Amburadul! Dalam Sebulan IHSG Anjlok Paling Parah Sedunia

2 weeks ago 8

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkapar di zona merah dan kini sudah menembus ke bawah support 6500.

CNBC Indonesia memantau pada perdagangan Kamis hari ini (27/2/2025) hingga pukul 14.10 WIB, IHSG sudah anjlok 2,07% ke posisi 6.469,55.

Berdasarkan Tradingview, jika menarik data dalam sebulan terakhir, IHSG sudah jatuh lebih dari 10%.

Kejatuhan IHSG ini membawa-nya ke posisi paling parah di hadapan bursa saham di berbagai negara di belahan dunia.

IHSG yang jeblok diseret turun hampir seluruh sektor yang bernasib nahas hari ini. Finansial memimpin penurunan dengan merosot sebesar 3,03%. Lalu diikuti oleh utilitas -2,43% dan kesehatan -2,09%.

Saham bank jumbo hari ini kompak terpantau berada di zona merah. BBRI turun 5,24% dan menyeret turun IHSG sebanyak 30,73 indeks poin. Lalu Bank Mandiri berkontribusi 18,77 indeks poin terhadap penurunan IHSG.

Saham BMRI tercatat turun 4,27% hingga jeda makan siang. Lalu saham BBCA turun 2,85% dan berkontribusi 16,27 indeks poin terhadap penurunan IHSG. BBNI turun 2,99% dan berkontribusi 4,76 indeks poin.

Adapun tekanan IHSG hari ini seiring dengan aksi jual asing. Dalam tiga hari terakhir, asing terus mencatatkan net sell asing yakni Rp3,47 triliun pada Senin (24/2), sebesar Rp1,6 triliun pada Selasa (25/2) dan sebesar Rp 323,56 miliar pada Rabu kemarin. Tekanan jual ini menandakan masih adanya kekhawatiran terhadap pasar Indonesia.

IHSG pekan ini memang terbilang banjir sentimen negatif. Morgan Stanley resmi menurunkan peringkat saham Indonesia dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) dari equal-weight (EW) menjadi underweight (UW). Keputusan ini didasarkan pada prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang melemah serta meningkatnya tekanan terhadap profitabilitas sektor siklikal.

Dalam laporan terbarunya, Morgan Stanley menyoroti bahwa return on equity (ROE) saham-saham di China mulai pulih berkat efisiensi operasional dan perbaikan neraca keuangan, sementara Indonesia justru menghadapi perlambatan ekonomi yang berdampak negatif pada sektor siklikal.

Sementara itu tekanan terhadap sektor perbankan seiring dengan mencuatnya kembali isu likuiditas. Data Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa dana pihak ketiga (DPK) perorangan terkontraksi 2,6% yoy pada Januari 2025, lebih dalam dibandingkan kontraksi 2,1% yoy pada Desember 2024. Sebaliknya, DPK korporasi tumbuh 14,2% yoy, menunjukkan adanya pergeseran likuiditas di pasar keuangan.

Kontraksi DPK perorangan itu terjadi di tengah upaya industri perbankan Tanah Air mencari dana murah untuk menjaga profitabilitas tahun ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |