Jakarta, CNBC Indonesia - Para pelaku industri sawit Indonesia mulai cemas dengan potensi dampak perang dagang yang kembali memanas. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono menyebut gejolak perdagangan global berisiko besar terhadap ekspor sawit nasional.
"Perang dagang ada kemungkinan besar akan berpengaruh kepada ekspor kita. Apabila ini terus begini, pasti akan berdampak, karena ini pengaruhnya terhadap dunia, terhadap global. Negara-negara importir kita yang terpengaruh, pasti kita juga akan terpengaruh," kata Eddy, Jumat (7/3/2025).
Kekhawatiran ini cukup beralasan, mengingat sawit merupakan salah satu komoditas ekspor utama Indonesia. Ketidakpastian di pasar global berpotensi menghambat arus perdagangan dan memperburuk daya saing industri dalam negeri.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga melihat situasi ini sebagai peluang bagi Indonesia untuk memperkuat ekspor ke China.
Foto: Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat. Kamis (13/9). Kebun Kelapa Sawit di Kawasan ini memiliki luas 1013 hektare dari Puluhan Blok perkebunan. Setiap harinya dari pagi hingga siang para pekerja panen tandan dari satu blok perkebunan. Siang hari Puluhan ton kelapa sawit ini diangkut dipabrik dikawasan Cimulang. Menurut data Kementeria Pertanian, secara nasional terdapat 14,03 juta hektare lahan sawit di Indonesia, dengan luasan sawit rakyat 5,61 juta hektare. Minyak kelapa sawit (CPO) masih menjadi komoditas ekspor terbesar Indonesia dengan volume ekspor 2017 sebesar 33,52 juta ton. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
"Dari China banyak sekali permintaan karena mereka sangat membutuhkan minyak sawit kita. Saya kira ini adalah kesempatan yang perlu kita manfaatkan," ungkap Sahat dalam kesempatan yang sama.
Menurutnya, ekspor minyak sawit ke Eropa saat ini semakin sulit, ditambah dengan harga minyak sawit yang sudah mencapai US$1.350 atau sekitar Rp22 juta per ton di pasar Eropa, sementara biaya pengiriman dari Indonesia hanya sekitar US$90 atau sekitar Rp1,4 juta per ton. Selain itu, Harga Patokan Ekspor (HPE) minyak sawit Indonesia selalu berada di bawah harga yang dibutuhkan pasar Rotterdam.
"Jadi dengan kondisi ini, saya kira fokus kita bukan lagi ke Eropa, tetapi lebih baik diarahkan ke China. Minat mereka sangat besar, dan ini peluang yang bisa kita maksimalkan," pungkasnya.
(wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Kembali Tabuh Genderang Perang Dagang
Next Article Gawat! RI Berpotensi Masuk Radar Perang Dagang Trump