Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar mata uang Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak variatif pada pagi hari ini, Selasa (8/4/20025) usai Presiden AS, Donald Trump mengumumkan soal tarif resiprokal.
Dilansir dari Refinitiv, pada Selasa (8/4/2025) pukul 10:11 WIB, rupiah menjadi mata uang yang mengalami penurunan paling dalam yakni sebesar 1,72%, yuan China di posisi kedua dengan depresiasi sebesar 0,31%, dan rupee India melemah 0,11%.
Berbeda halnya dengan yen Jepang dan baht Thailand yang masing-masing mengalami kenaikan sebesar 0,32%.
Sementara indeks dolar AS (DXY) tampak menurun sebesar 0,28% ke angka 102,97.
Sebagai informasi, Trump akhirnya mengumumkan kebijakan tarif impor baru. Tarif ini lebih besar dibandingkan perkiraan sebelumnya, termasuk untuk Indonesia.
Secara umum, AS akan memberlakukan tarif bea impor dengan tarif dasar 10% pada semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain.
Tarif impor ke China akan diberlakukan 34%, 20% untuk Uni Eropa, 25% untuk Korea Selatan, 24% untuk Jepang, dan 32% untuk Taiwan.
Selain itu, pemerintahan Trump juga memberlakukan tarif timbal balik khusus negara terhadap negara-negara yang dituduh melakukan praktik perdagangan tidak adil. Di antaranya termasuk India, Vietnam, dan Uni Eropa. Tarif ini disesuaikan sekitar setengah dari tarif yang negara-negara tersebut kenakan terhadap barang AS.
Mega Capital Sekuritas (MCS) melaporkan bahwa pemberlakuan kebijakan tarif minimum 10% dan tarif resiprokal berdasarkan defisit perdagangan barang memicu kepanikan pasar global.
Kebijakan ini sempat memicu flight to safety dari pasar ekuitas dan komoditas global ke pasar obligasi, terutama US Treasury minggu lalu untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya resesi perekonomian AS maupun global.
Rupiah juga menjadi yang terparah di Asia usai libur panjang Lebaran (pasar tidak bergerak) sehingga ketika pasar kembali dibuka, rupiah mengalami fluktuasi yang sangat signifikan. Libur Lebaran berlangsung 28 Maret -7 April 2025.
Office of Chief Economist Bank Mandiri menambahkan bahwa dengan terdampaknya Indonesia soal tarif dagang ini, maka akan berdampak negatif menekan kinerja ekspor nasional, terutama untuk produk-produk manufaktur (tekstil, alas kaki, dan elektronik) yang memiliki eksposur tinggi ke pasar AS. Tekanan terhadap ekspor dapat memperburuk defisit transaksi berjalan dan menambah tekanan terhadap stabilitas nilai tukar rupiah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)