Susi Setiawati, CNBC Indonesia
07 December 2025 16:15
Jakarta, CNBC Indonesia - China tampaknya berhasil melakukan restorasi hijau dalam skala besar, tetapi hasilnya menimbulkan konsekuensi tak terduga bagi distribusi air di negeri Tirai Bambu itu.
Sejak awal 2000-an, negara tirai bambu gencar menjalankan program penghijauan seperti Great Green Wall, Grain for Green Program, dan Natural Forest Protection Program. Hasilnya terbukti dari tutupan vegetasi dan luas hutan bertambah signifikan, dan aktivitas siklus air, lewat evapotranspirasi dan presipitasi, meningkat secara nasional.
Peta Distribusi Air Berubah
Namun pada penelitian terbaru yang dimuat di jurnal Earth's Future menunjukkan efek samping penting: antara 2001 sampai 2020, ketersediaan air tawar menurun di sebagian besar wilayah China, khususnya di kawasan timur (monsun) dan barat laut yang kering, yang saat ini menempati sekitar 74% dari total wilayah daratan China.
Sebaliknya, sebagian besar peningkatan air justru terjadi di area dataran tinggi seperti Tibet Plateau.
Mengapa bisa demikian? Karena perubahan tutupan lahan mengubah cara air "diputar" di atmosfer. Hutan dan padang rumput baru meningkatkan evapotranspirasi, proses penguapan air ke atmosfer melalui tanah dan tanaman. Meski ini membuat siklus air menjadi lebih aktif, efeknya tidak merata; air yang "naik" lewat evapotranspirasi bisa jatuh jauh dari tempat asalnya, akibat angin atmosfer yang membawa uap air hingga ribuan kilometer.
Foto: gambar peta air di China yang berubah selama dua dekade terakhir, sumber : Earth's Future (2025)
Akibatnya, daerah padat penduduk dan lahan pertanian di utara China yang sebelumnya sudah kekurangan air, kini menghadapi permasalahan yang lebih berat. Padahal wilayah ini menampung 46% populasi dan 60% lahan pertanian negara.
Peneliti memperingatkan bahwa meskipun penghijauan penting untuk mitigasi perubahan iklim dan pencegahan desertifikasi, efek lokal terhadap ketersediaan air harus diperhitungkan. Artinya, proyek reforestasi dalam skala besar perlu direncanakan dengan pemahaman tentang konsekuensi hidrologis secara spasial, bukan cuma berdasarkan target tutupan hijau.
Pada intinya, upaya penghijauan bukan otomatis berarti solusi air bagi seluruh wilayah, karena alam menuntut keseimbangan di mana hijau memang penting, tetapi distribusi air juga harus diperhatikan agar manfaatnya bisa dirasakan merata.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)

10 hours ago
5

















































