Anggaran Militer AS Tembus Rp16.300 Triliun, 4 Kali APBN Indonesia

2 weeks ago 11

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) menjadi negara nomor satu dengan alokasi anggaran untuk pertahanan yang hampir menyentuh angka US$1 triliun atau sekitar Rp16.437 triliun (kurs Rp16.437/US$) pada 2024.

Angka belanja militer AS mencapai 4,5 kali lebih besar dibandingkan total APBN pada 2025 yang ditetapkan sebesar Rp3.621,3 triliun.

Besarnya angka ini selaras dengan angka nominal Produk Domestik Bruto (PDB) yang begitu besar dan anggaran belanja negara mereka. Oleh karena itu, alokasi anggaran pertahanannya setara dengan 3,4%.

Hal ini berbeda jauh dengan anggota NATO di Eropa dan Kanada menghabiskan rata-rata 2% PDB mereka untuk pertahanan.

Fakta unik lainnya adalah bahwa AS membelanjakan anggaran pertahanannya sebesar gabungan 12 anggaran pertahanan terbesar berikutnya, yakni mulai dari China, Rusia, hingga Israel.

Anggaran Militer AS Terbesar di Dunia

AS membelanjakan anggaran militernya lebih banyak dibandingkan negara lain. Pada 2023, belanja militer AS mencapai hampir 40% dari total belanja militer di seluruh dunia, menurut laporan Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI).

Setiap tahun, Departemen Pertahanan AS (Department of Defense atau DOD) mengusulkan anggaran total beserta alokasinya yang kemudian harus mendapatkan persetujuan dari Kongres.

Tank Abrams Amerika Serikat (Getty Images/Finnbarr Webster)Foto: Tank Abrams Amerika Serikat (Getty Images/Finnbarr Webster)
Tank Abrams Amerika Serikat (Getty Images/Finnbarr Webster)

Pengeluaran militer mencakup berbagai kategori. Kategori terbesar biasanya adalah operasi dan pemeliharaan, yang mencakup pelatihan dan perencanaan militer, pemeliharaan peralatan, serta sebagian besar sistem layanan kesehatan militer. Pada 2023, US$318 miliar dialokasikan untuk operasi dan pemeliharaan militer.

Kategori pengeluaran terbesar berikutnya adalah personel militer, yang mencakup gaji dan tunjangan pensiun bagi anggota militer. Pada 2023, sekitar US$184 miliar digunakan untuk personel militer.

Kategori pengeluaran militer lainnya mencakup pengadaan senjata dan sistem pertahanan, penelitian dan pengembangan untuk senjata dan peralatan, serta kategori yang lebih kecil seperti pembangunan fasilitas militer dan perumahan keluarga militer.

Pemerintah AS secara historis telah menggunakan berbagai metode untuk mendanai perang, termasuk menaikkan pajak, mengurangi pengeluaran non-militer, berutang, dan mengelola suplai uang. Semua metode ini memiliki dampak yang berbeda terhadap perekonomian.

Sebagai contoh, Perang Dunia II dan perang pasca-9/11 sebagian besar dibiayai melalui utang, sedangkan Perang Korea dan Perang Vietnam didanai dengan menaikkan pajak dan melalui inflasi.

Namun, satu kesamaan dari semua perang tersebut adalah meningkatnya tekanan terhadap inflasi. Kendati inflasi dapat membantu mengurangi beban utang, dampak keseluruhannya cenderung merugikan ekonomi, seperti menurunnya daya beli masyarakat dan berkurangnya daya saing internasional.

Pengeluaran militer juga dapat mendorong pertumbuhan teknologi dan inovasi, menciptakan lapangan kerja baru, serta meningkatkan permintaan di sektor tertentu. Namun, ada pandangan bahwa pengeluaran besar untuk penelitian militer dapat mengalihkan bakat dan sumber daya dari industri lain yang lebih produktif.

Selama Perang Dunia II, tingkat pengangguran menurun drastis, bahkan terjadi peningkatan distribusi pendapatan. Namun, konsumsi dan investasi di sektor swasta mengalami penurunan karena sumber daya dialihkan untuk mendukung upaya perang.

Kendati pengeluaran militer telah memberikan beberapa dampak positif selama bertahun-tahun, analisis dari Institute of Economics and Peace menunjukkan bahwa dampak makroekonomi dari pengeluaran militer dalam perang besar AS sebagian besar bersifat negatif. Pendanaan perang melalui utang, pajak, atau inflasi memberikan tekanan pada pembayar pajak, mengurangi konsumsi sektor swasta, dan menurunkan tingkat investasi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |