Jutaan Nyawa Terancam, Cuma 7 Negara Penuhi Standar Kualitas Udara WHO

2 days ago 11

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah laporan terbaru mengungkapkan bahwa hampir seluruh negara di dunia memiliki kualitas udara yang lebih buruk daripada rekomendasi kesehatan yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Laporan yang dirilis oleh perusahaan teknologi kualitas udara asal Swiss, IQAir, menunjukkan bahwa hanya tujuh negara yang memenuhi standar aman WHO untuk partikel PM2.5 pada 2024.

Negara-negara yang berhasil menjaga kadar PM2.5 tidak melebihi 5µg per meter kubik sepanjang tahun hanya Australia, Selandia Baru, Estonia, Bahama, Barbados, Grenada, dan Islandia.

Sebaliknya, negara dengan tingkat polusi udara tertinggi mencakup Chad, Bangladesh, Pakistan, Republik Demokratik Kongo, dan India. Kadar PM2.5 di negara-negara ini tercatat setidaknya 10 kali lipat lebih tinggi dari batas yang direkomendasikan WHO, bahkan di Chad mencapai hingga 18 kali lipat dari batas aman.

Para dokter menegaskan bahwa tidak ada tingkat PM2.5 yang benar-benar aman untuk dihirup. Partikel polutan ini cukup kecil untuk masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh.

"Polusi udara tidak langsung membunuh kita, tetapi dampaknya mulai terasa dalam dua hingga tiga dekade, kecuali dalam kondisi ekstrem," kata Frank Hammes, CEO IQAir, dilansir The Guardian, Selasa (11/3/2025).

WHO bahkan memperkirakan bahwa jutaan nyawa dapat diselamatkan setiap tahun jika kualitas udara dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Laporan ini juga mencatat bahwa polusi udara merupakan faktor risiko kematian terbesar kedua di dunia setelah tekanan darah tinggi. Oleh karena itu, upaya mengurangi kadar polusi udara menjadi agenda penting bagi banyak negara untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

Meski situasi polusi udara global masih mengkhawatirkan, laporan tahunan ini juga menyoroti beberapa perkembangan positif. Proporsi kota yang memenuhi standar kualitas udara WHO meningkat dari 9% pada tahun 2023 menjadi 17% pada tahun 2024.

Di India, yang memiliki enam dari sepuluh kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia, tingkat PM2.5 turun sebesar 7% dalam setahun terakhir.

Sementara itu, China juga menunjukkan tren perbaikan kualitas udara yang konsisten, dengan kadar PM2.5 ekstrem turun hampir setengahnya antara 2013 hingga 2020.

Namun, tantangan besar masih dihadapi negara-negara Eropa Timur dan Balkan non-Uni Eropa. Kota Sarajevo, ibu kota Bosnia dan Herzegovina, menjadi kota paling tercemar di Eropa selama 2 tahun berturut-turut.

"Ketimpangan besar terlihat bahkan di salah satu benua dengan udara terbersih," ujar Zorana Jovanovic Andersen, ahli epidemiologi lingkungan dari Universitas Kopenhagen.

"Warga Eropa Timur dan negara-negara Balkan menghirup udara yang jauh lebih tercemar dibandingkan kawasan lain, dengan perbedaan kadar PM2.5 hingga 20 kali lipat antara kota paling bersih dan paling kotor."

Terkait kondisi tersebut, para ahli menyarankan bahwa pemerintah dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki kualitas udara dengan mengadopsi sejumlah kebijakan seperti mendanai proyek energi terbarukan, meningkatkan transportasi umum, membangun infrastruktur yang mendukung berjalan kaki dan bersepeda, dan melarang pembakaran limbah pertanian.

Meskipun berbagai upaya dilakukan, tantangan besar masih ada dalam hal pemantauan kualitas udara. Beberapa wilayah di Afrika dan Asia Barat tidak memiliki cukup stasiun pemantauan, sehingga kualitas udara di negara-negara ini sulit dianalisis.

Umumnya, negara-negara miskin memiliki kualitas udara yang lebih buruk dibandingkan negara-negara kaya, tetapi kurangnya fasilitas pengukuran sering kali membuat masalah ini kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Roel Vermeulen, seorang epidemiolog lingkungan dari Universitas Utrecht, mengatakan bahwa ada kemungkinan bias dalam data di wilayah dengan pemantauan terbatas. Namun, nilai yang dilaporkan untuk kawasan Eropa sejalan dengan penelitian sebelumnya.

"Hampir semua orang di dunia menghirup udara yang buruk," ujarnya. "Yang membuat ini semakin nyata adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam tingkat paparan polusi udara di berbagai negara."


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Atasi Pencemaran Udara, Menteri LH Tindak 14 Titik Hingga April 2025

Next Article Warning! Asap Berbahaya Selimuti India Cs, Ini Biang Keroknya

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |