Bos Mal Gerah Gegara Preman Ormas, Masalah Sampah Bikin Tambah Pusing

5 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi premanisme yang dilakukan oknum dari organisasi masyarakat (ormas) membuat pelaku usaha gerah. Tidak terkecuali pelaku usaha anggota Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI).

Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja menyebut aksi-aksi premanisme oknum ormas yang mengganggu bisnis pusat perbelanjaan/ mal sudah terjadi sejak lama. Bahkan, katanya, aksi premanisme itu berlangsung sejak tahap pembangunan mal dilakukan hingga saat sudah beroperasi.

"Saya kira aksi premanisme ormas di Indonesia sudah terjadi sejak lama ya. Kalau kami di industri ritel, industri pusat perbelanjaan, saya kira gangguan itu sudah terjadi sejak saat mulai pembangunan. Bahkan pada saat operasional pun, itu masih terjadi," kata Alphonzus saat ditemui di Lippo Mal Nusantara, Jakarta, Jumat (14/3/2025).

Menurutnya, berbagai bentuk gangguan ini sangat menghambat operasional mal. Ditambah lagi persoalan pengelolaan sampah.

"Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup berharap penanganan sampah ini lebih profesional, lebih ke arah hijau, menjaga lingkungan hidup. Tetapi di beberapa daerah, penanganan sampah ini juga dikuasai oleh beberapa oknum preman yang cukup mengganggu," ujarnya.

Persoalan ini, kata Alphonzus, menciptakan dilema bagi para pengusaha. Di satu sisi, mereka ingin mengikuti aturan pemerintah untuk mengelola bisnis secara profesional, tetapi di sisi lain, mereka harus menghadapi tekanan dari pihak-pihak yang mengganggu.

"Di satu sisi pemerintah minta pengelolaan lebih profesional, tetapi di lapangan banyak hal yang di luar kuasa pusat perbelanjaan. Ini sudah penyakit lama yang seharusnya bisa diatasi pemerintah," tegasnya.

Lebih jauh, ia menyoroti aksi premanisme ini tidak hanya merugikan pengusaha tetapi juga menghambat iklim investasi di Indonesia.

"Negara-negara lain membuka diri untuk investasi. Tapi di Indonesia, iklim investasi ini kurang kondusif, salah satunya karena premanisme," ujarnya.

Tak jarang, pengusaha harus mengambil keputusan sulit demi kelancaran bisnis mereka, termasuk memberikan sejumlah uang agar tidak terus-menerus diganggu.

"Tidak ada jalan lain, karena kalau tidak ditanggapi, gangguan terhadap pusat perbelanjaan akan terus-menerus terjadi. Solusi dari pemerintah sampai saat ini masih belum ada," tukas dia.

Adapun menjelang Lebaran, katanya, praktik pemalakan juga semakin marak dan dalam bentuk yang beragam.

"Banyak bentuknya, tidak bisa spesifik (minta THR), tetapi bukan hanya terjadi pada hari-hari tertentu," katanya.

Alphonzus berharap pemerintah dapat mengambil langkah tegas, agar pelaku usaha bisa menjalankan bisnis tanpa tekanan. "Ini menimbulkan keresahan, ketidaknyamanan dalam berusaha, serta biaya tinggi. Kalau bisa diatasi, akan sangat membantu iklim usaha," harapnya.

Namun, ketika ditanya apakah pelaporan ke aparat kepolisian efektif, Alphonzus menilai masalah ini harus diselesaikan secara fundamental.

"Saya kira seharusnya membantu. Tapi saya kira gangguan ini kan sifatnya bukan hanya sesekali, begitu terus-menerus. Jadi saya kira ini yang harus diselesaikan itu secara fundamental. Bukan hanya seperti istilahnya hanya sekali-sekali saja, saya kira tidak bisa. Ini kan iklim usahanya memang secara fundamental yang harus diatur," pungkasnya.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: 'Preman' Ormas Minta 'Jatah' Hingga Prabowo Bertemu 8 Taipan RI

Next Article Video: Mal Sepi, Alih Fungsi Jadi Solusi

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |