Waspada! Pornografi Awal Bencana, Banyak Studi Beberkan Efek Bahayanya

2 days ago 8
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai penelitian telah menjadikan menonton film porno sebagai objek. Hasilnya, menonton film porno disebut dapat memicu kecanduan dan memiliki dampak buruk bagi kesehatan termasuk merusak otak bagian lobus frontalis.

Pendapat lain, seperti dilansir Science Alert, terapis perkawinan dan keluarga berlisensi Danielle Sukenik mengatakan, ada berbagai tantangan kesehatan mental bagi mereka yang kecanduan pornografi. Termasuk mood yang mudah berubah, mudah emosi, sulit mengambil keputusan, serta perilaku kompulsif dan impulsif.

Orang dengan kecanduan pornografi juga mengalami kesulitan mengurangi atau mengendalikan penggunaan pornografi meskipun hal itu membahayakan kehidupan mereka.

Studi tahun 2022 menemukan, 54% dari anak muda mengaku telah terpapar pornografi sebelum usia 13 tahun, dan 15% pada usia 10 tahun atau lebih muda. Sekitar 58% mengatakan mereka secara tidak sengaja menemukan materi pornografi.

Paparan pornografi pada anak muda dapat mengganggu kepribadian dan impuls yang lebih tinggi.

Mereka yang terpapar pornografi pada usia lebih dini juga dapat berakhir dengan pandangan yang tidak realistis tentang perilaku dan keyakinan seksual, serta eksplorasi seksual lebih awal dibandingkan dengan mereka yang tidak.

Penggunaan pornografi dapat memiliki efek yang lebih mendalam pada perkembangan otak. Ini karena otak remaja mengalami perkembangan yang cepat, dan koneksi sedang dibentuk dan ditata ulang dengan kecepatan tinggi selama masa remaja, sebuah konsep fisiologis yang disebut neuroplastisitas.

Sebuah studi tahun 2021 yang melibatkan hampir 11.000 remaja Eropa berusia antara 14 dan 17 tahun menemukan, mereka yang terpapar pornografi cenderung terlibat dalam pelanggaran aturan dan perilaku agresif.

Karena itu, penting keterlibatan orang tua dalam aktivitas internet anak-anak mereka.

Perubahan Otak di balik Konsumsi Pornografi

Meskipun beberapa penelitian yang paling relevan dilakukan satu dekade lalu atau lebih, penelitian tersebut tetap sangat relevan. Melakukan penelitian di bidang ini bisa jadi sulit karena pengecualian Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) terhadap "kecanduan" pornografi sebagai gangguan serta sifat topik yang sensitif.

Eksperimen terkontrol pada manusia, khususnya jenis ini, pada dasarnya tidak etis, oleh karena itu penelitian bergantung pada survei dan laporan.

Sebuah studi tahun 2015 dan salah satu studi pemindaian otak pertama pada pengguna pornografi pria menemukan korelasi antara penggunaan pornografi dan berkurangnya materi abu-abu di bagian sistem penghargaan otak yang terlibat dalam motivasi dan pengambilan keputusan.

Studi tersebut juga melaporkan respons yang lebih rendah terhadap pornografi dan rangsangan seksual lainnya karena desensitisasi.

Pola ini kemungkinan besar disebabkan oleh konektivitas yang lebih rendah antara korteks prefrontal atau bagian otak yang membuat keputusan dan penghargaan karena semakin banyak pornografi yang dikonsumsi. Hal ini menyebabkan peningkatan keinginan dan impulsivitas untuk mencapai tingkat penghargaan sebelumnya di otak.

Studi lain menemukan, ada kecenderungan orang yang sebelumnya menganggap pornografi menjijikkan, setelah melihat konten porno malah mencari konten yang lebih ekstrem.

Pornografi Bawa Bencana Bagi Hubungan

Memang, ada penelitian yang menemukan, menonton film porno dapat memberikan dukungan positif terhadap eksplorasi seksualitas pada pasangan, termasuk peningkatan kualitas dan frekuensi seks, tapi penelitian menyoroti dampak negatifnya pada hubungan intim.

Namun, di sisi lain, menonton film porno sering dikaitkan dengan berkurangnya kepuasan dan stabilitas hubungan. Juga, tingkat perselingkuhan yang lebih tinggi, tingkat komitmen yang lebih rendah, meningkatnya keterpisahan secara emosional, dan hilangnya kepercayaan.

Hasil survey tahun 2011 mencatat, responden wanita justru mengaku lebih menyukai film porno daripada berhubungan dengan pasangannya. Dan responden pria mengaku menjadi kurang terangsang. 

Satu dekade kemudian, survey tahun 2021 menemukan, konsumsi pornografi dan disfungsi seksual memiliki kaitan erat. Terungkap, lebih dari 20% responden pria muda berusia 18-35 tahun yang aktif secara seksual mengaku mengalami disfungsi ereksi pada bulan sebelum kuesioner diajukan.

Lantas Apa Solusi Mengatasi Kecanduan Pornografi?

Karena penggunaan pornografi sering dikaitkan dengan rasa malu dan kerahasiaan, penting bagi pasangan yang terkena dampak ini membahasnya secara terbuka agar dapat mengatasi tantangan dan bekerja sama sebagai satu tim.

Berbicara dengan orang-orang terkasih dan dukungan terpercaya, seperti teman dekat, tentang masalah-masalah sulit diketahui dapat mengurangi rasa malu, membuat topik-topik tabu lebih mudah didekati.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Ada Perang Tarif AS Vs China, Pengusaha Parfum Curhat Ini

Next Article 6 Kebiasaan Buruk yang Bisa Bikin IQ Turun & Otak Tumpul

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |