Bos Pengusaha Kasih Bukti Kenapa Purbaya Perlu Turunkan Tarif PPN

3 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta W. Kamdani menyatakan dukungannya terhadap rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) demi memulihkan daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi.

"Kami memandang setiap upaya pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat sangat penting di tengah kondisi perekonomian yang saat ini masih penuh tantangan," kata Shinta kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/10/2025).

Shinta mengungkapkan, konsumsi rumah tangga masih menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan kontribusi lebih dari 54% terhadap PDB. Namun, dalam beberapa bulan terakhir ia mengatakan indikator konsumsi justru masih melemah.

Berdasarkan data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Shinta mengatakan, optimisme konsumen terus turun. Dari angka indeks Juli 2025 di level 121,1 menjadi 117,2 per Agustus 2025, dan berlanjut pelemahannya pada September 2025 menjadi 115.

"Serta penjualan ritel di berbagai sektor masih mengalami kontraksi ataupun perlambatan," tegas Shinta.

Data IKK per Agustus 2025 saja ia sebut telah memberikan gambaran lebih rinci: keyakinan konsumen terhadap kondisi penghasilan turun 2,4 poin menjadi 116,9.

Koreksi ini ia sebut beriringan dengan penurunan pada komponen pembelian barang tahan lama sebesar 1,5 poin ke 105,1 yang menandakan kecenderungan konsumen menunda konsumsi besar di tengah ketidakpastian ekonomi.

Penjualan kendaraan baik grosir maupun eceran pada semester pertama Shinta tegaskan juga masih terkontraksi, masing-masing sebesar minus 8,6% dan minus 9,7%.

Sementara itu, penjualan ritel Agustus 2025 menunjukkan pertumbuhan ritel nasional melambat ke 3,5% yoy dari 4,7% pada Juli, dengan kontraksi tajam di kategori peralatan informasi & komunikasi (-28,9%) serta perlengkapan rumah tangga (-1,8%).

"Dalam konteks ini, wacana kebijakan penurunan tarif PPN tentu relevan sebagai salah satu instrumen untuk meringankan beban masyarakat dan merangsang permintaan/konsumsi," tegas Shinta.

Dalam kesempatan itu, Shinta juga menganggap, usulan legislatif untuk menurunkan tarif hingga ke level 8% bisa menjadi stimulus tambahan, apalagi bagi kelompok menengah dan menengah-bawah yang saat ini cenderung menahan konsumsi di berbagai kebutuhan hidup, terutama kebutuhan sekunder dan tersier.

"Dengan demikian, kami memandang wacana penurunan PPN ini sebagai angin segar bagi masyarakat dan dunia usaha," ujar Shinta.

Supaya efek rambatan atau multiplier effectnya lebih besar, Shinta berpendapat, akan sangat baik bila kebijakan penurunan tarif PPN hingga ke level 8% ini juga disertai langkah-langkah lain yang mendukung daya beli serta menekan komponen biaya berusaha yang saat ini masih tinggi.

"Saat ini pelaku industri menghadapi tekanan biaya input, energi, logistik, hingga pembiayaan, yang turut menekan margin dan menahan ekspansi. Jadi, kebijakan fiskal seperti penurunan PPN perlu berjalan beriringan dengan upaya menekan high cost economy agar benar-benar berdampak positif pada kapasitas produksi dan penciptaan lapangan kerja," ungkapnya.

Dengan kombinasi tersebut, kalangan pengusaha kata Shinta percaya penurunan PPN dapat menjadi salah satu katalis yang mendukung pertumbuhan konsumsi, memperkuat optimisme dunia usaha, dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

Sebagaimana diketahui, tarif PPN sejak 2022 silam cenderung terus naik. Seusai ditetapkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif PPN pada 2022 naik dari yang selama ini di kisaran 10%, menjadi 11%. Lalu berlanjut pada 2025 menjadi 12%.

Namun, karena gejolak penolakan masyarakat terhadap keputusan yang ditetapkan dalam UU HPP itu, tarif PPN yang naik pada 2025 hanya khusus barang mewah. Sisanya, tetap diberlakukan besaran tarif 11% hingga saat ini karena dengan menerapkan kebijakan dasar pengenaan pajak atau DPP 11/12 terhadap tarif PPN.

Dalam Pasal 7 ayat 3 UU HPP, selain mengatur batas atas tarif PPN yang paling tinggi sebesar 15%, sebetulnya juga diatur batas bawa tarif PPN yang membuka ruang penurunan tarif ke level terendahnya, yakni 5%. Hal ini lah yang memberi ruang Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mau menurunkan tarif PPN nantinya.

"Nanti kita lihat bisa enggak kita turunkan PPN itu untuk mendorong daya beli masyarakat ke depan. Tapi kita pelajari dulu hati-hati," kata Purbaya saat konferensi pers APBN edisi September 2025, Selasa (14/10/2025).

Purbaya mengatakan, sebelum mengeksekusi rencana penurunan tarif PPN itu, pemerintah akan lebih dulu melihat setoran pajak sampai akhir tahun, sambil melihat secara cermat keseluruhan kondisi masyarakat.

"Kita akan lihat seperti apa akhir tahun, ekonominya seperti apa, uang yang saya dapat sampai akhir tahun, saya sekarang belum terlalu clear," paparnya.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Video: Kebijakan PPN DTP Berhasil, Pelaku Industri Minta Tak Dikurangi

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |