SKK Migas Beberkan Beda Cost Recovery dan Gross Split

2 weeks ago 16

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membeberkan pemerintah saat ini menerapkan dua skema kontrak. Terutama dalam pengelolaan wilayah kerja (WK) minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.

Adapun, kedua skema kontrak tersebut diantaranya yakni Production Sharing Contract (PSC) dengan mekanisme Cost Recovery dan PSC dengan mekanisme Gross Split.

Skema Cost Recovery

Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto menjelaskan bahwa skema Cost Recovery sejatinya sudah lama diterapkan di Indonesia. Skema ini mengatur bahwa sebelum Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mendapatkan bagiannya, pemerintah terlebih dulu mengambil First Tranche Petroleum (FTP) dengan besaran 5%-20%.

"Jadi, dari gross production itu sebelum kita potong untuk pembayaran biaya, kita ambil dulu semacam royalti begitu. Kita kenal kalau di oil and gas adalah first trans petroleum. Kalau di pertambangan itu royalti," ujar Djoko dalam RDP bersama Komisi XII DPR RI, Kamis (27/2/2025).

Menurut Djoko, FTP dapat langsung masuk 100% ke kantong pemerintah atau dibagi antara pemerintah dan kontraktor. Hal ini tergantung dari besaran nilai produksi dan kesepakatan yang ada di dalam kontrak.

Setelah FTP tersebut dipotong, seluruh biaya operasi yang dikeluarkan oleh kontraktor akan dikembalikan melalui mekanisme Cost Recovery sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Setelah itu baru dibagi sesuai dengan perjanjian pembagian splitnya. Nah, pada umumnya untuk minyak itu negara dapat 85 persen, kontraktor dapat 15 persen. Tapi saat-saat ini itu cenderung kontraktor lebih besar karena kita bersaing dengan negara-negara lain," tambah Djoko.

Sementara itu, untuk gas, negara mendapatkan 70%, dan kontraktor mendapatkan 30%. Namun, saat ini kontraktor dapat mendapatkan bagian yang lebih besar karena persaingan dengan negara tetangga dalam memperebutkan investasi.

Lebih lanjut, dalam skema Cost Recovery, kontraktor juga diwajibkan menjual sebagian produksi mereka ke pasar domestik melalui mekanisme Domestic Market Obligation (DMO). Adapun, besaran DMO saat ini adalah 25% dari bagian kontraktor dengan mengikuti harga pasar.

"Itu volumenya sebesar 25 persen juga, itu wajib dijual ke dalam negeri yang bagian kontraktor. Nah, untuk gas itu negara dapat 51 persen, di awal kontraktor dapat 50 persen," kata dia.

Skema Gross Split

Sementara, pada skema Gross Split, sistem bagi hasil migas lebih sederhana dibandingkan dengan Cost Recovery. Dalam skema ini, hasil produksi langsung dibagi antara pemerintah dan kontraktor berdasarkan persentase yang telah ditetapkan, tanpa ada mekanisme penggantian biaya produksi.

"Nah, untuk base split-nya itu kalau untuk konvensional, negara langsung dapat 53 persen, kontraktor 47 persen. Semua biaya ditanggung oleh kontraktor. Nah, kontraktor itu di samping setelah membayar biaya sesuai dengan yang kontraktor keluarkan juga nanti profitnya kena pajak," kata dia.

Selain itu, DMO dalam skema Gross Split juga sudah sepenuhnya mengikuti harga pasar. Besaran volumenya tetap 25% dari bagian kontraktor. Adapun untuk gas, bagian negara dalam skema ini adalah 51%, sedangkan kontraktor mendapatkan 49%.

Meski demikian, Djoko juga membeberkan adanya mekanisme sliding scale, di mana kontraktor bisa mendapatkan tambahan split berdasarkan beberapa faktor. Salah satunya seperti lokasi yang berada di daerah remote.

"Itu tergantung dari jumlah cadangan, kemudian lokasi cadangan. Makin sulit, makin di laut dalam, makin di daerah remote, maka kontraktor akan mendapat tambahan split dari 47 persen split yang di awal. Juga harga minyak. Makin harga minyak rendah, maka kontraktor akan mendapatkan tambahan split yang lebih besar," katanya.

Djoko menilai kedua skema ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung pada keinginan kontraktor. "Nah, beberapa investor yang senang gross split itu mengatakan pengadaan misalnya barang dan jasanya itu bisa lebih cepat, karena tidak perlu mendapatkan approval dari SKK Migas," ujarnya.


(hsy/hsy)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Genjot Produksi Migas RI, DPR Lanjutkan Bahas Revisi UU Migas

Next Article Bos SKK Migas: Produksi Minyak Gak Boleh Turun Setetes Pun!

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |