Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo Subianto sempat diperingati akan potensi turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Peringatan tersebut kala itu datang buntut dari kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ia canangkan.
Faktanya, kemarin IHSG mengalami penurunan dalam mencapai 7% ke level Rp6.084. Penurunan ini menjadi yang terendah sejak pandemi Covid-19.
Sebagai catatan, pertengahan tahun lalu Morgan Stanley menurunkan peringkat investasi di pasar modal Indonesia karena alasan pelemahan rupiah dan beban fiskal yang menantang jelang pelantikan presiden terpilih RI 2024-2029 Prabowo Subianto.
"Kami melihat ketidakpastian jangka pendek mengenai arah kebijakan fiskal di masa depan serta beberapa tekanan di pasar Valas di tengah masih tingginya suku bunga AS dan prospek dolar AS yang kuat," tulis ahli strategi Morgan Stanley dalam catatannya kepada klien tanggal 10 Juni 2024.
Morgan Stanley menurunkan peringkat pasar saham RI menjadi "underweight" yang berarti alokasi perusahaan Indonesia dalam portofolio pasar Asia dan negara berkembang milik mereka akan dikurangi.
Morgan Stanley juga mengungkapkan program kerja Prabowo Subianto dapat menjadi tantangan tersendiri dalam investasi di pasar modal RI.
Menurut Morgan Stanley janji kampanye Prabowo Subianto, seperti program makan siang dan susu gratis untuk pelajar, dapat menimbulkan "beban fiskal yang besar." Hal tersebut semakin diperparah oleh prospek pendapatan Indonesia juga memburuk, tulis mereka.
Namun menurut Prabowo ia tidak mau ambil pusing mengenai ancaman ini.
"Mau kasih makan bergizi? hahaha ketawa. Di awal mereka tertawakan saya dan saya tahu mereka mengancam saya, saya tahu saya diancam 'nanti harga saham, harga indeks saham akan turun. Di hari-hari pertama saya memunculkan gagasan makan bergizi gratis," kata Prabowo dalam sambutannya di Sidang Tanwir Muhammadiyah, di Kupang, Rabu, (4/12/2024).
Menurutnya tidak semua orang memiliki saham, utamanya masyarakat miskin.
"Saya bilang dan saya nggak punya saham. Saya bilang rakyat di desa-desa tidak punya saham, bener? Kalau saham jatuh, iya pemain-pemain bursa itu siapa yang main bursa di sini menteri-menteri hayo ngaku? Fahri Hamzah kayaknya," sambung Prabowo.
Kemudian Prabowo mencontohkan, ada seorang kawannya yang bukan orang kaya, melainkan ahli matematika bermain saham. Ia melihat hidupnya sangat stres karena panik setiap ada pergerakan saham. Sehingga ia berpesan untuk tidak sembarangan bermain saham.
Sebagai informasi, harga saham dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam perusahaan maupun faktor eksternal yang lebih luas. Faktor eksternal pun bisa mencakup dari sisi domestik maupun global.
Dari dalam negeri sendiri, sejumlah sentimen diketahui memengaruhi penurunan harga saham saat ini. Berikut merupakan beberapa isu yang menjadi sorotan pelaku pasar terkait kinerja saham Indonesia.
APBN Defisit dan Penerimaan Pajak
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Februari 2025 tercatat defisit Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun, pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2024, penerimaan negara anjlok 20,85%.
Hal ini dipengaruhi oleh setoran pajak yang terkontraksi. Pajak tercatat terkontraksi sebesar 30% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 269,02 triliun.
Head of Equity Trading Mitra Andalan Sekuritas (Mitra Pemasaran Mandiri Sekuritas) Arwendy Rinaldi Moechtar mengungkapkan pelemahan ekonomi domestik dan ketidakpastian regulasi.
"Perlambatan ekonomi dalam negeri semakin terasa, tercermin dari turunnya penerimaan pajak yang menunjukkan lemahnya aktivitas bisnis," paparnya.
Sebagai informasi tambahan, Realisasi anggaran program makan bergizi gratis (MBG) mencapai Rp 710,5 miliar hingga 12 Maret 2025. Padahal, anggaran MBG di 2025 awalnya ditetapkan Rp71 triliun.
Pelemahan Daya Beli Masyarakat
Selain pajak dan isu mengenai Sri Mulyani Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan IHSG melemah dipengaruhi oleh faktor domestik. Hal ini terkait dengan adanya pelemahan dari kalangan tingkat menengah yang merupakan sumber pendapatan pemerintah.
"Awal tahun ini yang penuh tantangan mulai dari daya beli lemah yang tercermin dari deflasi secara tahunan pada Februari 2025 merupakan yang terparah dalam seperempat abad," ujar Nafan.
Sebagai catatan, Senin kemarin (17/3/2025), neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 3,12 miliar pada Februari 2025, menandai neraca perdagangan Indonesia mencetak rekor surplus 58 bulan berturut-turut.
Namun, di tengah surplus tersebut, ada anomali yang muncul. Impor barang konsumsi justru mengalami penurunan dari US$1,64 miliar (Januari 2025) menjadi US$1,47 miliar (Februari 2025).
Apabila dilihat secara month on month (mom) dan year on year (yoy), angka impor barang konsumsi terpantau menurun masing-masing sebesar 10,61% dan 20,97%. BPS mencatat bahwa secara year on year/yoy, penurunan nilai impor barang konsumsi lebih besar lagi, yakni mencapai 21,05%.
Perlu dicatat pada angka impor itu terkhusus di impor konsumsi mengalami penyusutan sebulan sebelum Ramadan tiba. Hal ini tentu cukup mengejutkan karena secara historis impor biasanya melonjak jelang Ramadhan karena kebutuhan yang meningkat.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, penurunan impor barang konsumsi ini sejalan dengan kondisi deflasi bahan makanan sebesar -0,7% secara bulanan atau month to month (mtm) per Februari 2025.
Kondisi itu menandakan daya beli masyarakat sangat rendah, sehingga permintaan barang sangat minim di dalam negeri untuk kebutuhan pangan. Tak adanya permintaan membuat harga-harga barang turun, bahkan tak perlu dipenuhi dari impor.
"Artinya terkonfirmasi memang daya beli masyarakat sedang rendah sehingga permintaan impor turun, harga makanan minuman secara umum juga turun," kata Bhima.
Bhima berpendapat, turunnya impor barang konsumsi menjelang masa Lebaran atau Idul Fitri 2025 maupun memasuki masa Ramadan tak pernah terjadi sebelumnya. Pada 2024 saja, nilai impor barang konsumsi masih tercatat naik baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy).
"Ini anomali yang sebelumnya tidak pernah terjadi," ujar ekonom jebolan University of Bradford itu.
Pelemahan belanja masyarakat di Indonesia khususnya untuk kalangan bawah nampak terus tertekan. Sebelumnya, data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa nilai belanja masyarakat terjadi perlambatan di satu minggu menjelang Ramadan yakni ke 236,2.
Pola ini merupakan anomali karena tidak terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Mandiri Spending Index (MSI) yang menurun jelang Ramadhan terakhir kali terjadi pada Maret 2020 atau lima tahun yang lalu dengan nilai 58.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Morgan Stanley-Goldman Sachs Koreksi Rating Saham RI, Ada Apa?
Next Article Menguat! Potret Bursa Saham di Hari Pertama Prabowo-Gibran