Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak semua kebijakan yang dibuat pejabat negara bisa diterima dengan baik oleh semua pihak. Ada saja yang menentang, bahkan sampai menggunakan cara-cara di luar nalar, seperti ancaman makhluk gaib atau santet.
Hal inilah yang pernah dialami oleh Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan VI, Mar'ie Muhammad (1993-1998), saat dirinya menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak pada tahun 1988. Kala itu, Mar'ie baru saja ditunjuk oleh Menteri Keuangan J.B. Sumarlin untuk memimpin Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dalam autobiografinya berjudul J.B Sumarlin: Cabe Rawit yang Lahir di Sawah (2012), Sumarlin menjelaskan pengangkatan Mar'ie bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Pasalnya, saat itu pemasukan dari minyak dan gas bumi anjlok tajam. Presiden Soeharto pun segera memerintahkan Sumarlin untuk "memasyarakatkan pajak" agar sumber penerimaan negara lebih beragam.
Selain itu, Mar'ie juga diminta untuk membersihkan praktik-praktik kotor di lingkungan DJP, yang kala itu dikenal sebagai "lahan basah". Namun, tugas itu tidak mudah. Jumlah wajib pajak individu masih sedikit dan upaya menarik pajak sering kali berhadapan dengan perlawanan, baik dari dalam maupun luar institusi.
Atas dasar inilah, pada awal masa jabatan, Mar'ie mengadakan rapat koordinasi dengan para pejabat DJP untuk membahas strategi reformasi pajak. Uniknya, dalam pertemuan itu juga dibicarakan cara menghadapi kemungkinan ancaman gaib.
"Yang unik, dalam pertemuan itu termasuk membicarakan bagaimana mencegah kalau ada black magic," ujar Bambang Wiwoho, salah satu pejabat pajak yang hadir dalam rapat tersebut, dikutip dari autobiografi Mr. Clean: Mar'ie Muhammad (2025).
Istilah black magic itu merujuk pada santet. Pembahasan tersebut muncul karena sebelumnya di masa Dirjen Pajak Salamun Alfian Tjakradiwirja, kantor DJP sempat ditemukan benda-benda berbau mistik seperti bunga-bunga tanpa diketahui siapa pengirimnya.
Dari situ muncul usulan agar DJP mencari "orang pintar" untuk menangkal serangan santet menimpa Mar'ie. Soal ini, ada keinginan meminta bantuan dari salah satu keluarga Mar'ie yang berasal dari salah satu wilayah yang kental dengan ilmu hitam. Namun, usulan tersebut langsung ditolak oleh pria kelahiran 3 April 1939 itu.
"Pak Mar'ie itu Islamnya kuat, jadi bantuan seperti itu dikesampingkan dulu. '"Bismillah saja, Pak,"" tutur Bambang menirukan ucapan Mar'ie.
Mar'ie memilih mengandalkan doa dan keyakinan pribadi. Dia juga percaya langkahnya akan berjalan lancar karena mendapat dukungan penuh dari atasannya, Menteri Keuangan Sumarlin.
Selama menjabat Dirjen Pajak, Mar'ie memang berhasil membantu pemerintah meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Salah satu langkah besar yang dia lakukan adalah mengubah paradigma pemungutan pajak.
Sebelumnya, pemerintah bersifat aktif mengejar wajib pajak. Di era Mar'ie, pendekatan itu diganti menjadi sistem self-assessment, di mana masyarakat, baik individu maupun pengusaha, melaporkan dan membayar pajak secara mandiri.
Untuk memastikan sistem ini berjalan, Mar'ie melakukan reformasi besar-besaran di tubuh DJP. Dia menyingkirkan pegawai yang berpotensi korup, memperkuat integritas aparatur, dan membangun citra kejujuran pegawai pajak.
Perubahan ini mulai membuahkan hasil. Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak meningkat. Terlebih setelah pemerintah memberi penghargaan kepada para pembayar pajak terbesar serta insentif bagi yang taat.
Kiprah Mar'ie sebagai Dirjen Pajak berakhir pada 1993. Namun karena kinerjanya dinilai luar biasa, dia kemudian dipercaya menjadi Menteri Keuangan RI pada 1993-1998.
(mfa)