Tata Kelola Minyak RI Tersengat Korupsi, Bahlil Buka Suara

2 weeks ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia buka suara perihal kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Bahlil menyebutkan pihaknya saat ini menghargai proses hukum yang sedang dijalani oleh pihak yang berwajib. Pihaknya juga menghargai praduga tak bersalah terhadap kasus yang saat ini tengah diselidiki.

"Kami dari Kementerian ESDM sangat menghargai proses hukum yang terjadi. Ya kita harus menghargai dan menyerahkan semuanya kepada teman-teman aparat penegak hukum yang melakukan itu. Dengan sudah barang tentu kita juga menghargai praduga tak bersalah," jelasnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Menyangkut perihal hasil minyak bumi yang diolah menjadi bahan bakar minyak, lanjut Bahlil, pihaknya menyadari bahwa perlu ada perbaikan pada tata kelola yang ada saat ini, salah satunya, membenahi perizinan impor BBM yang dibuat evaluasi per tiga bulan sekali.

"Yang kedua, menyangkut dengan RON 90, RON 92, memang kita, saya kan jujur katakan dari awal, bahwa begitu saya masuk ke Kementerian ESDM, saya melihat ini, maka penting perlu adanya perbaikan penataan. Nah, makanya sekarang di izin-izin impor kita terhadap BBM, tidak satu tahun sekaligus, kita bikin per enam bulan supaya ada evaluasi per tiga bulan," tegasnya.

Ke depan, pihaknya tidak akan memberikan izin ekspor minyak bumi yang dihasilkan dalam negeri. Sebab, hasil minyak akan diolah seluruh di kilang dalam negeri.

"Nanti yang tadinya itu nggak bisa diolah di dalam negeri, sekarang kita minta harus diolah di dalam negeri. Dengan cara bagaimana? Memblending antara kualitas minyak bagus dengan minyak yang setengah bagus. Itu di-blending agar spek di refinery kita itu masuk," tandasnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, dari proses penyidikan, selain pemeriksaan saksi dan ahli, Tim Penyidik telah memiliki adanya alat bukti cukup berupa penyitaan terhadap 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik.

Berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, Tim Penyidik menetapkan 7 orang Tersangka yakni sebagai berikut:

1. RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

2. SDS selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional.

3. YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

4. AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

5. MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

6. DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.

7. GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

"Setelah dilakukan pemeriksaan Kesehatan dan telah dinyatakan sehat, lalu Tim Penyidik melakukan penahanan terhadap para Tersangka selama 20 hari ke depan," ungkap Harli.

Adapun kasus posisi dalam perkara ini yaitu:

  • Dalam periode 2018 s.d. 2023 pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri dan Pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari Kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi. Hal itu sebagaimana tegas diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri;
  • Namun berdasarkan fakta penyidikan, Tersangka RS, Tersangka SDS, dan TersangkaAP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness/produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor;
  • Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan fakta sebagai berikut:
  • Produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masih masuk range harga HPS;
  • Produk minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan alasan spesifikasi tidak sesuai (kualitas) kilang, tetapi faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai kualitas kilang dan dapat diolah.dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya.
  • Saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan berbagai alasan, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan penjualan keluar negeri (ekspor);
  • Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
  • Untuk kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya pemufakatan jahat (mens rea) antara Penyelenggara Negara (Tersangka SDS, Tersangka AP, Tersangka RS, dan Tersangka YF) bersama DMUT/Broker (Tersangka MK, Tersangka DW, dan Tersangka GRJ)sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur yang bertujuan mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara;
  • Pemufakatan tersebut, diwujudkan dengan adanya tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (Spot) yang tidak memenuhi persyaratan dengan cara:
  • Tersangka RS, Tersangka SDS dan Tersangka AP memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum;
  • Tersangka DM dan Tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan Tersangka AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari Tersangka SDS untuk impor minyak mentah dari Tersangka RS untuk impor produk kilang.
  • Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan;
  • Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh Tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13% s.d. 15% secara melawan hukum sehingga Tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut;
  • Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN;
  • Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun, yang bersumber dari komponen sebagai berikut:
  • Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun.
  • Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
  • Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.
  • Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun.
  • Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

"Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," paparnya.


(pgr/pgr)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Hormati Hukum, Pertamina Jamin Layanan Energi Tetap Optimal

Next Article Bahlil Sebut Banyak 'Setan' Ganggu Proyek Kebanggaan Jokowi

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |