Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengguncang kebijakan perdagangan global, kali ini dengan mengusulkan tarif baru pada impor tembaga sebesar 25%. Langkah ini bertujuan untuk membangun kembali industri tembaga AS yang dianggap krusial bagi kendaraan listrik, peralatan militer, jaringan listrik, hingga barang konsumsi.
Pada Selasa (25/2/2025), Trump menandatangani perintah eksekutif di Gedung Putih yang menginstruksikan Menteri Perdagangan Howard Lutnick untuk melakukan investigasi terkait keamanan nasional berdasarkan Section 232 dari Undang-Undang Ekspansi Perdagangan tahun 1962.
Ini adalah undang-undang yang sama yang digunakan Trump di masa jabatan pertamanya untuk menerapkan tarif 25% pada baja dan aluminium secara global.
Menurut seorang pejabat Gedung Putih yang berbicara secara anonim, tingkat tarif potensial akan ditentukan melalui investigasi, tetapi Trump sendiri lebih memilih tarif dibandingkan kuota sebagai alat kebijakan.
Pejabat tersebut menjelaskan bahwa investigasi ini akan mencakup seluruh jenis impor tembaga, termasuk bijih tembaga, konsentrat tembaga, paduan tembaga, tembaga bekas (scrap copper), serta produk turunan tembaga lainnya.
Namun, pejabat tersebut menolak menyebutkan secara spesifik produk turunan mana yang akan terkena tarif, dengan alasan bahwa hal tersebut masih dalam tahap investigasi.
"Kami akan bergerak cepat, sesuai dengan standar Trump," ujar penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro, dilansir Reuters.
Pemerintahan Trump khawatir terhadap langkah-langkah China yang dianggap berusaha mendominasi pasar tembaga global, mirip dengan yang terjadi di industri baja dan aluminium.
Menurut Navarro, China menggunakan subsidi negara dan pengaruh ekonominya untuk mengendalikan produksi dan pasokan tembaga di dunia, yang jika dibiarkan, bisa melemahkan industri AS dan ketahanan ekonominya.
Menteri Perdagangan Howard Lutnick menegaskan bahwa AS harus membangun kembali industri tembaganya demi kepentingan nasional.
"Seperti industri baja dan aluminium kita, industri tembaga Amerika telah hancur karena serangan dari aktor global yang menghancurkan produksi domestik kita," ujar Lutnick dalam pernyataannya.
"Untuk membangun kembali industri ini, saya akan menyelidiki kemungkinan penerapan tarif."
Lutnick juga menambahkan bahwa tembaga adalah komoditas strategis yang sangat dibutuhkan oleh industri dan pertahanan nasional AS, sehingga seharusnya diproduksi di dalam negeri.
"Tembaga harus kembali ke rumah. Tidak ada pengecualian, tidak ada kompromi," tegasnya.
Negara-Negara Paling Terpengaruh
Jika tarif baru diterapkan, negara yang paling terdampak adalah Chile, Kanada, dan Meksiko, yang merupakan pemasok utama tembaga ke AS pada tahun 2024.
Menurut data dari Biro Sensus AS, ketiga negara ini menyuplai tembaga olahan dan berbagai produk turunannya dalam jumlah besar. Meksiko dan Kanada sendiri adalah mitra dagang utama AS dalam Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (USMCA), sehingga tarif baru ini bisa memicu ketegangan dalam hubungan perdagangan di kawasan.
Adapun Departemen Energi AS telah menetapkan tembaga sebagai material strategis yang makin penting, terutama dengan meningkatnya permintaan untuk teknologi energi surya dan elektrifikasi global.
Pejabat Gedung Putih menekankan bahwa tembaga adalah material kedua yang paling banyak digunakan dalam sistem persenjataan AS. Dengan meningkatnya produksi kendaraan listrik dan teknologi berbasis kecerdasan buatan, AS diprediksi akan mengalami kekurangan tembaga di masa depan.
Karena itu, menurut pemerintah AS, negara ini perlu membangun kapasitas peleburan dan pemurnian tembaga yang lebih besar, dan hal itu hanya bisa tercapai jika ada jaminan perlindungan dagang jangka panjang bagi industri ini.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Siap Umumkan Tarif Impor Balasan ke Banyak Negara
Next Article Kantor Airlangga Mulai Siap-Siap Efek AS Bakal Jegal Barang China