Bersiaplah! 7 Emiten Ini Segera Rights Issue Jumbo: Ada WIFI dan CBRE

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam dunia pasar modal, aksi korporasi seperti rights issue sering kali menjadi sorotan utama.

Ada fenomena menarik yang berulang kali muncul, ketika sebuah perusahaan melakukan rights issue dalam skala besar (jumbo), harga sahamnya justru melonjak tajam, bukan turun seperti teori dasar yang sering diajarkan. Fenomena ini bukan sekadar kebetulan, melainkan hasil dari kombinasi faktor fundamental, strategis, dan psikologis yang bekerja bersamaan di pasar.

Salah satu alasan utama mengapa rights issue jumbo menarik perhatian investor adalah masuknya investor besar. Kehadiran pihak seperti institusi keuangan besar, konglomerat, atau bahkan entitas pemerintah sering kali dianggap sebagai sinyal kepercayaan terhadap prospek jangka panjang perusahaan.

Ketika pasar melihat investor besar menanamkan modal dalam jumlah besar, muncul persepsi bahwa uang pintar (smart money) melihat potensi pertumbuhan yang signifikan di masa depan. Sentimen positif ini dapat mendorong minat beli yang tinggi, membuat harga saham naik bahkan sebelum aksi rights issue selesai dilaksanakan.

rights issue jumbo juga sering dikaitkan dengan perbaikan fundamental perusahaan. Dana yang diperoleh bisa digunakan untuk melunasi utang besar sehingga menurunkan beban bunga, membiayai ekspansi bisnis baru, meningkatkan kapasitas produksi, atau mengakuisisi perusahaan lain yang prospektif.

Dengan tambahan modal yang besar, struktur keuangan perusahaan menjadi lebih sehat, dan kemampuan menghasilkan laba meningkat. Investor yang berpikir jangka panjang melihat ini sebagai peningkatan nilai intrinsik saham, sehingga wajar jika harga saham terdorong naik.

Berikut catatan CNBC Indonesia, deretan emiten yang melakukan rights issue.

1. INET

PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) akan menerbitkan saham baru melalui Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) I atau rights issue senilai maksimal Rp3,2 triliun.

INET akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 12,8 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp250 per saham. Rasio rights issue ditetapkan 3:4, artinya setiap pemegang 3 saham lama berhak atas 4 saham baru.

Dalam aksi ini, pemegang saham pengendali INET, PT Abadi Kreasi Unggul Nusantara menyatakan siap melaksanakan HMETD senilai Rp 1,78 triliun dari porsi kepemilikannya dan menjadi pembeli siaga hingga maksimal 5,65 miliar saham atau senilai Rp 1,41 triliun jika saham baru tak seluruhnya terserap pasar.

Dana segar hasil rights issue ini akan digunakan untuk mempercepat ekspansi jaringan Fiber To The Home (FTTH) berkecepatan tinggi dengan teknologi Wi-Fi 7. Sebanyak Rp2,8 triliun akan dikucurkan ke anak usaha, GPI, untuk menggaet 2 juta pelanggan baru di Bali dan Lombok.

Selain itu, dana juga dialokasikan untuk PT PFI Rp213,44 miliar untuk melunasi biaya sewa jaringan kabel bawah laut (IRU) ke PT JMP, lalu PT IAB Rp135 miliar untuk modal kerja pembangunan FTTH di Pulau Jawa.

Sisanya, dana hasil rights issue ini akan dilakukan untuk pengembangan layanan, pembelian perangkat, pemasaran, pelatihan, dan biaya overhead lainnya.

Selain saham, INET juga akan menerbitkan hingga 3,07 miliar Waran Seri II dengan rasio 25:6, yang bisa dikonversi menjadi saham baru pada periode pelaksanaan 3 Juni 2026-1 Desember 2028. Potensi tambahan dana dari waran ini mencapai Rp921,6 miliar.

Aksi ini merupakan pengembangan usaha dan juga bisa menyebabkan dilusi kepemilikan hingga 57,14% bagi pemegang saham yang tidak ikut serta.

Lebih jauh, berikut merupakan jadwal rights issue INET:

Jadwal rights Issue

Tanggal terakhir perdagangan saham dengan HMETD di:

- Pasar reguler dan negosiasi: 25 November 2025

- Pasar tunai: 27 November 2025


Tanggal mulai perdagangan saham tanpa HMETD:

- Pasar reguler dan negosiasi: 26 November 2025

- Pasar tunai: 28 November 2025


Tanggal pencatatan dalam DPS yang berhak atas HMETD: 27 November 2025

Perdagangan & pelaksanaan HMETD: 1-5 Desember 2025

Perdagangan Waran Seri II: 3 Desember 2025-1 Desember 2028

Pelaksanaan Waran Seri II: 3 Juni 2026-1 Desember 2028

2. CBRE

Emiten pertambangan PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE) mengumumkan rencana untuk melakukan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue. Aksi korporasi ini dilakukan untuk memperkuat struktur permodalan.

Perseroan berencana menerbitkan sebanyak-banyaknya 48 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp25 per saham. Seluruh saham baru tersebut akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan memiliki hak yang sama dengan saham lama, termasuk hak atas dividen dan hak suara dalam RUPS.

Perseroan berencana menggunakan dana hasil PMHMETD untuk membayar sebagian utang kepada pihak ketiga, mendukung kebutuhan modal kerja, dan menambah armada operasional (Capex). CBRE menilai langkah ini akan meningkatkan efisiensi operasional serta memperkuat kinerja keuangan ke depan.

"Diharapkan akan dapat memperkuat struktur permodalan dan mengundang investor-investor untuk dapat berpartisipasi dalam menginvestasikan modalnya dalam Perseroan sehingga akan memberikan nilai tambah bagi kinerja Perseroan," sebagaimana disebutkan dalam prospektusnya, mengutip keterbukaan informasi BEI, Senin, (10/11/2025).

Sebagian hasil rights issue juga akan digunakan untuk melunasi utang melalui mekanisme konversi menjadi saham. Berdasarkan laporan keuangan interim per 31 Oktober 2025, terdapat empat perjanjian promissory note yang akan dikonversi dengan total nilai USD55 juta.

Rinciannya terdiri dari pinjaman USD25 juta dengan Hilong Shipping Holding Limited, USD11 juta dengan Yafin Tandiono Tan, USD12,5 juta dengan PT Saga Investama Sedaya, dan USD6,5 juta dengan PT Superkrane Mitra Utama Tbk. Keempat kreditur tersebut telah menyampaikan surat pemberitahuan konversi kepada perseroan pada 10 November 2025.

CBRE menjelaskan bahwa proses rights issue akan mengikuti ketentuan POJK No.32/2015, yang mensyaratkan persetujuan RUPSLB, penyampaian pernyataan pendaftaran ke OJK, serta perolehan pernyataan efektif dari OJK. Perseroan menegaskan bahwa pelaksanaan PMHMETD akan dilakukan tidak lebih dari 12 bulan sejak tanggal persetujuan RUPSLB.

Manajemen CBRE menyebutkan bahwa detail harga pelaksanaan dan jumlah final saham baru akan dijelaskan dalam prospektus PMHMETD yang akan diterbitkan pada waktunya. Prospektus tersebut juga akan memuat jadwal pelaksanaan serta rincian penggunaan dana hasil rights issue.

3. PANI

Emiten milik Sugianto Kusuma atau Aguan, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) mengumumkan harga pelaksanaan rights issue atau penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) III di level Rp15.000 per saham.

PANI akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 1.115.533.400 atau 1,12 miliar saham baru dengan target mengumpulkan dana segar Rp 16.733.001.000.000 atau Rp 16,73 triliun.

Pemegang saham utama PANI, PT Multi Artha Pratama yang menggenggam 87,78% saham telah menyatakan komitmen untuk melaksanakan seluruh atau sebagian haknya sebanyak 979.229.045 HMETD, setelah terlebih dahulu dilakukan upaya pengalihan maupun penempatan sebagian HMETD tersebut kepada investor dan masyarakat.

Apabila saham baru yang ditawarkan dalam PMHMETD III ini tidak seluruhnya diambil oleh pemegang hak, maka sisanya akan dialokasikan kepada pemegang saham lainnya yang melakukan pemesanan lebih besar dari haknya secara proporsional berdasarkan atas jumlah HMETD yang telah dilaksanakan oleh masing-masing pemegang saham yang meminta penambahan efek berdasarkan harga pelaksanaan.

Adapun pemegang saham yang tidak melaksanakan haknya akan terdilusi maksimum sebesar 6,191%.

Dana hasil aksi korporasi tersebut akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan serta memperluas investasi pada sejumlah entitas anak. PANI berencana menambah penyertaan saham di PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) dengan membeli hingga 44,1% saham milik PT Agung Sedayu dan PT Tunas Mekar Jaya.

Sisanya akan digunakan untuk menambah modal di anak usaha lainnya, yaitu PT Cahaya Inti Sentosa (CISN), PT Karunia Utama Selaras (KUS), dan PT Panorama Eka Tunggal (PET).

4. WIFI

PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) telah melakukan Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) I, atau rights issue, dengan total nilai Rp5,9 triliun, yang pertama diumumkan pada April 2025 lalu.

WIFI akan menerbitkan 2,95 miliar lembar saham dalam aksi korporasi ini, atau setara dengan 55,56% dari modal ditempatkan dan disetor penuh Perseroan.

Perlu diketahui, aksi korporasi ini memiliki rasio 4:5, yang berarti setiap pemegang 4 lembar saham lama akan mendapat 5 HMETD.

Tiap HMETD akan memberikan hak pada pemegang saham untuk membeli satu lembar saham baru dengan harga pelaksanaan yang ditetapkan sebesar Rp2.000.

Dana rights issue digunakan untuk ekspansi jaringan, serta modal kerja bagi Solusi Sinergi Digital dan afiliasinya. Pendanaan ini mendukung target ambisius WIFI untuk menjangkau 25 juta rumah, dengan 5 juta rumah tersambung di tahun pertama peluncuran.

rights issue WIFI pun telah rampung pada Juli lalu. rights issue WIFI pun mendapatkan respon positif dari pasar dengan mencatatkan kelebihan permintaan (oversubscribed).

5. IRSX

PT Aviana Sinar Abadi Tbk (IRSX) resmi mengantongi restu pemegang saham untuk melaksanakan aksi korporasi Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD I) atau rights issue. Hal ini disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada 25 September 2025.

IRSX akan menerbitkan sebanyak 12.390.094.754 saham baru dengan nilai nominal Rp15 per saham. Jumlah tersebut setara dengan 66,67% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah penambahan modal melalui HMETD I.

Sejalan dengan rights issue tersebut, IRSX juga menerbitkan 1.858.514.214 waran seri II. Setiap pemegang 100 saham baru hasil pelaksanaan HMETD akan memperoleh 15 waran seri II, di mana setiap 1 waran seri I dapat dikonversi menjadi 1 saham perseroan.

Adapun waran seri I adalah efek yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk melaksanakan pembelian saham baru perseroan dengan nilai nominal sebesar Rp15 pada harga pelaksanaan yang akan ditentukan kemudian.

Dana yang diperoleh dari hasil rights issue dan penerbitan waran seri II, setelah dikurangi biaya emisi, akan digunakan untuk mendukung ekspansi usaha. Alokasi dana mencakup belanja modal (capex) serta modal kerja (opex), baik secara langsung maupun melalui entitas anak.

6. GMFI

PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) menyampaikan bahwa pemegang saham telah menyetujui rencana Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) II atau rights issue. Aksi korporasi tersebut telah diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).

RUPSLB GMFI dihadiri oleh pemegang saham yang seluruhnya berjumlah 34.799.649.836 saham atau setara dengan 92,64% dari jumlah saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan yaitu sejumlah 28.233.511.500 saham Seri A dan 9.332.467.476 saham Seri B dan telah memenuhi ketentuan kuorum sesuai Anggaran Dasar Perseroan.

Direktur Utama GMFI Andi Fahrurrozi menjelaskan, RUPSLB telah menyetujui penerbitan sebanyak-banyaknya 124.269.948.745 lembar saham Seri B dengan nilai nominal Rp25 per saham.

Melalui pelaksanaan rights issue tersebut, GMFI akan menerima penyetoran modal non- tunai (inbreng) dari PT Angkasa Pura Indonesia (API) berupa lahan seluas 972.123 m2 di kawasan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, mencakup area operasional utama Hanggar 1 hingga Hanggar 4, senilai Rp5,66 triliun dan kemudian diikuti oleh transaksi Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD).

Langkah korporasi ini menjadi bagian strategis dari upaya penguatan struktur permodalan dan fundamental keuangan GMFI, yang kini terefleksikan melalui posisi ekuitas yang diproyeksikan berbalik positif dari sebelumnya minus US$ 248,99 juta menjadi positif US$ 102,87 juta.

Penyertaan modal dari Angkasa Pura ini merupakan bagian dari program restrukturisasi Garuda Indonesia yang sebelumnya telah disetujui oleh Pemerintah, dan menegaskan integrasi strategis antara GMFI dan ekosistem aviasi nasional di bawah naungan API.

Aksi korporasi ini bukan sekadar langkah finansial, tetapi pondasi strategis agar GMFI dapat bergerak lebih lincah dan berkelanjutan. Dengan memiliki aset strategis dan struktur permodalan yang lebih kuat, GMFI siap memperluas kapasitas bisnis, memperkuat kemandirian operasional, serta memperkokoh posisinya sebagai MRO terintegrasi yang andal di tingkat global.

Nantinya, dana hasil PMHMETD akan dimanfaatkan sebagai modal kerja untuk mendukung kegiatan operasional, memastikan standar keselamatan dan kualitas layanan tetap terjaga, serta memperkuat kepercayaan pelanggan.

7. NINE

PT Techno9 Indonesia Tbk (NINE) berencana memperkuat struktur modal dengan menerbitkan saham baru melalui rights issue yang ditargetkan dimulai November 2025 dan selesai paling lambat April 2026.

Namun, jika dalam 12 bulan rights issue belum terealisasi, maka perlu RUPSLB ulang untuk persetujuan baru.

Diketahui, persetujuan RUPSLB pada 30 April 2025 hanya berlaku satu tahun. Perseroan optimistis harga saham NINE bisa mencapai Rp500 per lembar menjelang pelaksanaan rights issue, lebih tinggi dari kisaran Rp300-Rp400 yang diperkirakan sebelumnya.

Perseroan menargetkan dana hasil rights issue mencapai Rp80 miliar, dengan potensi penerbitan hingga 2,1 miliar lembar saham baru dari total modal dasar 4,2 miliar lembar. Dana tersebut akan digunakan untuk modal kerja, dengan detail penggunaan dicantumkan dalam prospektus resmi.

Sementara itu, Poh Holding Pte Ltd telah menuntaskan akuisisi saham Techno9 Indonesia tahap kedua sebesar 100 juta lembar senilai Rp1,9 miliar pada Agustus 2025. Total saham yang kini dikuasai Poh Holding mencapai 846,55 juta lembar.

Usai akuisisi, NINE akan menggelar RUPSLB untuk menetapkan pengendali baru, serta susunan dewan komisaris dan direksi. Adapun harga Mandatory Tender Offer (MTO) diperkirakan mengacu pada harga terendah Rp55 per lembar pada 26 Juni 2025, dengan pelaksanaan sekitar akhir September atau awal Oktober 2025.

Dampak Rights Issue

Rencana rights issue biasanya jadi momen "deg-degan" bagi investor saham. Pasalnya, aksi korporasi ini berpotensi menimbulkan dilusi bagi pemegang saham lama, terutama jika tidak menebus haknya untuk membeli saham baru (HMETD).

Secara sederhana, rights issue menambah jumlah saham beredar di pasar. Jika investor memilih tidak ikut membeli saham tambahan, maka porsi kepemilikan otomatis menyusut atau dikenal sebagai ownership dilution.

Tak hanya itu, value dilution juga kerap terjadi. Harga saham berpotensi terkoreksi setelah rights issue diumumkan karena saham baru biasanya dilepas dengan harga diskon. Alhasil, nilai investasi sebelumnya bisa menurun.

Dari sisi fundamental, rights issue juga dapat berdampak pada penurunan laba per saham (Earnings per Share/EPS). Dengan jumlah lembar saham yang lebih banyak sementara kinerja emiten belum tentu langsung meningkat, EPS biasanya melemah sehingga valuasi saham terlihat kurang menarik dalam jangka pendek.

Meski demikian, bukan berarti rights issue selalu buruk. Investor yang ikut menebus HMETD justru bisa menjaga porsi kepemilikan dan terhindar dari dilusi. Bahkan, jika harga tebus lebih murah dari harga pasar, aksi ini bisa menjadi peluang menambah posisi dengan biaya lebih rendah.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |