Banyak Negara Jorjoran Belanja Militer, Siapa Paling Boros?

6 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia makin ramai dengan ketegangan, dan anggaran militer pun makin menggila. Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) mencatat bahwa belanja militer global mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah US$2.718 miliar di tahun 2024, naik 9,4% dibanding tahun sebelumnya, kenaikan tertinggi sejak akhir Perang Dingin.

Amerika Serikat tetap menjadi negara paling boros, dengan anggaran mencapai US$997 miliar, menyumbang 37% dari total pengeluaran militer global. Sementara itu, China (estimasi US$314 miliar) dan Rusia (US$149 miliar) menempati posisi kedua dan ketiga, menunjukkan semakin intensnya persaingan kekuatan global di kawasan Asia dan Eurasia.

Tak hanya AS dan China, lonjakan signifikan juga terjadi di Jerman (+28%), Polandia (+31%), dan Israel (+65%). Kenaikan ini bukan kebetulan. Di Eropa, belanja militer mencapai US$693 miliar, naik 17% dalam satu tahun karena efek berkelanjutan dari perang Rusia-Ukraina.

Sementara di Timur Tenga, Israel mencatat lonjakan tertinggi sejak Perang Enam Hari tahun 1967, menyusul eskalasi di Gaza dan Lebanon.

Yang mengejutkan, Ukraina mengalokasikan 34% dari PDBnya untuk belanja militer, tertinggi di dunia. Hampir seluruh penerimaan pajak Ukraina kini diarahkan untuk pertahanan, menempatkan negara ini dalam posisi fiskal yang sangat sempit.

Indonesia menempati peringkat ke-28, dengan belanja militer US$11,0 miliar. Angka ini stagnan, bahkan turun tipis 0,4% dibanding tahun lalu. Pangsa Indonesia terhadap total global hanya 0,4%, dengan ratio belanja militer terhadap PDB sebesar 0,8%, jauh di bawah standar NATO.

Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura (US$15,1 miliar, 2,8% dari PDB) dan Vietnam yang belum masuk 40 besar namun agresif memodernisasi alutsista, posisi Indonesia terlihat konservatif.

SIPRI memperingatkan bahwa lonjakan belanja militer ini bisa berdampak jangka panjang bagi struktur ekonomi dunia. "Ketika lebih dari 100 negara menaikkan belanja militernya, sering kali ada pengorbanan pada anggaran pendidikan, kesehatan, dan sosial," ujar Xiao Liang, peneliti senior SIPRI.

Dengan banyak negara berinvestasi besar dalam modernisasi militer, termasuk nuklir dan siber, risiko perlombaan senjata regional semakin meningkat. Di Asia, pertarungan pengaruh China-AS tak hanya terjadi di laut, tapi juga dalam bentuk angka miliaran dolar di neraca pertahanan masing-masing negara.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(emb/emb)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |