Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Asuransi BRI Life, Aris Hartanto menyebut perusahaan asuransi, regulator, serta pelayanan kesehatan perlu membentuk ekosistem untuk mengatasi permasalahan over utilisasi. Menurut dia, over utilisasi terjadi karena adanya pemberian layanan yang tidak dibutuhkan.
"Over utilisasi ini menyenggol banyak pihak. Rumah sakit, dokter, dan farmasi. Inflasi kesehatan itu 70% itu biaya pengobatan dari alat kesehatan dan drugs. itu ada PR-nya sendiri. kami dari asuransi mungkin review dalam proses layanan itu," ungkap dia dalam CNBC Indonesia Insurance Forum, Kamis (27/2/2025).
Diketahui over utilisasi merupakan kelebihan pembayaran biaya medis, baik dari segi layanan kesehatan maupun aspek pemberian obat-obatan di rumah sakit. Isu ini memicu biaya-biaya medis tambahan yang dibebankan pada asuransi kesehatan, sehingga pada akhirnya membuat nilai klaim membengkak.
Di samping ekosistem, lanjut Aris, diperlukan juga edukasi kepada masyarakat terkait penggunaan asuransi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dari masyarakat terhadap produk asuransi.
"Misalnya ada banyak pemahaman, saya punya asuransi tapi tidak pernah dipakai. Sayang banget. Sudah bayar mahal, sudah deh saya pakai, padahal tidak perlu. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya kalau mereka pakai klaim yang tidak perlu, bisa menjadi historical, dan justru menaikkan premi di tahun berikutnya," tegas Aris.
Sebagai informasi, Mercer dalam laporan Mercer Marsh Benefit (MMB) Health Trends 2024 menyebut over utilisasi bersama dengan inflasi 13% pada biaya medis di tahun 2023 bisa memicu serangkaian isu keuangan. Termasuk penyesuaian biaya-biaya oleh perusahaan asuransi dalam memaksimalkan proteksi kepada nasabah. Risiko membengkaknya biaya medis lantas menjadi perhatian masyarakat. Sebab stabilitas keuangan akan semakin terancam.
(dpu/dpu)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 20 BPR Ditutup di 2024, LPS Bayar Klaim Penjaminan Rp783 Miliar
Next Article Asuransi Umum Catat Kenaikan Premi 18,4%, Sektor Ini Penyumbang Utama