatan dan belanja negara pada 2025 yang senilai Rp 616,2 triliun atau setara 2,53% dari PDB.
Defisit APBN itu berasal dari pendapatan negara yang baru senilai Rp 516,1 triliun atau 17,2% dari target tahun ini Rp 3.005,1 triliun, dan belanja negara Rp 620,3 triliun atau 17,1% dari target Rp 3.621,3 triliun.
Pendapatan negara itu sendiri terdiri dari realisasi Penerimaan Perpajakan yang sebesar Rp 400,1 triliun, atau setara 16,1% dari target 2025 Rp 2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 115,9 triliun atau 22,6% dari target Rp 513,6 triliun.
Sedangkan penerimaan perpajakan yang berasal dari Penerimaan Pajak sebesar Rp 322,6 triliun per akhir Maret 2025 atau 14,7% dari target Rp 2.189,3 triliun, serta Kepabeanan dan Cukai Rp 77,5 triliun, setara 25,7% dari target Rp 301,6 triliun.
Adapun belanja negara yang sudah senilai Rp 620,3 triliun berasal dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat Rp 413,2 triliun, atau 15,3% dari target Rp 2.701,4 triliun, dan Transfer Ke Daerah Rp 207,1 triliun, 22,5% dari target Rp 919,9 triliun.
Detail dari Belanja Pemerintah Pusat itu terdiri dari realisasi Belanja K/L yang sudah sebesar Rp 196,1 triliun atau 16,9% dari pagu Rp 1.160,1 triliun, dan Belanja non-K/L Rp 217,1 triliun, setara 14,1% dari target Rp 1.541,4 triliun.
(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Sri Mulyani: APBN Tekor Rp31,2 Triliun di Akhir Februari 2025
Next Article Penampakan Barang Ilegal Rp 49 M yang Disikat Sri Mulyani Cs