Makin Agresif! China Siap Kudeta Amerika Jadi Raja Pemberi Utang RI

2 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Utang Luar Negeri Indonesia dari China kembali mencetak rekor tertingginya, sementara pinjaman dari Amerika Serikat (AS) justru melanjutkan tren penurunannya.

Berdasarkan rilis Bank Indonesia, Rabu (15/10/2025), posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2025 tercatat sebesar US$431,9 miliar atau tumbuh 2% secara tahunan (yoy). Namun, pertumbuhan kali ini melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 4,2% yoy.

Bila dikonversi ke rupiah, nilai ULN Indonesia pada Agustus mencapai sebesar Rp7.162,8 triliun (asumsi kurs: Rp16.575/US$).

Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 30,0% pada Agustus 2025, cenderung stabil bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, Juli 2025 sebesar 29,9%. Adapun struktur ULN tetap sehat dengan utang jangka panjang mencapai 85,9% dari total ULN.

Bank Indonesia menegaskan komitmen untuk terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.

"Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," dalam rilis pers BI.

China Tembus Rekor, AS Justru Turun

Data terbaru Bank Indonesia (BI) per Agustus 2025 menunjukkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia kepada China mencapai US$24,69 miliar, kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah, setelah pada Juli 2025 juga menembus rekor sebelumnya di US$24,45 miliar.

Kenaikan ini menegaskan semakin besarnya peran China sebagai salah satu kreditur utama Indonesia.

Sementara itu, posisi pinjaman Indonesia kepada Amerika Serikat justru menunjukkan arah sebaliknya. Total utang kepada AS tercatat US$26,35 miliar pada Agustus 2025, turun dari US$26,67 miliar pada Juli 2025.

Artinya, hanya dalam sebulan terakhir, pinjaman dari AS berkurang sekitar US$0,2 miliar, memperpanjang tren penurunan yang telah berlangsung dalam setahun terakhir.

Jika dibandingkan secara tahunan, pembiayaan dari China naik hampir US$2,5 miliar. Sebaliknya, pinjaman dari AS berkurang sekitar US$1,5 miliar, mencerminkan menurunnya ketergantungan Indonesia terhadap sumber pembiayaan dari Negeri Paman Sam.

Kenaikan pembiayaan dari China ini juga mencerminkan semakin kuatnya hubungan ekonomi strategis kedua negara, terutama melalui kerja sama proyek infrastruktur, energi, dan transportasi dalam kerangka Belt and Road Initiative (BRI).

Sejumlah proyek besar seperti kereta cepat, hilirisasi nikel, kawasan industri, pembangkit listrik, hingga investasi besar China untuk kendaraan listriK menjadi contoh nyata ekspansi modal China di Indonesia.

Di sisi lain, pembiayaan dari AS cenderung stagnan bahkan menurun, sejalan dengan pergeseran fokus investor Amerika ke sektor teknologi dan pasar domestik mereka sendiri.

Jarak yang kini hanya sekitar US$1,6 miliar, nilai utang Indonesia kepada China kian mendekati posisi Amerika Serikat. Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin dalam beberapa bulan ke depan China akan menyalip AS sebagai negara dengan posisi pinjaman terbesar kedua bagi Indonesia, setelah Singapura.

Dengan perkembangan ini, China kini menegaskan posisinya sebagai kreditur terbesar ketiga Indonesia, setelah Singapura dan Amerika Serikat, serta menjadi mitra penting dalam mendukung pembiayaan pembangunan jangka panjang Tanah Air.

Selain Singapura yang tetap kokoh sebagai kreditur terbesar Indonesia, serta Amerika Serikat dan China yang menempati posisi berikutnya, sejumlah negara lain juga masih menjadi pemberi pinjaman utama bagi Indonesia, meski dengan tren yang bervariasi dalam beberapa tahun terakhir.

Jepang kini menempati posisi keempat dengan total pinjaman sebesar US$20,58 miliar per Agustus 2025. Angka ini menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan terus memperlihatkan tren penurunan sejak 2010, ketika Jepang masih menjadi kreditur terbesar Indonesia dengan total pinjaman mencapai US$40,47 miliar.

Di posisi kelima terdapat Hong Kong, dengan nilai pinjaman mencapai US$18,60 miliar, sedikit menurun dibandingkan US$18,82 miliar pada 2024.

Hong Kong tetap menjadi salah satu pusat pembiayaan penting bagi korporasi Indonesia, terutama dalam bentuk pinjaman jangka menengah dan fasilitas perbankan internasional.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |