Jakarta, CNBC Indonesia - Rasio utang suatu negara menjadi hal penting yang patut dicermati. Indonesia sendiri pada dasarnya punya rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang masih aman dan relatif rendah apabila dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN.
Merujuk pada data International Monetary Fund (IMF) untuk periode 2024, general government gross debt to GDP bagi Indonesia sendiri berada di angka 40,2%. Angka ini masih dalam batas aman rasio utang terhadap PDB yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD tidak melebihi 60% dari PDB tahun yang bersangkutan.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga, posisi Indonesia hanya kalah dari Brunei Darussalam, Kamboja, dan Vietnam dengan rasio utang terhadap PDB masing-masing sebesar 2,3%, 26,6%, dan 32,9%.
Sementara rasio utang terhadap PDB paling besar di ASEAN yakni negara Singapura dengan angka 174,3%.
Kendati rasio utang terhadap PDB Indonesia masih relatif aman, namun pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 menargetkan rasio utang sebesar 39,15% terhadap PDB pada 2025.
Adapun, dalam dokumen Laporan Kinerja DJPPR 2024, Kementerian Keuangan sendiri memastikan bahwa pemerintah akan terus mengambil kebijakan pengendalian rasio utang terhadap PDB pada level yang aman.
Ditambah dengan pengelolaan yang baik seperti mempertimbangkan kemampuan membayar kembali, keserasian antara komposisi aset dan utang valas, serta parameter risiko keuangan negara lainnya.
Rasio Utang Singapura
Rasio utang bruto terhadap PDB adalah ukuran umum untuk menilai posisi keuangan suatu negara, termasuk Singapura. Kendati pada Desember 2023 rasio utang bruto Singapura mencapai 171%, angka tersebut tidak mencerminkan kondisi keuangannya secara menyeluruh.
Singapura memiliki aset keuangan yang jauh lebih besar daripada utangnya. Hal ini memungkinkan negara tersebut mempertahankan peringkat kredit tertinggi (triple-A) dari lembaga pemeringkat internasional seperti S&P, Moody's, dan Fitch. Kelebihan aset ini membentuk cadangan negara yang diinvestasikan untuk menghasilkan keuntungan finansial jangka panjang. Pada Tahun Anggaran 2022, sebagian hasil investasi ini, sebesar US$22,4 miliar, digunakan untuk mendukung anggaran pemerintah melalui Kontribusi Hasil Investasi Bersih.
Pemerintah Singapura memiliki neraca keuangan yang kuat tanpa utang bersih, dengan aset yang secara signifikan melampaui jumlah pinjaman. Cadangan negara diinvestasikan untuk memperoleh imbal hasil yang stabil, bahkan saat pemerintah menerbitkan obligasi SINGA guna membiayai infrastruktur nasional. Sebagian besar pinjaman pemerintah, melalui GSA, dialokasikan untuk investasi, bukan pengeluaran langsung.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)