Rupiah Loyo Tak Kuasa Lawan Dolar, Ringgit Malah Tampil Ciamik!

2 hours ago 1

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia

20 December 2025 14:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menutup perdagangan sepekan ini melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), di tengah pergerakan mata uang Asia yang bergerak bervariasi.

Merujuk data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Jumat (19/12/2025), rupiah tertekan 0,15% ke posisi Rp16.735/US$. Level ini sekaligus menjadi yang terlemah dalam sebulan terakhir dan mengembalikan posisi rupiah menembus level psikologisnya di Rp16.700/US$.

Secara kumulatif sepekan, rupiah melemah 0,60% terhadap Greenback, sekaligus menjadi salah mata uang di Asia dengan pelemahan terbesar.

Di kawasan, yen Jepang mencatat pelemahan paling dalam setelah turun 1,25% dalam sepekan ini atau terdepresai ke posisi JPY 157,75/US$. Pelemahan juga terjadi pada dolar Taiwan yang melemah 0,54% ke TWD 31,504/US$.

Adapun, dolar Singapura juga melemah sebesar 0,09% ke SGD 1,2925/US$ dan won Korea 0,04% ke KRW 1.475,42/US$.

Berlawanan dengan nasib Rupiah, beberapa mata uang tetangga justru tampil kinclong. Rupee India menjadi primadona pekan ini dengan kenaikan signifikan 1,10%.

Mengekor di belakangnya, Peso Filipina dan Baht Thailand kompak menguat di atas setengah persen. Mata uang negara jiran, Ringgit Malaysia, juga sukses terapresiasi 0,46% ke level MYR 4,074/US$.

Tren positif ini ditutup oleh penguatan tipis Yuan China (0,20%) dan Dong Vietnam (0,14%) yang tetap mampu bertahan dari gempuran dolar AS.

Pergerakan mata uang Asia di pekan ini yang tidak sejalan terjadi seiring dengan faktor eksternal, khususnya dari pergerakan dolar AS di pasar global.

Indeks dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia menguat 0,20% ke 98,599 sepanjang sepekan ini. Hal ini menandakan dukungan terhadap dolar masih ada. Kondisi ini membuat ruang penguatan untuk sebagian mata uang Asia menjadi terbatas, dan memicu pergerakan yang tidak seragam di kawasan

Pelaku pasar juga merespons rilis data AS. Existing home sales naik tipis pada November, namun permintaan masih tertahan oleh ketidakpastian ekonomi dan suku bunga kredit rumah yang tetap tinggi.

Di saat yang sama, survei consumer sentiment University of Michigan tercatat lebih rendah dari konsensus, meski masih lebih baik dibanding November.

Gary Schlossberg, global strategist di Wells Fargo Investment Institute, menilai data terbaru memberi sinyal ekonomi AS berpotensi keluar dari fase perlambatan ringan, terlebih setelah inflasi konsumen (CPI) tercatat 2,7%. Meski begitu, ia mengingatkan angka CPI berpotensi terdistorsi oleh government shutdown 43 hari.

Namun ia menambahkan, bila inflasi memang mulai mereda dan "sementara" telah mencapai puncaknya, itu menjadi kabar baik bagi The Fed dan pada akhirnya bagi pasar meski reaksi pasar tetap bisa beragam.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |