Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam situasi ekonomi global yang semakin tidak menentu, kekuatan sejati sebuah negara tidak hanya ditentukan oleh teknologi atau militer, tetapi juga oleh aset yang paling tua dan paling stabil dalam sejarah manusia yaitu emas.
Laporan terbaru dari The Daily Galaxy mengungkap bahwa empat negara mendominasi kepemilikan emas dunia, menyimpan ribuan ton logam mulia sebagai cadangan strategis.
Cadangan ini bukan sekadar simbol kekayaan, melainkan alat vital untuk menjaga stabilitas ekonomi, memperkuat mata uang nasional, dan menghadapi krisis global. Namun, yang mengkhawatirkan: negara-negara ini semakin menjauh dari ketergantungan terhadap dolar AS, mempersiapkan diri untuk masa depan ekonomi multipolar.
Amerika Serikat: Dominasi Lama yang Masih Bertahan
Amerika Serikat (AS) masih menduduki posisi tertinggi dalam kepemilikan emas global, dengan lebih dari 8.133 ton emas disimpan dalam fasilitas super-aman seperti Fort Knox.
Jumlah ini jauh melampaui negara mana pun. Walau nilai dolar AS sering berfluktuasi, emas menjadi penyeimbang yang membuat mata uang tersebut tetap dominan di pasar global. Ironisnya, cadangan emas ini sering kali tidak dibahas dalam wacana publik seputar kekuatan ekonomi AS, padahal nilainya kini melebihi $500 miliar - lebih dari separuh total PDB negara berkembang seperti Indonesia.
Jerman: Repatriasi Diam-diam sebagai Strategi Geopolitik
Jerman menempati posisi kedua dengan 3.351 ton emas, sebagian besar telah dipulangkan dari penyimpanan luar negeri sejak 2013.
Gerakan ini tampak sebagai strategi terselubung Berlin untuk mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan Anglo-Saxon, sembari memperkuat otonomi dalam menghadapi ketidakpastian Uni Eropa. Dalam bayang-bayang krisis energi dan geopolitik Eropa Timur, emas Jerman menjadi jaminan kestabilan fiskal yang jarang dibicarakan.
Italia: Stabilitas dalam Bayang-Bayang Krisis Ekonomi
Italia menyimpan sekitar 2.451 ton emas, namun sering diabaikan dalam diskusi ekonomi Eropa.
Padahal, cadangan emas ini menjadi penopang saat negara tersebut dilanda krisis utang. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lemah dan ketergantungan tinggi pada sektor informal, emas menjadi "penyelamat diam" yang menjaga kestabilan euro dan kredibilitas fiskal negara tersebut.
Cina: Strategi Emas untuk Melawan Dominasi Dolar
Kejutan terbesar datang dari Cina. Dengan 2.279 ton emas - dan terus bertambah - Beijing menjalankan kebijakan sistematis untuk meningkatkan kepemilikan logam mulia.
Ini bukan hanya strategi ekonomi, tetapi juga geopolitik. Emas menjadi bagian dari upaya untuk memperkuat yuan sebagai mata uang alternatif terhadap dolar AS. Ditambah cadangan devisa lebih dari $3 triliun, Cina tampak siap menciptakan tatanan ekonomi global yang baru, di mana emas dan bukan dolar menjadi jangkar stabilitas.
Dunia Menuju Era "Back to Gold"?
Laporan ini menegaskan bahwa negara-negara besar tidak sekadar memercayai sistem moneter modern berbasis fiat, melainkan secara aktif mempertahankan dan menambah cadangan emas mereka. Fakta ini seolah menyindir negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang justru lambat dalam memanfaatkan emas sebagai bagian dari ketahanan ekonomi nasional.
Di saat sistem keuangan digital, kripto, dan AI mendominasi perbincangan publik, realitas menunjukkan bahwa negara-negara terkuat justru kembali ke prinsip lama: siapa yang memegang emas, memegang kekuasaan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)