Rupiah Masih Belum Aman!

1 week ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih belum aman, meskipun tengah dalam tren penguatan sejak pagi ini, Selasa (4/3/2025).

Kurs rupiah per pukul 10.29 WIB bertengger ke level Rp 16.430/US$ atau menguat 0,27% dari level penutupan perdagangan kemarin. Bahkan, telah mampu meninggalkan level terlemahnya pada Jumat pekan lalu di level Rp 16.575/US$.

Sejumlah ekonom menganggap tren penguatan rupiah ini masih bersifat sementara. Sebab, dari sisi eksternal, masih dipicu oleh pelemahan indeks dolar (DXY) yang telah turun 0,29% ke level 106,44.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, pergerakan indeks dolar yang melemah, hingga membuat kurs rupiah menguat dipicu oleh data PMI Manufaktur AS yang disurvei Institute for Supply Management (ISM) merosot ke level 50,3 pada Februari, dari sebelumnya di level 50,9 pada Januari.

"Lebih karena indeks dollar yang melemah. DXY bergerak melemah didorong data ISM yang lebih lemah di Amerika Serikat," kata David kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/3/2025).

David memperkirakan, dalam jangka pendek kurs rupiah masih akan bergerak di kisaran Rp 16.300-16.600/US$. Faktor pendorong penguatan dari sisi internal hanya sebatas tekanan inflasi yang rendah.

Kepala Riset Ekonomi Makro dan Market Permata Bank Faisal Rachman juga menegaskan, pergerakan kurs rupiah hari ini masih dipengaruhi sentimen pelaku pasar keuangan terhadap persoalan eksternal, khususnya dari AS. Termasuk soal ekspektasi makin lebarnya pemangkasan suku bunga AS.

"Penguatan Rupiah pagi ini didorong oleh sentimen risk-on terkait dengan ruang pemotongan suku bunga the Fed untuk tahun ini yang lebih lebar dari perkiraan awal atau naik dari 50 bps menjadi 75 bps," ucap Faisal.

Pemicu sentimen makin lebarnya penurunan suku bunga acuan Fed Fund Rate di AS itu dipengaruhi munculnya sentimen potensi kontraksinya pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I-2025, yang menandakan akan resesinya ekonomi AS.

"Laporan dari Atlanta Fed yang memperkirakan kontraksi PDB untuk ekonomi AS pada 1Q25, yang menimbulkan kekhawatiran terjadinya resesi di AS. Selain itu, PMI manufaktur Indonesia dan Tiongkok (partner dagang utama Indonesia) juga meningkat," tegasnya.

Dalam jangka pendek, Faisal mengakui memang ada katalis untuk penguatan Rupiah. Namun ke depan, ketidakpastian terkait perang dagang perlu sangat diantisipasi karena masih menjadi tekanan utama dalam pergerakan nilai tukar Rupiah ke depannya. Ia pun memperkirakan, kurs rupiah hari ini akan bergerak di kisaran Rp 16.400-16.500.

Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang juga memberikan pernyataan yang serupa. Ia turut menyinggung soal besarnya ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS The Fed karena pelemahan ekonomi.

Di sisi lain, aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri, hingga memberikan pasokan terhadap dolar AS sebatas pada perbaikan rating yang disampaikan JP Morgan untuk sejumlah emiten di pasar saham Indonesia.

"Jadi masih didorong oleh aliran dana asing dari bank global setelah peningkatan rating oleh JP Morgan. Selain itu, pelemahan imbal hasil (yield) obligasi AS akibat ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed turut menekan dolar," ucap Hosianna.

"Optimisme terkait potensi perdamaian Ukraina juga melemahkan dolar terhadap euro," tegasnya.

Ia menekankan, rupiah masih akan terus bergerak volatile ke depannya atau penguatan yang terjadi sepanjang hari ini masih bersifat temporer. Kurs rupiah menurutnya akan bergerak di kisaran Rp 16.430-16.500.

"Meski pasar obligasi Indonesia yakni INDOGB mengalami penguatan menjelang lelang besok, dengan minat tinggi dari investor asing," tutur Hosianna.


(arj/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Dagang di Awal Ramadan, Begini Proyeksi Rupiah & IHSG

Next Article Biang Kerok Rupiah Jeblok: Perang Israel!

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |