Jakarta, CNBC Indonesia - Strategi mencari perusahaan sehat menjadi lebih penting di tengah kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih dalam tren turun.
Perlu diakui, pergerakan IHSG juga cenderung volatil akhir-akhir ini dan masih belum keluar dari tren turun. Sehingga, mayoritas saham-saham di bursa saham kita masih rawan mengalami gejolak lebih lanjut.
Di sini salah satu strategi yang bisa dilakukan adalah bottom up, pendekatan investasi yang berfokus pada analisis perusahaan individual, dibandingkan kondisi makro secara keseluruhan.
Kami meyakini bahwa perusahaan yang sehat adalah perusahaan yang memiliki kemampuan secara fundamental untuk menghadapi kondisi ekonomi loyo saat ini.
Kami mengasumsikan kesehatan secara fundamental bisa didapatkan salah satunya berdasarkan jumlah kas perusahaan dan setara kas-nya dibandingkan nilai pasar saham-nya (Cash per share).
Indikator ini punya beberapa fungsi untuk menilai perusahaan seperti berikut :
1. Menilai Likuiditas Perusahaan
Semakin tinggi nilai cash per share, semakin baik posisi likuiditas perusahaan, yang berarti perusahaan memiliki cukup uang tunai untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
2. Mengukur Keamanan Keuangan
Investor dapat melihat apakah perusahaan memiliki cukup kas untuk bertahan dalam kondisi ekonomi yang sulit atau melakukan ekspansi tanpa harus bergantung pada utang tambahan.
3. Indikator Dividen dan Ekspansi Potensial
Jika cash per share tinggi, ada kemungkinan perusahaan memiliki kapasitas lebih besar untuk membayar dividen kepada pemegang saham. Atau, bisa juga digunakan untuk potensi ekspansi ke proyeksi yang lebih potensial ke depan untukmemperluas skala bisnis dan tujuannya tentu untuk meraih profit lebih banyak.
4. Jadi Indikator Valuasi Saham
Cash per share juga bisa digunakan untuk menentukan valuasi murah atau mahalnya suatu saham.
Akan menarik jika cash per share tinggi bahkan melampui nilai pasar saham perusahaan itu sendiri, yang berarti sahamnya sedang murah lantaran secara teoritis memiliki lebih banyak kas daripada harga yang dibayar investor untuk membelinya.
Berdasarkan indikator itu, kami kemudian mengklasifikan 10 saham yang kami nilai punya cash per share tinggi dan menarik untuk diperhatikan.
Sebagai catatan dulu, dari data kami tidak memasukan perbankan karena tidak terlalu relevan untuk menilai berdasarkan cash per share.
Lalu, patut dipahami juga bahwa dari di atas ada tiga perusahaan yang bergerak di bidang batu bara yakni PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), dan PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP).
Tiga perusahaan itu bisa dibilang punya ketahanan baik dalam hal kas yang besar. Terutama, AADI yang baru saja IPO jadi punya banyak kas yang bisa digunakan sesuai dengan tujuan listing di bursa.
Ketahanan kas yang besar memang akan membuat mereka lebih tahan terhadap tantangan industri batu bara saat ini. Karena perlu diakui, tahun ini cukup berat sektor energi fosil ini lantaran harga acuan yang terus turun dan potensi ke bawah US$ 100 per ton.
Industri ini kini menantikan pemangkasan tarif royalti yang harapannya bisa memberikan ruang yang lega bagi cash cost perusahaan yang makin terkikis penurunan harga.
Sementara itu, dari 10 daftar perusahaan dengan kas per lembar tertinggi ini kami melihat ada dua perusahaan menarik yang masih bisa dinilai murah.
Pertama, ada emiten yang memiliki bisnis layanan travel, PT Bayu Buana Tbk (BAYU) yang tercatat punya nilai kas dan setara kas sampai September senilai Rp607,67 miliar, naik 12,85% dari posisi akhir tahun lalu.
Dari nilai itu, perusahaan menghasilkan kas per lembar sebanyak Rp1.729, lebih tinggi dari harga pasar saat ini (5/3/2025) di Rp1.260 per lembar. Menariknya dari BAYU mereka tidak punya utang bank dan obligasi, jadi mereka terhindar dari risiko suku bunga tinggi.
Kedua, ada PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS), perusahaan pelayaran yang berfokus pada energi, khususnya batubara.
MBSS ini menarik karena punya nilai kas per share sudah lebih tinggi dari harga saham-nya sekarang yang menunjukkan bahwa valuasinya masih murah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.(tsn/tsn)