Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia mengejar target pertumbuhan sebesar 8%. Target tersebut diharapkan bisa ditopang oleh sejumlah sektor, terutama digital.
Pemerintah optimis target itu bisa dicapai meski lembaga asing seperti World Bank atau Bank Dunia menganggap ekonomi Indonesia masih akan stagnan dengan tumbuh di kisaran 5,1% pada 2025-2026.
Target yang lebih optimistis juga disampaikan oleh Bank Indonesia (BI) yang memperkirakan bahwa Indonesia akan tumbuh dalam rentang 4,7-5,4%.
Target sebesar 8% sebenarnya bukan hal yang mustahil karena Indonesia pernah mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 8% pada periode 1996-1997 bahkan pernah mencapai 8,23% di tahun tersebut.
Sebagai catatan, Ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,03% pada 2024. Dalam tiga tahun terakhir (2022-2024), rata-ratanya tercatat sebesar 5,13%.
Dengan melihat realisasi pada tiga tahun terakhir maka perlu ada upaya yang benar-benar serius dalam memenuhi target pertumbuhan ekonomi 8%, termasuk dengan menghadirkan kebijakan struktural dan transformasi ekonomi.
Ekonomi Digital Jadi Motor Pertumbuhan Ekonomi RI
Upaya untuk mewujudkan pertumbuhan sebesar 8% akan membutuhkan bantuan banyak sektor, termasuk sektor digital.
Dengan berkembangnya digitalisasi serta meningkatnya kelas menengah, value ekonomi digital di Indonesia pada 2024 sangat besar. Laporan e-Conomy SEA 2024 yang dirilis oleh Google, Temasek, dan Bain & Company memperkirakan value ekonomi digital Indonesia mencapai sekitar US$90 miliar. Nilai tersebut bisa ditingkatkan ke angka US$120 miliar pada 2025 kemudian di 2030 bisa menembus US$200-360 miliar.
Foto: https://economysea.withgoogle.com/report
Nilai digital ekonomi RI
Di antara negara-negara Asia, Indonesia adalah salah satu negara yang terunggul dalam pengembangan ekonomi digital.
Laporan East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) juga menunjukkan daya saing digital Indonesia secara konsisten mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Skor EV-DCI 2024 meningkat sebesar 35,5% dari 27,9 pada 2020 menjadi 38,1.
Secara keseluruhan, peningkatan skor paling besar didorong oleh sub-indeks output, khususnya pilar kewirausahaan dan produktivitas. Pada pilar ini terjadi peningkatan penggunaan internet untuk keperluan pekerjaan dan pertumbuhan pinjaman fintech yang cukup merata di seluruh provinsi.
Kontribusi ekonomi digital Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga terus meningkat, dari 3,7% pada 2019 menjadi 5,8% pada 2023.
"(Kontribusi) diperkirakan akan mencapai 7,1% pada 2025, melampaui proyeksi ASEAN sebesar 6,6%," tulis East Ventures dalam laporannya.
Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia berlipat ganda, dengan Gross Merchandise Value (GMV) yang mencapai US$90 miliar pada 2024 atau naik 13% dibandingkan 2023 dan diekspektasikan tumbuh lebih dari 100% hingga 2030.
Peringkat daya saing Indonesia juga terus meningkat. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan International Institute for Management Development (IMD) pada 2023, daya saing digital Indonesia berada di peringkat 45 dari 64 negara, naik 15 peringkat dibandingkan 10 tahun lalu.
Upaya Pemerintah Dorong Ekonomi Digital
Keuangan digital, termasuk pembayaran dan layanan keuangan yang disampaikan melalui ponsel dan Internet dapat mengubah kehidupan dan prospek ekonomi individu, bisnis, meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), dan mewujudkan aspirasi inklusi keuangan menjadi kenyataan
Laporan dari McKinsey Global Institute (MGI), Digital finance for all: Powering inclusive growth in emerging economies, menunjukkan adopsi dan penggunaan keuangan digital yang luas dapat meningkatkan PDB di negara berkembang sebesar 6% atau sekitar US$ 3,7 triliun pada 2025. Penggunaan keuangan digital juga bisa menambah hingga 95 juta pekerjaan baru di seluruh sektor ekonomi.
Penelitian ini dengan menggunakan pemodelan ekonomi di tujuh negara berkembang yakni Brasil, China, Ethiopia, India, Meksiko, Nigeria, dan Pakistan.
Menyadari pentingnya peran digital dalam mendongkrak ekonomi, Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui pembentukan Komite Percepatan Transformasi Digital yang akan mengawal pelaksanaan tiga elemen penting digitalisasi, yakni digital ID, digital payment, dan data exchange.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini telah menyampaikan kesiapan sejumlah kementerian dalam melakukan transformasi digital.
Dalam melakukan transformasi ini, Rini menuturkan sejumlah aspek penting yang harus menjadi perhatian salah satunya infrastruktur publik digital ataudigital public infrastructure(DPI).
"Arahan Bapak Presiden, digitalisasi adalah suatu keharusan dalam tata kelola pemerintahan untuk memberikan kemudahan pelayanan bagi masyarakat," ujarnya usai rapat penyampaian rekomendasi Dewan Ekonomi Nasional (DEN) terkait percepatan pelaksanaan kebijakan strategis dan program prioritas di bidang ekonomi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (07/01/2025).
Menurutnya, implementasi pemerintah digital berbasis DPI di beberapa negara terbukti berhasil menyukseskan penanganan berbagai isu dan prioritas strategis pemerintah, termasuk dalam distribusi bantuan sosial dan subsidi secara tepat sasaran dan tepat pemanfaatan.
Saat ini 57 negara sudah mengimplementasikan sistem identitas digital, 93 negara sudah mengimplementasikan sistem pembayaran digital, dan 103 negara sudah mengimplementasikan sistem pertukaran data.
Ketika transformasi digital terus mengalami pertumbuhan, maka Layanan Keuangan Digital (LKD) pun akan mengalami kenaikan, seperti pembayaran online, pinjaman online, investasi online, serta asuransi online.
Diperkirakan hingga 2030, keempat LKD tersebut akan melesat masing-masing sebesar 122%, 344%, 700%, dan 400%.
Foto: Digital
Digital
ARTAJASA dan Sistem Pembayaran
Data dari Bank Indonesia menunjukkan nilai transaksi menggunakan kartu ATM dan ATM+Debet cenderung berada di angka yang cukup tinggi.
Total nilai transaksi dari tunai, belanja, transfer intrabank, dan transfer antarbank pada lima tahun terakhir tampak besar yakni dari Rp7.474 triliun (2019) kemudian sempat menurun di 2020 akibat pandemi Covid-19 menjadi Rp 6.916 triliun. Angka ini kembali meroket pada 2023 menjadi Rp7.805 triliun.
Sejak 2019 hingga Desember 2024, transaksi e-commerce mencatat pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) sebesar 32,9% secara volume dan 17,2% secara nominal.
Dalam periode yang sama, total transaksi melalui kanal pembayaran digital juga menunjukkan pertumbuhan akseleratif sebesar 36,58% (CAGR) mencapai 34.493 juta transaksi dengan nilai Rp 60.204 triliun.
Berdasarkan Laporan Perekonomian Bank Indonesia 2024, nilai transaksi digita payment dengan menggunakan mobile apps dan internet tumbuh 18,4% menjadi Rp 70.330 triliun.
Lonjakan terbesar dicatat oleh pembayaran dengan menggunakan QRIS. Nilai transaksi dengan QRIS melesat 191,6% pada 2024 menjadi Rp 659,9 triliun sementara volumenya melonjak 191,8% dengan jumlah mencapai 6.239,7 juta transaksi.
Nilai dan volume transaksi dengan menggunakan pembayaran digital diproyeksi akan meningkat ke depan. Sebaliknya, pertumbuhan transaksi dengan menggunakan uang tunai diproyeksi melandai.
Pesatnya kemajuan fintech dan e-commerce telah membuka peluang lebih luas bagi perusahaan start-up da pelaku non-bank untuk masuk ke pasar dan menghadirkan solusi pembayaran cepat, aman, dan efisien.
Lonjakan penggunaan ini tak akan tercapai tanpa peran dari berbagai produk dan layanan transaksi pembayaran yang fleksibel diaplikasikan di setiap level unit bisnis, mulai dari aktivitas hulu sampai hilir dan dapat diakses secara global dan real-time.
PT Artajasa Pembayaran Elektronis (ARTAJASA) yang merupakan pionir dalam infrastruktur sistem pembayaran di Indonesia, hadir guna menjadi penyedia layanan transaksi elektronis terdepan.
Foto: Dok: BRI
Seorang nasabah tengah melakukan transaksi di mesin ATM BRI.
Artajasa yang telah diberi mandat oleh Bank Indonesia sebagai Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran, menawarkan solusi infrastruktur yang diperlukan untuk menghubungkan lembaga keuangan, termasuk bank dan non-bank, secara efisien.
Diantaranya adalah Layanan switching yang memungkinkan terimplementasinya interkonektifitas dan interoperabilitas di antara berbagai institusi keuangan, memfasilitasi transaksi elektronis dengan cepat, aman, dan andal.
Melalui berbagai kanal transaksi yang tersedia, Artajasa menjamin keamanan setiap transaksi keuangan yang diproses di dalam jaringannya, memenuhi tuntutan masyarakat akan layanan transaksi keuangan yang mudah dan terpercaya.
Kemudian dalam hal Payment Service, Artajasa menawarkan beragam fitur pembayaran tagihan dan top up saldo yang luas. Dengan lebih dari 500 penyedia jasa tagihan dan 140 agen pembayaran dari berbagai sektor industri, termasuk telekomunikasi, multifinance, asuransi, dan layanan publik, Artajasa telah membangun kompetensi yang kuat dalam memfasilitasi sinergi antara penyedia tagihan dan agen pembayaran.
Melalui berbagai metode pembayaran, baik tunai maupun non-tunai seperti kartu debit, direct debit, dan virtual account, Artajasa memberikan kemudahan kepada pelanggan untuk melakukan transaksi.
Artajasa juga mengembangkan layanan managed service. Solusi managed service dari Artajasa terus mengalami perkembangan signifikan. Layanan ini menjadi solusi penyediaan dan pengelolaan sistem infrastruktur pembayaran end-to-end yang optimal dengan biaya terjangkau.
Kebutuhan untuk mengembangkan sistem dan membangun infrastruktur pembayaran yang andal menjadi tantangan bagi lembaga keuangan, terutama yang berskala kecil hingga menengah.
Managed service membantu para pemain di industri sistem pembayaran, baik bank, merchant, maupun biller, bisa cepat mengimplementasikan berbagai solusi. Dengan managed service, institusi perbankan atau non perbankan bisa lebih fokus pada pengembangan core business-nya.
Tantangan Digitalisasi di Indonesia
Masih rendahnya inklusi keuangan di Indonesia menjadi salah satu tantangan besar transformasi digital di Indonesia. Selisih antara inklusi di perkotaan dan perdesaan juga jauh.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat indeks literasi keuangan di perkotaan sebesar 69,71% sementara di perdesaan sekitar 59,25%.
Sementara itu, indeks inklusi keuangan komposit di perkotaan lebih tinggi sebesar 78,41% dibandingkan perdesaan yaitu sebesar 70,13%.
Bank Indonesia Indonesia dalam Laporan Perekonomian 2024 menyebut ada tiga tantangan besar dalam pengembangan ekonomi keuangan digital ke depan.
Tantangan tersebut di antaranya"
1. Pergeseran preferensi transaksi
Meningkatnya partisipasi kelompok ekonomi Gen Y, Z, dan Alpha akan semakin mendorong transaksi digital.
2. Kebutuhan infrastruktur yang tidak hanya stabil dan scalable, tetapi juga sinergis dalam penyediaan layanannya.
Untuk menopang ini kolaborasi antara Bank Indonesia dengan industri dalam mengawal inovasi digital menjadi kunci utama.
Namun, inovasi tersebut harus dimbangi dengan penguatan literasi digital, integritas transaksi, persaingan usaha yang sehat, dan pelindungan konsumen. Standardisasi prinsip "satu bahasa" menjadi penting untuk memastikan inovasi digital berialan secara terbuka, efisien, dan mampu mendukung persaingan usaha yang sehat.
3. Risiko keamanan siber, perlindungan privasi data, dan etika digital
Serangan siber yang meningkat menjadi perhatian utama di tengah kencangnya laju transformasi digital.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae)