Terungkap! Begini Awal Cerita Kenapa Babi Dilarang di Tanah Arab

3 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Agama-agama besar dunia yang berasal dari Timur Tengah atau Jazirah Arab, yakni Yahudi, Islam, dan Kristen, sama-sama melarang pengikutnya memakan babi. Namun, ada juga penganut Kristen yang tetap mengonsumsinya.

Sebenarnya, hitung mundur ke ribuan tahun lalu, babi bukan hewan asing di Timur Tengah. Tim peneliti dari Kiel University, Jerman, dalam riset "Insights Into Early Pig Domestication Provided by Ancient DNA Analysis" (2017) menyebut, justru di sanalah, tepatnya di kawasan Mesopotamia, babi pertama kali dijinakkan atau domestikasi pada 8.500 Sebelum Masehi (SM). Baru setelah itu babi-babi dibawa ke Eropa untuk dikembangbiakkan.

Akibat pertama kali dijinakkan di Timur Tengah, babi juga menjadi bahan makanan. Catatan arkeologi dari tahun 5.000-2.000 SM mengungkap masyarakat Timur Tengah memelihara babi sebagai sumber makanan.

Mereka merawat babi selama berbulan-bulan sebelum akhirnya dipotong untuk dijadikan sumber protein utama yang lezat dan bergizi. Posisi babi sebagai sumber makanan menyaingi popularitas hewan ternak lain. Namun, kebiasaan mengonsumsi babi berubah sekitar tahun 1.000 SM. Sejak saat itu, pemeliharaan dan konsumsi babi terus menurun drastis.

Setidaknya ada dua pendapat berbeda soal peralihan konsumsi masyarakat Jazirah Arab dari babi ke hewan ternak lain.

1. Ancaman Ekologi

Pendapat ini diutarakan Antropolog Marvin Harris dalam Sapi, Babi, Perang, dan Tukang Sihir (2019) yang mengaitkan babi terhadap keutuhan ekosistem alami dan budaya Timur Tengah.

Menurutnya, babi adalah hewan yang banyak menyita sumber daya dibanding manusia dan hewan ternak lain.  Seekor babi membutuhkan 6.000 liter air untuk berkembangbiak. Angka ini baru satu ekor babi. Jika dalam 1 peternakan ada 100 babi, maka semuanya membutuhkan 600.000 liter air.

Kita tahu di Timur Tengah mayoritas wilayahnya adalah gurun yang kering kerontang. Tentu, ratusan ribu liter air tersebut akan lebih bermanfaat jika digunakan manusia untuk menjalani kehidupan. Alhasil, masyarakat Arab lebih mengalihkan air untuk kehidupan sendiri dibanding buat kebutuhan peternakan babi.

"Babi mungkin enak, tetapi memberi makan binatang itu dan menjaganya tetap sejuk akan terlalu banyak menyita sumber daya," ungkap Marvin Harris.

Selain itu, babi juga pemilih dalam makanan. Dia tak bisa memakan rumput. Untuk mengejar bobot berat, babi harus diberi makan kacang-kacangan, buah-buahan, hingga gandum. Masalahnya, seluruh makanan tersebut juga dikonsumsi manusia. Praktis, manusia di Arab lebih memilih mengalihkan kacang hingga gandum untuk konsumsi pribadi dibanding memberinya buat babi.

Atas alasan ini Marvin Harris mengaitkan pelarangan babi disebabkan oleh alasan ekologi. 

2. Kemunculan Ayam

Pendapat ini diutarakan Sejarawan Richard W. Redding dalam "The Pig and the Chicken in the Middle East" (2015). Richard tak mengamini pendapat Harris sepenuhnya, tetapi dia membenarkan bahwa babi adalah hewan yang membutuhkan cukup banyak air untuk bertahan hidup.

Kebutuhan besar ini menjadi halangan terhadap budaya hidup berpindah-pindah alias nomaden masyarakat Arab. Saat berpindah tempat, babi tak cocok untuk ikut berpergian karena butuh banyak air untuk bertahan hidup. Dia harus hidup di tempat yang terlalu kering dan dialiri air dengan mudah. Masalahnya masyarakat terkadang tak pergi ke tempat seperti itu. 

Bagi Richard, menghilangnya babi dari meja makan orang Arab bukan semata-mata faktor ekologi, melainkan berkat kemunculan ayam.

Mayoritas rumah tangga Arab menilai ayam punya perawatan lebih mudah. Ayam hanya butuh 3.500 liter air untuk bisa dapat 1 Kg daging. Lalu, ayam juga dianggap sebagai sumber protein ideal. Ukurannya yang kecil membuatnya bisa langsung disantap sampai habis.

Tentu, berbeda dengan babi yang memiliki sisa dan cenderung dibuang sebab saat itu tak ada sistem pengawetan makanan. Belum lagi, ayam juga menghasilkan produk sekunder, yakni telur. Telur ini juga menjadi salah satu sumber protein rumah tangga.

Atas dasar ini, dengan pilihan menghidupi ayam atau babi, manusia praktis memilih ayam sebagai hewan ternak. 

"Dalam keadaan seperti ini, ayam jadi sumber protein utama. [...] Hal ini membuat babi menjadi tidak diperlukan lagi," tulis Richard. 

Sejak saat itu, babi perlahan tak jadi hewan ternak. Konsumsi hewan bertubuh gempal itu di kalangan penduduk Arab juga menurun. Meskipun tak 100% hilang sebab masih ada warga Timur Tengah menjadikan babi bahan makanan. 


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |