Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah pengusaha dan investor kawakan AS telah meminta Presiden Donald Trump untuk menghapus tarif impor yang ditetapkannya. Beberapa di antaranya bahkan merupakan sekutu dan pendukung Trump pada pemilu November lalu.
Pekan lalu, Presiden Trump telah mengumumkan pengenaan tarif impor 10% dan tarif resiprokal tambahan terhadap 180 negara dunia. Indonesia pun masuk dalam tarif itu, dengan Gedung Putih menerapkan tarif resiprokal hingga 32%.
Trump berdalih bahwa langkahnya ini dilakukan untuk menyelamatkan ekonomi AS. Menurutnya, sejumlah negara telah terlalu nyaman memanfaatkan AS sebagai pasar utamanya.
Namun hal ini justru mendapatkan ketakutan dari pelaku usaha AS. Laporan Washington Post yang dikutip Reuters, Selasa (8/4/2025) mengatakan bahwa sekutu Trump, Elon Musk, telah meminta Trump untuk menghapus tarif.
Di sebuah kongres di Florence dari Partai Liga sayap kanan Italia, Musk meminta tarif nol antara Eropa dan AS. Namun, sejumlah sumber menyebut upaya itu belum membuahkan hasil yang baik, dengan Trump terus berencana untuk menjatuhkan tarif.
"Pertukaran pendapat ini menandai ketidaksepakatan profil tertinggi antara Presiden dan Musk," kata dua orang sumber kepada Washington Post.
Permintaan Musk sendiri didasari oleh keadaan pabrikan mobil listriknya, Tesla, yang melihat penjualan kuartalannya turun tajam pasca reaksi keras terhadap pekerjaan Musk di 'Departemen Efisiensi Pemerintah' (DOGE) dalam kabinet Trump. Saham perusahaan diperdagangkan pada US$ 233,29 (Rp 4 juta) pada penutupan terakhirnya pada hari Senin, turun lebih dari 42% sejak awal tahun.
Selain Musk, investor kawakan Bill Ackman juga menyampaikan penolakannya terhadap tarif. Dalam sebuah posting di X, Ackman mengatakan investasi bisnis akan terhenti, (dan) konsumen akan menutup dompet mereka jika pungutan baru benar-benar diberlakukan.
"Kami akan sangat merusak reputasi kami di mata dunia yang akan membutuhkan waktu bertahun-tahun dan mungkin puluhan tahun untuk memulihkannya," tambahnya dalam posting tersebut, yang telah dilihat sebanyak 10,6 juta kali.
Jamie Dimon, CEO JPMorgan Chase, juga memperingatkan pada hari Senin bahwa tarif tersebut mengancam akan menaikkan harga. Hal ini kemudian akan mendorong ekonomi global ke dalam kemerosotan, dan melemahkan posisi Amerika di dunia.
"Tarif baru-baru ini kemungkinan akan meningkatkan inflasi dan menyebabkan banyak orang mempertimbangkan kemungkinan resesi yang lebih besar," kata Dimon dalam surat tahunan kepada pemegang saham. "Apakah daftar tarif menyebabkan resesi atau tidak masih menjadi pertanyaan, tetapi itu akan memperlambat pertumbuhan."
Miliarder Stanley Druckenmiller, pendiri Duquesne Family Office, sebuah firma investasi, mengatakan dalam sebuah posting di X pada Senin bahwa dia "tidak mendukung tarif yang melebihi 10%."
"Kecuali Trump mengubah arah, kita sedang menuju musim dingin nuklir ekonomi yang kita ciptakan sendiri, dan kita harus mulai berdiam diri," tegas CEO Pershing Square Capital Management itu.
Kemudian pada hari itu, miliarder Ken Fisher, pendiri dan ketua eksekutif Fisher Investments, mengatakan di X bahwa tarif Trump merupakan sesuatu yang bodoh. Langkah ini menurutnya adalah bentuk ketidaktahuan Trump tentang perdagangan dan menangani masalah dalam aktivitas bisnis.
"Namun, sejauh yang saya tahu itu akan memudar dan gagal dan ketakutan lebih besar daripada masalahnya," tuturnya.
(tps)
Saksikan video di bawah ini: