Awas Ancaman Petaka Besar Efek Tarif Trump, Hantam Balik AS-RI Bahaya

3 days ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada hari Rabu (2/4/2025) waktu setempat, Presiden Amerika Serikat (AS)Donald Trump mengumumkan tarif baru atas sejumlah negara. Dia optimistis, dengan kebijakan tarif baru ini, perusahaan asing akan terdorong berinvestasi membangun fasilitas produksinya di AS.

Trump menetapkan, semua barang impor yang masuk ke AS akan dikenai tarif bea masuk (BM) sebesar 10%. Selain itu, bakal diberlakukan tarif resiprokal alias timbal balik ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Menurut Trump, Indonesia mengenakan tarif BM 64% atas barang-barang AS, sehingga RI dikenakan tarif timbal balik sebesar 32%.

Kebijakan tarif baru 10% mulai berlaku pada hari Sabtu, 5 April 2025 dan tarif timbal balik diterapkan mulai hari ini, Rabu (9/4/2025).

Lalu bagaimana efek kebijakan Trump tersebut? Seberapa besar sebenarnya bahaya yang mengancam?

Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan, kebijakan tarif resiprokal ala Trump berpotensi menjadi senjata makan tuan, terutama bagi AS sendiri.

"Efek ini dapat muncul dalam jangka pendek hingga menengah, dengan eskalasi dampak tergantung pada respons negara-negara mitra dagang utama serta ketahanan sektor industri dan konsumsi domestik AS," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (9/4/2025).

Pertama, sambungnya, banyak perusahaan Amerika, khususnya di sektor alas kaki dan tekstil/pakaian jadi (TPT), sangat bergantung pada skema maklon atau produksi di luar negeri, termasuk di Indonesia, Vietnam, dan China.

"Saat AS mengenakan tarif hingga 32% terhadap produk dari Indonesia (dan bahkan lebih tinggi terhadap negara lain seperti Vietnam 46%, China 34%), maka biaya impor bahan jadi maupun setengah jadi akan naik drastis. Akibatnya, harga barang jadi di pasar domestik AS pun melonjak, menciptakan tekanan inflasi yang tinggi," jelasnya.

"Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang menyatakan bahwa tarif baru Trump diperkirakan akan meningkatkan inflasi AS, meskipun The Fed sendiri masih menahan diri dalam mengambil keputusan kebijakan moneter," terang Josua. 

Inflasi tinggi ini, lanjutnya, dapat menggerus daya beli konsumen AS, yang pada akhirnya memukul sektor ritel dan manufaktur domestik, terutama yang berorientasi konsumsi.

"Sebagai contoh, merek-merek seperti Nike, Apple, dan Levi's-yang sangat tergantung pada pabrik-pabrik di luar negeri-akan mengalami kenaikan biaya produksi dan mungkin harus menaikkan harga, mengurangi marjin keuntungan, atau bahkan mengurangi produksi," sebutnya.

Ancaman Bahaya Saat Tarif Trump Hantam Balik AS

Akibatnya, kondisi itu bukan tidak mungkin akan memicu efek domino global. Aksi retaliasi atau tindakan balas dendam alias perang dagang akan terjadi, yang kemudian dapat mengguncang rantai pasok global, memperlemah perdagangan dunia. Bahkan memicu ancaman resesi global, di mana risiko resesi global tahun 2025 kini naik dari 40% menjadi 60%.

"Secara keseluruhan, studi IMF, OECD, dan bank sentral besar menunjukkan bahwa konflik dagang seperti ini bisa menurunkan PDB global hingga 1,7-5,5% dan menaikkan inflasi global sebesar 1,5-3%," ujarnya. 

"Untuk AS sendiri, PDB bisa turun 2-4%, dan jika rantai pasok global terus terganggu, perusahaan AS yang sangat tergantung impor bahan baku akan kesulitan mempertahankan produksi dan tenaga kerja," tambahnya.

"Dengan begitu, kebijakan ini berisiko menjadi "bumerang" bagi AS. Alih-alih meningkatkan daya saing dan melindungi pekerjaan domestik, justru bisa menimbulkan inflasi tinggi, pelemahan konsumsi, ketidakpastian pasar keuangan, hingga potensi resesi," tukas Josua.

Pada fase inilah ancaman bahaya lebih besar mengintai.

"Ini adalah ancaman nyata bagi stabilitas ekonomi global dan dapat memukul pertumbuhan ekonomi dunia secara luas, termasuk negara-negara berkembang seperti Indonesia," kata Josua mengingatkan. 

Terpisah, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro mengatakan hal senada. 

"Kebijakan Trump ini memang menyebabkan potensi stagflasi di AS. Kalau ke pertumbuhan, ekspektasinya memang tahun ini potensi resesi di AS meningkat hingga 60% ya," kata Andry kepada CNBC Indonesia.

"Efek dominonya bisa lebih besar kalau trade war berkepanjangan. Makin panjang dan makin meluas," ucapnya.


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Pengusaha Tekstil Khawatir RI Banjir Produk Dumping & Ilegal

Next Article Kantor Airlangga Mulai Siap-Siap Efek AS Bakal Jegal Barang China

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |