Jakarta, CNBC Indonesia - Sumatra ternyata menyimpan harta karun legendaris yang sejak berabad-abad lalu diburu warga China. Harta karun itu dikenal sebagai "air liur naga", benda yang diyakini membawa keberuntungan dan kekayaan. Tapi, belakangan itu terungkap sebagai ambergris atau muntahan ikan paus.
Istilah air liur naga sejatinya merupakan hiperbola dalam kepercayaan masyarakat China. Naga adalah makhluk mitologis, tetapi menempati posisi istimewa sebagai simbol kekuatan, kemakmuran, dan berkah hidup. Karena itu, segala benda yang dikaitkan dengan naga selalu bernilai tinggi dan diburu.
Selama ratusan tahun, air liur naga hidup dalam imajinasi masyarakat China. Benda ini diyakini berasal dari tetesan air liur naga yang jatuh di sebuah pulau terpencil nan misterius. Menemukannya dianggap sebagai jalan menuju kekayaan, meski risikonya besar dan menuntut taruhan nyawa.
Tentara China abad ke-15, Fei Xin, sebagaimana dikutip W.P. Groeneveldt dalam Nusantara dalam Catatan Tionghoa (2009), mencatat banyak pelayar tewas dalam perburuan tersebut. Risiko tinggi inilah yang membuat harga air liur naga melambung. Satu kepal benda itu disebut bernilai 192 keping uang emas, angka fantastis pada masanya.
Selama itu pula, masyarakat China hanya mengenal air liur naga lewat deskripsi. Wujudnya disebut berwarna hitam kekuningan, berbau amis, dan mengeras seiring waktu. Asal-usulnya tetap menjadi misteri.
Baru ketika pengetahuan dan teknologi berkembang, tabir misteri itu mulai tersingkap. Lokasi "harta karun" air liur naga ternyata berada di wilayah Nusantara, tepatnya di Pulau Sumatera. Dalam tafsiran Groeneveldt, lokasi yang dimaksud adalah Pulau Weh di ujung barat Sumatra, yang kini menjadi bagian dari Aceh.
Seiring terungkapnya fakta tersebut, satu hal lain pun menjadi jelas, yakni naga hanyalah mitos. Istilah "air liur naga" rupanya merupakan sebutan hiperbolis untuk ambergris, yakni muntahan ikan paus.
Minat besar warga China terhadap ambergris ditegaskan oleh banyak sejarawan. Sumatra sejak lama dikenal sebagai surga ambergris yang memicu arus perdagangan intens antara kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan China dan berbagai wilayah lain. Ambergris bahkan kerap dijadikan upeti ke Negeri Tirai Bambu.
Penjelajah asal Skotlandia David Brewster, dalam The Edinburgh Encyclopaedia yang terbit berkala pada 1808-1830, mencatat ambergris dari Sumatera telah diperdagangkan sejak abad ke-15. Hal ini dibuktikan dengan jalinan ekspor antara kerajaan-kerajaan kuno di Sumatra dengan Dinasti Ming China.
Sejak saat itu, para penjelajah China terus berburu ambergris. Namun, pencariannya tetap tidak mudah. Muntahan ikan paus tak bisa diprediksi kapan muncul dan di mana lokasinya. Kelangkaan inilah yang membuat ambergris terus bernilai mahal dan diburu banyak orang.
Tak hanya diminati di Asia, ambergris Sumatra kemudian menjadi komoditas global. Konon, ambergris dari pulau di barat Indonesia ini sangat dicari karena kualitasnya disebut-sebut sebagai yang terbaik di dunia.
Hingga kini, ambergris tetap menjadi benda bernilai tinggi. Harga per kilogramnya bisa menembus lebih dari Rp500 juta. Nilai fantastis tersebut muncul karena permintaan sangat tinggi, sementara pasokannya amat langka. Ambergris digunakan dalam berbagai industri. Mulai dari kuliner, parfum, hingga obat-obatan.
(mfa/luc)

2 hours ago
1

















































