Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menolak upaya Amerika Serikat (AS) untuk melemahkan sikap Majelis Umum terkait perang Rusia di Ukraina, memberikan kemenangan diplomatik bagi Kyiv dan sekutu Eropa.
Keputusan ini muncul di tengah upaya Presiden Donald Trump untuk menengahi perdamaian, yang justru menimbulkan ketegangan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan memicu kekhawatiran di antara negara-negara Eropa bahwa mereka akan disingkirkan dari proses perundingan damai.
Dilansir Reuters, Majelis Umum PBB, yang terdiri dari 193 negara anggota, menggelar pemungutan suara atas dua rancangan resolusi yang bertentangan, satu disusun oleh AS dan satu lagi oleh Ukraina serta negara-negara Eropa, untuk menandai tiga tahun sejak Rusia menginvasi Ukraina.
Namun, AS justru terpaksa abstain dalam pemungutan suara atas resolusinya sendiri setelah negara-negara Eropa berhasil mengubah rancangan Washington dengan menambahkan dukungan eksplisit terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persatuan, dan integritas wilayah Ukraina, sebuah prinsip yang selama ini ditegaskan oleh PBB dalam konflik tersebut.
"Perang ini bukan hanya tentang Ukraina. Ini tentang hak fundamental setiap negara untuk ada, menentukan jalannya sendiri, dan hidup bebas dari agresi," tegas Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina, Mariana Betsa, sebelum pemungutan suara berlangsung, Senin (24/2/2025) malam.
Dalam pemungutan suara atas rancangan resolusi AS yang telah diamendemen, 93 negara mendukung, 73 abstain, dan 8 negara menolak, termasuk Rusia. Upaya Rusia untuk mengubah teks resolusi AS dengan memasukkan "akar penyebab" konflik juga gagal.
Sebelum pemungutan suara, Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shea, menuduh perubahan yang diusulkan oleh Eropa dan Rusia sebagai "perang kata-kata" yang tidak membantu mengakhiri perang.
"Amendemen ini hanya mengalihkan fokus dari tujuan utama resolusi ini, yaitu membangun konsensus yang kuat untuk menyerukan diakhirinya konflik ini," ujar Shea.
Selain itu, Majelis Umum juga mengadopsi resolusi yang dirancang oleh Ukraina dan negara-negara Eropa dengan hasil 93 suara setuju, 65 abstain, dan 18 menolak, termasuk dari Rusia, Korea Utara, dan Israel.
Perwakilan Rusia di PBB, Vassily Nebenzia, mengeklaim bahwa AS kini mulai menyadari betapa sulitnya mewujudkan perdamaian di Ukraina.
"Hari ini, rekan-rekan kami dari Amerika melihat sendiri bahwa jalan menuju perdamaian di Ukraina tidak akan mudah. Banyak pihak akan berusaha memastikan bahwa perdamaian tidak terjadi dalam waktu dekat. Tapi ini tidak boleh menghentikan kita," ujar Nebenzia.
Pertarungan Diplomatik AS Vs Eropa
AS awalnya mengusulkan resolusi singkat yang hanya terdiri dari tiga paragraf, mencakup kesedihan atas hilangnya nyawa akibat "konflik Rusia-Ukraina", pernyataan bahwa tujuan utama PBB adalah menjaga perdamaian dan menyelesaikan sengketa secara damai, dan seruan untuk segera mengakhiri konflik dan mencapai perdamaian abadi.
Namun, negara-negara Eropa menambahkan poin-poin krusial yang memperkuat posisi Ukraina, termasuk penyebutan bahwa perang ini adalah invasi skala penuh oleh Rusia terhadap Ukraina, menekankan bahwa perdamaian harus adil, menyeluruh, dan sesuai dengan Piagam PBB, serta reafirmasi dukungan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina.
Perubahan ini membuat AS dalam posisi sulit. Jika mereka tetap mendukung resolusinya sendiri, mereka akan terlihat menyetujui sikap yang lebih keras terhadap Rusia-sesuatu yang Trump ingin hindari dalam upayanya menegosiasikan perdamaian.
Namun, jika AS menentang atau mencoba menahan amandemen Eropa, mereka akan tampak mengabaikan sekutu tradisional mereka.
Akhirnya, AS memilih untuk abstain, sebuah langkah yang mencerminkan kebingungan diplomatik mereka dalam menangani perang Ukraina.
Duta Besar Kanada untuk PBB, Bob Rae, menekankan pentingnya resolusi yang tetap berpegang pada prinsip keadilan.
"Dunia menginginkan perdamaian. Ukraina menginginkan perdamaian," katanya.
"Pertanyaannya adalah, perdamaian seperti apa? Apakah perdamaian berdasarkan keadilan, Piagam PBB, dan prinsip-prinsip yang kita junjung? Atau perdamaian yang dihasilkan dari pemaksaan?"
Voting Dewan Keamanan PBB
Selanjutnya, Dewan Keamanan PBB, yang terdiri dari 15 anggota, termasuk lima negara dengan hak veto (AS, Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Prancis), akan mengadakan pemungutan suara atas teks yang sama yang telah diperdebatkan di Majelis Umum.
Anggota Dewan Keamanan dari Eropa diperkirakan akan mengusulkan perubahan serupa terhadap teks AS, tetapi seorang pejabat dari Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa Washington siap memveto setiap amandemen yang diajukan.
Langkah ini menunjukkan bahwa meskipun AS terlihat goyah di Majelis Umum, mereka tetap berusaha menjaga kendali atas resolusi di Dewan Keamanan, di mana mereka memiliki kekuatan veto yang dapat menghalangi keputusan yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Salahkan Ukraina Atas Perang Dengan Rusia
Next Article Pasukan Putin Menuju Kemenangan, Rusia Duduki Kota Penting Ukraina