Jakarta, CNBC Indonesia - Perburuan "harta karun" baru tengah terjadi secara global. Bukan emas atau minyak, melainkan aset pusat data (data center) yang nilainya menembus hampir Rp 1.000 triliun.
Lonjakan ini dipicu oleh ledakan penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang haus akan daya komputasi berskala masif.
Data S&P Global Market Intelligence mencatat, hingga November tahun ini terdapat lebih dari 100 transaksi pusat data di seluruh dunia.
Total nilai kesepakatan tersebut mencapai hampir US$61 miliar atau setara sekitar Rp 1.000 triliun, menjadikannya rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Minat investor terhadap pusat data meningkat drastis seiring langkah agresif raksasa teknologi dan penyedia infrastruktur AI berskala besar (hyperscaler) yang mengalokasikan belanja modal hingga miliaran dolar AS.
Infrastruktur ini menjadi tulang punggung pengembangan AI, mulai dari komputasi awan hingga pemrosesan data berkapasitas tinggi.
Sepanjang tahun ini, perusahaan-perusahaan berbasis AI turut menjadi pendorong utama penguatan pasar saham Amerika Serikat.
Namun di balik euforia tersebut, muncul kekhawatiran mengenai valuasi yang dinilai terlalu mahal serta ekspansi yang banyak dibiayai oleh utang.
Jika dihitung secara keseluruhan, termasuk merger dan akuisisi (M&A), penjualan aset, serta investasi ekuitas, nilai investasi pusat data hingga akhir November sudah melampaui rekor tahun 2024 yang berada di level US$60,81 miliar.
Secara regional, Amerika Serikat dan Kanada masih menjadi ladang utama perburuan aset pusat data dengan total transaksi sekitar US$160 miliar sejak 2019.
Kawasan Asia-Pasifik menyusul dengan nilai mendekati US$40 miliar, sementara Eropa mencatatkan transaksi sebesar US$24,2 miliar.
Analis TMT S&P Global Market Intelligence, Iuri Struta, menilai tingginya minat investor didorong oleh profil risiko dan imbal hasil yang menarik dari aset pusat data.
Menurutnya, perusahaan ekuitas swasta kini berlomba menjadi pembeli, namun cenderung enggan melepas aset yang sudah dimiliki.
"Namun umumnya enggan menjadi penjual, sehingga menciptakan kondisi di mana ketersediaan aset pusat data berkualitas tinggi untuk dijual menjadi sangat terbatas," ujar Struta, dikutip dari Reuters, Senin (22/12/2025).
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]

2 hours ago
1
















































