Jakarta, CNBC Indonesia - Duka mendalam menyelimuti Indonesia. Bencana banjir bandang dan longsor yang menimpa wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat sepanjang pekan lalu telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan merenggut korban jiwa.
Mengutip Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor Sumatra Tahun 2025, hari ini, Selasa (2/12/2025 pukul 11.06 WIB), dilaporkan ada sebanyak 3,3 juta orang penduduk di 50 kabupaten/ kota yang terdampak akibat bencana ini.
Bencana ini mengakibatkan sekitar 3.500 unit rumah mengalami rusak berat, 2.000-an unit rusak sedang, dan sekitar 3.500 unit rumah rusak ringan. Selain itu, ada 322 unit fasilitas pendidikan yang rusak dan 277 jembatan rusak. Terkonfirmasi, sebanyak 631 orang tewas akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh. Data ini terus bertambah. Di saat bersamaan, jumlah warga yang dilaporkan hilang terus berkurang. Saat ini terkonfirmasi 472 warga masih dinyatakan hilang. Sementara itu, ada sekitar 2.600 orang warga di 3 provinsi ini yang terluka akibat banjir bandang dan tanah longsor.
Peringatan Bahaya dari PBB
Insiden ini kembali mengingatkan kita terhadap peringatan dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengenai dampak krisis iklim yang makin mengkhawatirkan. Peringatan ini khususnya ditujukan bagi beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia.
Badan Meteorologi Dunia (WMO) yang merupakan salah satu lembaga di bawah PBB mengeluarkan laporan bertajuk 'State of the Climate in Asia 2024' pada 23 Juni 2025 lalu.
"Pada tahun 2024, Asia mengalami tahun terhangat atau kedua terhangat yang pernah tercatat, dengan gelombang panas yang meluas dan berkepanjangan," tertera dalam laporan yang dipublikasikan WMO, dikutip dari laman resminya, Selasa (2/12/2025).
WMO mengatakan suhu permukaan laut mencapai rekor tertinggi dan gelombang panas laut memengaruhi wilayah yang luas. Sementara itu, kenaikan muka air laut di Samudra Pasifik dan Hindia melampaui rata-rata global. Hal ini meningkatkan risiko bagi wilayah pesisir dataran rendah.
Bencana Bertubi-tubi
Indonesia disebut masih menjadi wilayah yang paling banyak dilanda masalah alam di dunia akibat cuaca dan iklim. Benua ini mengalami pemanasan lebih cepat dari rata-rata global dengan tren meningkat hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990.
"Kesimpulan dari laporan ini sangat menyadarkan kita," kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, beberapa saat lalu.
Tren pemanasan global pada periode 1991-2024 disebut sudah dua kali lipat ketimbang periode 1961-1990. Untuk tahun glasial 2024, 23 dari 24 gletser di wilayah High Mountain Asia (HMA) menunjukkan kehilangan massa yang berkelanjutan.
Suhu permukaan laut (SST) juga merupakan indikator fisik penting bagi sistem iklim Bumi. Perubahan suhu permukaan laut memengaruhi pola sirkulasi regional dan global, serta berdampak kritis terhadap ekosistem laut.
"SST memengaruhi pola cuaca dan iklim regional, seperti pola curah hujan ekstrem di Indonesia dan India, monsun musim panas Asia, aktivitas kebakaran hutan, dan variabilitas es laut," tertera dalam laporan tersebut.
Sepanjang tahun lalu, 26 siklon tropis terbentuk di Samudra Pasifik Utara bagian barat dan Laut Cina Selatan. Siklon tropis terkuat, Yagi, yang mengakibatkan korban jiwa, pengungsian, dan kerusakan dilaporkan di Vietnam, Filipina, Republik Demokratik Rakyat Laos, Thailand, Myanmar, dan China.
Banjir melanda sebagian besar wilayah Asia Tengah pada tahun 2024, terutama di Kazakhstan dan Federasi Rusia bagian barat daya. Sebanyak 12.000 bangunan tempat tinggal terendam banjir dan 118.000 orang dievakuasi. Banjir ini tercatat sebagai banjir terburuk di kawasan tersebut setidaknya dalam 70 tahun terakhir.
Pada akhir September 2024, kekeringan yang makin parah di Provinsi Sichuan, Chongqing, dan wilayah tengah Sungai Yangtze di China. Hal ini berdampak ke lebih dari empat juta orang dan merusak lebih dari 300.000 hektar tanaman, yang menyebabkan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai 2,89 miliar yuan.
Beberapa wilayah India mengalami gelombang panas hebat pada tahun 2024, yang menyebabkan lebih dari 450 kematian di seluruh negeri.
Pada 10 Juli 2025, petir di India merenggut sekitar 1.300 nyawa di berbagai wilayah negara. Peristiwa petir yang sangat mematikan terjadi pada 10 Juli, menewaskan 72 orang dalam satu hari.
Tak cuma itu, badai debu parah melanda sebagian besar wilayah Asia, dengan jumlah hari kejadian debu tertinggi tercatat di Irak barat dan Turkmenistan timur.
Sebelumnya, kajian proyeksi USAID di 2016 menyebutkan kenaikan air laut akan menenggelamkan 2.000 pulau kecil pada tahun 2050. Ini berarti terdapat 42 juta penduduk berisiko kehilangan tempat tinggalnya.
Semoga informasi ini menjadi pengingat bahwa krisis iklim merupakan masalah serius yang mengancam Bumi. Perlu ada upaya serius dari pemerintah dan berbagai pihak untuk memperbaiki lingkungan dan mencegah bencana besar di negara kita.
Cak Imin Ajak Menteri-menteri Tobatan Nasuhah Imbas Bencana Sumatra
Terkait bencana di Aceh, Sumut, Sumbar, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar mengungkapkan telah menyurati tiga menteri. Cak imin juga mengajak mereka melakukan tobatan nasuhah imbas bencana tersebut.
Sebagai informasi, tobatan nasuhah yang dimaksud adalah melakukan evaluasi total seluruh kebijakan soal lingkungan hidup. Mulai dari perencanaan hingga pelaksanaannya.
"Pada kesempatan ini saya mengajak semua pihak untuk mari bersama-sama bahu-membahu, memperbaiki. Hari ini saya berkirim surat ke Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup untuk bersama-sama evaluasi total seluruh kebijakan, policy dan langkah-langkah kita sebagai wujud komitmen dan kesungguhan kita sebagai pemerintah," jelasnya, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (2/12/2025).
Cak Imin menekankan kiamat telah terjadi akibat kelalaian manusia itu sendiri. "Kiamat bukan sudah dekat, kiamat sudah terjadi akibat kelalaian kita sendiri," ucapnya.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]

1 hour ago
2

















































