Kongo Gumi, Perusahaan Tertua Dunia: Lahir Bersamaan Era Nabi Muhammad

2 weeks ago 13

Jakarta, CNBC Indonesia - Kongō Gumi Co., Ltd., merupakan perusahaan tertua di dunia yang masih bertahan hingga saat ini. Kongo Gumi hidup berdampingan dengan lini masa kisah sejarah penting dunia, termasuk era Nabi Muhammad SAW.

Kongō Gumi berdiri pada 578 Masehi di Jepang atau lebih dari 1447 tahun lalu.

Pada periode tersebut, sejarah dunia masih diwarnai peperangan suku-suku Jermanik melawan sisa-isa kekaisaran Romawi. Di Amerika Tengah, Kerajaan Maya sedang berkembang pesat.

Di Mekkah, Arab Saudi, seorang calon Rasul bernama Muhammad diperkirakan masih berusia delapan tahun.

Merujuk pada Kementerian Agama, Maulid atau hari kelahiran Nabi Muhamad saw jatuh pada hari Senin, bulan Rabiul Awwal, tahun 571 Masehi.

Dengan melihat keterangan tersebut, maka pendiri Kongo Gumi sudah memulai bisnisnya saat Nabi Muhammad berusia tujuh atau delapan tahun.Artinya, perusahaan Kongo Gumi memulai bisnis bersamaan dengan masa kecil Nabi Muhammad SAW.

Bisnis Kongo Gumi bertahan hingga Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, hijrah ke Madinah, wafat hingga Islam menjadi salah satu agama dengan pengikut terbesar di dunia.


Kongo Gumi dikelola oleh keluarga Kongo secara turun temurun dan bermarkas di Osaka. Dengan ribuan tahun yang sudah dilewati, Kongo Gumi menjadi saksi dari beragam peristiwa politik, perang dunia, restorasi Meiji, krisis ekonomi, hingga munculnya raksasa-raksasa baru di ekonomi seperti Google.

Selama lebih dari 1.400 tahun, Kongō Gumi telah melewati badai, menavigasi pasang surut yang berubah, dan tetap menjadi mercusuar serta bukti kekuatan abadi dari tradisi dan inovasi.

Asal-usul Kongō Gumi dapat ditelusuri kembali ke tahun 578 Masehi ketika Shōtoku Taishi, seorang pangeran Kekaisaran Jepang.

Awalnya didirikan sebagai perusahaan konstruksi yang mengkhususkan diri dalam pembangunan kuil Buddha, Kongō Gumi memulai berkembang menjadi perusahaan konstruksi.

Beragam kuil megah sudah dibangun termasuk komplek kuil di Hōryū-ji (607 M) dan Koyasan (816 M), sertaIstana Osaka(1583 M).

Pendirian Kongō Gumi bertepatan dengan berdirinya Buddhisme sebagai agama dominan di Jepang selama periode Asuka (592-710 M). Periode ini meningkatkan permintaan pembangunan kuil.

Namun, perusahaan menghadapi berbagai tantangan di abad-abad berikutnya. Periode Heian (794-1185) membawa pergolakan politik dan perjuangan kekuasaan yang mengganggu stabilitas di Jepang dan mempengaruhi industri konstruksi.

Selain itu, selama periode Kamakura (1185-1333), Jepang mengalami perubahan sosial dan ekonomi, termasuk munculnya kelas samurai, yang memerlukan penyesuaian layanan Kongō Gumi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berkembang.

Bencana alam, seperti gempa bumi dan kebakaran, adalah kejadian umum yang mengancam eksistensi proyek dan infrastruktur perusahaan. Tantangan-tantangan ini tidak hanya memerlukan upaya pemulihan segera, tetapi juga menuntut pengembangan teknik inovatif untuk menghadapi bencana di masa depan.

Selain itu, fluktuasi ekonomi dan perubahan permintaan pasar menjadi rintangan tambahan bagi Kongō Gumi, memaksa perusahaan untuk menyesuaikan strategi agar dapat mempertahankan aliran proyek yang stabil.

Perusahaan juga terus melakukan inovasi termasuk dengan mengadopsi material dan teknik baru selama periode Meiji (1868-1912).

Era ini merupakan titik balik Jepng menjadi negara maju. Jepang mengalami modernisasi dan westernisasi yang cepat. Menyadari kebutuhan untuk menggabungkan teknologi baru, Kongō Gumi mulai memanfaatkan material konstruksi modern seperti batu bata, ubin, dan rangka baja, di samping metode pertukangan tradisional.

Fleksibilitas Kongo Gumi Kerap DIuji


Fleksibilitas pemimpin Kongo Gumi dalam mengelola perusahaan juga diuji selama ribuan tahun, termasuk saat ketika pemimpin ke-37, Haruichi Kongō, melakukan ritual bunuh diri akibat ketidakmampuannya untuk menafkahi keluarganya dan keluarga para perajin.

Tradisi pemimpin perusahaan yang biasanya laki-laki juga pernah beralih ke perempuan.

Karena tidak adanya pemimpin laki-laki yang cocok, jandanya, Yoshie, maju dan menjadi wanita pertama serta satu-satunya yang memimpin Kongō Gumi. Dia menjadi pemimpin dari generasi ke-38 pada 1934.

Ia tidak hanya mengubah tradisi kepemimpinan dari laki-laki ke perempuan, tetapi juga memperluas cakupan perusahaan dengan memohon kepada pemerintah untuk mengizinkan perusahaan bertahan hidup melalui pengambilalihan produksi peti mati kayu.

Dia juga mereformasi manajemen perusahaan dengan memisahkan posisi manajerial dari posisi pertukangan.

Kongō Gumi selamat dari perang, dan pada 1955, di bawah kepemimpinan generasi ke-39, Kōngō Ritaka, perusahaan ini melakukan penawaran saham perdana (IPO) dan menjadi perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa.

Namun, di era Bubble Jepang, easy money dan keuntungan cepat, terutama di sektor properti, mendorong perusahaan untuk berinvestasi besar-besaran di properti, dengan membiayainya menggunakan utang. Ketika gelembung ekonomi meledak pada 1990-an, pendapatan dari kuil turun, dan nilai investasi properti jatuh dengan tajam, membuatnya mustahil untuk menjual properti tersebut tanpa mengalami kerugian besar.

Setelah jatuh bangun, Kongo Gumi harus mengalami likuidasi pada 2006. Perusahaan diakuisisi oleh Takamatsu Construction Group akibat kesulitan keuangan. Kongo Gumi kini menjadi anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Takamatsu.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |