Bukan Tarif Trump, Pengusaha Keramik RI Takut Ancaman dari India-China

5 days ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan tarif tinggi sebesar 32% atas produk Indonesia tidak membuat bos pabrikan keramik khawatir. Di sisi lain, pengusaha keramik justru mengkhawatirkan serbuan impor dari berbagai negara.

"Dampak kebijakan tarif Trump terhadap industri keramik nasional tidak terlalu mengkhawatirkan karena selama ini AS tidak termasuk ke dalam negara tujuan ekspor utama keramik nasional," kata Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto kepada CNBC Indonesia, Selasa (8/4/2025)

Dia mengaku justru mengkhawatirkan ancaman lonjakan impor keramik akibat pengalihan ekspor keramik yang sebelumnya mengincar AS, namun karena tarif tinggi, akhirnya menyerbu pasar Indonesia. Sebagai informasi, AS selama ini mengimpor keramik terbesar dari India dan China.

"ASAKI sedang mengamati angka import keramik yang melonjak signifikan dari tahun ke tahun dari India pascaditerapkannya BMTP/Safeguard dan penerapan BMAD atas keramik impor dari China. Tidak tertutup kemungkinan adanya indikasi unfair trade dari India seperti tindakan dumping dan predatory pricing karena mengalami oversupply dan overcapacity," kata Edy.

Pasar besar di dalam negeri harus dijaga agar terhindar dari gempuran impor. Apalagi Pemerintah Prabowo segera menjalankan Program 3 juta unit rumah yang akan memberikan banyak multiplier effect bagi Industri-industri bahan bangunan seperti Ubin Keramik, Sanitary Ware dan Genteng Keramik serta Tableware Keramik.

"Di saat semua negara di dunia melakukan praktik proteksionisme, Pemerintah diharapkan konsisten mendorong Program P3DN melalui sertifikasi TKDN yang telah terbukti efektif membantu penyerapan produk dalam negeri," kata Edy.

Desak Impor Gas

Sayangnya daya saing industri keramik nasional yang cenderung semakin menurun akibat gangguan supply gas dengan memberlakukan kuota pemanfaatan volume gas HGBT 60%-70% dan harga gas regasifikasi US$16,77/mmbtu, hal itu telah merugikan industri keramik nasional.

"ASAKI mendesak pemerintah untuk membuka kran impor gas dan memberlakukan DMO/Domestic Market Obligation Gas untuk industri dalam negeri," sebut Edy.

Tidak ketinggalan pabrikan keramik dalam negeri bakal lebih memperkuat pangsa pasarnya dan lebih agresif mengisi permintaan keramik di ASEAN.

"Kawasan ini sebagai pasar ekspor utama yang sangat strategis karena populasi yang besar sekitar 680 juta orang membutuhkan keramik sebesar 1,2 miliar m2/tahun," ujarnya.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Tarif Trump Menghantui, Pengusaha Dorong Negosiasi RI-AS

Next Article Siaga 'Malapetaka' Asia karena Trump Presiden AS Lagi, RI Disebut

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |