Jelang Natal, Investor Tak Tenang: Jakarta Siapkan Pengumuman Penting

3 hours ago 1
  • Pasar keuangan Indonesia berakhir di zona merah kemarin, IHSG dan rupiah sama-sama melemah
  • Wall Street kompak menguat pada perdagangan kemarin seiring membaiknya saham AI
  • Data ekonomi dan libur panjang menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin. Baik bursa saham ataupun rupiah sama-sama melemah.

Pasar keuangan Indonesia diharapkan menguat pada perdagangan hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 61,06 poin atau turun 0,71% ke level8.584,78 pada penutupan perdagangan kemarin, Selasa (23/12/2025).
Sebanyak 275 saham naik,373 turun, dan157 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp25,6 triliun, melibatkan 41,69 miliar saham dalam 2,76 juta kali transaksi.

Investor asing mencatat net sell sebesar Rp 348,62 miliar pada perdagangan kemarin.

Mayoritas sektor perdagangan melemah, dengan koreksi terbesar dicatatkan oleh sektor energi dan properti. Sementara hanya sektor teknologi dan industri yang menguat tipis.

Emiten-emiten kapitalisasi raksasa masih menjadi pemberat utama kinerja IHSG kemarin.

Saham tambang batu bara Grup Sinar Mas, Dian Swatatika Sentosa (DSSA), menjadi beban utama IHSG dengan koreksi 19,57 indeks poin. Lalu diikuti oleh saham Bank Central Asia (BBCA) turun 1,83% ke Rp 8.025 per saham dan berkontribusi atas pelemahan 14,19 indeks poin. Saham-saham lainnnya yang menjadi pemberat IHSG termasuk PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Pelaku pasar pada Selasa kemarin (23/12/2025) akan cenderung mengalihkan fokus data ekonomi global, terutama datang dari negeri Paman Sam, serta melihat respon lanjutan dari data ekonomi yang rilis kemarin dari China terkait suku bunga dan jumlah uang beredar di RI.

Dari pasar mata uang, nilai tukar rupiah ditutup stagnan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (23/12/2025).

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah Garuda ditutup stagnan di level Rp16.765/US$ atau tidak berubah dibandingkan dengan posisi penutupan perdagangan sebelumnya. Padahal, pada awal perdagangan pagi, rupiah sempat dibuka menguat 0,18% ke posisi Rp16.730/US$.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, pada pukul 15.00 WIB tercatat melemah 0,25% ke level 98,044.

Rupiah masih tak mampu memanfaatkan momentum pelemahan dolar AS di pasar global. Pelemahan Greenback terjadi di tengah meningkatnya ekspektasi pasar terhadap lanjutan pelonggaran kebijakan moneter Federal Reserve.

Pasar saat ini memperkirakan adanya dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing 25 basis poin sepanjang 2026, ekspektasi yang turut diperkuat oleh dorongan Presiden Donald Trump agar biaya pinjaman bisa diturunkan.

Meski demikian, pernyataan pejabat The Fed yang masih beragam membuat pasar tetap berhati-hati. Gubernur The Fed Stephen Miran pada Senin kemarin memperingatkan bahwa risiko resesi dapat meningkat jika kebijakan moneter tidak segera disesuaikan.

Di sisi lain, Presiden The Fed Cleveland Beth Hammack menilai kebijakan saat ini masih berada pada posisi yang tepat untuk ditahan sementara, guna menilai dampak pemangkasan suku bunga sebesar 75 basis poin yang telah dilakukan sepanjang tahun ini.

Adapun, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa rupiah tetap stabil jelang tutup tahun atau sepanjang Desember ini.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga Desember 2025 masih tercatat stabil atau masih terkendali.

"Rupiah per 16 Desember 2025 berada di level Rp16.685/US$, relatif stabil dibandingkan akhir November," kata Perry saat konferensi pers hasil rapat dewan gubernur, Jakarta, dikutip Senin (22/12/2025).

Perry menegaskan, BI secara konsisten menjaga stabilitas nilai tukar melalui berbagai instrumen kebijakan. Upaya tersebut mencakup intervensi di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) offshore dan domestik, intervensi di pasar spot, serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder guna menjaga keseimbangan pasar keuangan.

Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun naik tipis menjadi 6,14% dari 6,12% pada hari sebelumnya. Imbal hasil yang naik menandai harga SBN tengah turun karena dijual investor.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |