Ini Ramalan Lembaga AS Soal Produksi Beras ASEAN: RI Gak Ada Lawan!

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia- Saat dunia mengira Indonesia sibuk mengejar swasembada, dalam diam negeri ini mulai melangkah lebih jauh, menjadi eksportir beras. Kementerian Perdagangan mengonfirmasi bahwa beras premium Indonesia kini mulai diminati negara-negara ASEAN, dari Malaysia hingga Singapura.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Fajarini Puntodewi saat ditemui di Jakarta, Kamis (24/4/2025).

"Itu (beras premium Indonesia) kayaknya masih banyak (dicari) di ASEAN. Tapi nanti aku cek lagi ya. Tapi kalau nggak salah masih (banyak diminati) di ASEAN," ucap Fajarini.

Meski tak menjelaskan secara rinci berapa volume ekspor yang sudah dilakukan, Fajarini menyatakan Indonesia sudah aktif mengekspor jenis beras premium dan eksotis ke pasar regional. "Kan kalau beras premium, beras eksotis itu sih sudah. Memang kita sudah (ekspor)," tambahnya.

Ini bukan sekadar upaya ekspor sesaat, melainkan sinyal bahwa Indonesia mulai mengukir peran baru dalam peta pangan kawasan.

Adapun ketertarikan negara lain terhadap beras Indonesia juga terlihat dari pernyataan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan, Malaysia telah menyampaikan minat untuk mengimpor beras dari Indonesia akibat melonjaknya harga dan terbatasnya stok beras di Negeri Jiran tersebut.

Namun, Amran menegaskan pemerintah Indonesia saat ini tetap memprioritaskan ketahanan pangan nasional dan memastikan ketersediaan stok dalam negeri dalam kondisi aman.

"Ada permintaan beras dari Malaysia kepada kita. Namun untuk sementara, kita harus menjaga ketersediaan dan keamanan stok dalam negeri terlebih dahulu. Ketahanan pangan nasional adalah prioritas utama. Setelah itu tercapai, baru kita dapat mempertimbangkan dukungan lebih lanjut kepada negara sahabat," kata Amran dalam keterangan tertulisnya.

Sementara saat ini Indonesia tengah mengalami lonjakan produksi yang tak bisa diabaikan.

Produksi beras Indonesia menunjukkan tren positif. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras Januari Mei 2025 akan mencapai 16,62 juta ton, naik 12,4% atau sekitar 1,83 juta ton dibandingkan periode sama tahun lalu.

Untuk Maret-Mei 2025, produksi diprediksi sebesar 13,14 juta ton, naik hampir 5%, didukung oleh kenaikan luas panen terutama di Pulau Jawa.

Luas panen pada periode tersebut diperkirakan 4,30 juta hektare, meningkat 5,53% dibandingkan tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan, produksi padi Januari-Mei 2025 diproyeksikan mencapai 28,85 juta ton gabah kering giling (GKG), naik 3,18 juta ton dari 2024.

Namun, BPS menegaskan bahwa angka ini masih berupa potensi dan sangat bergantung pada kondisi cuaca dan pertumbuhan tanaman beberapa bulan ke depan.

Menurut laporan Rice Outlook April 2025 dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), produksi beras Indonesia musim 2024/2025 diperkirakan mencapai 34,6 juta ton (milled basis), naik 600 ribu ton dari proyeksi bulan lalu dan tumbuh 4,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh perluasan area panen hingga 11,4 juta hektare, berkat curah hujan yang konsisten di awal tahun.

Sementara Indonesia memperkuat stoknya hingga hampir 5 juta ton level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir negara-negara ASEAN lain justru menghadapi tantangan berat. Thailand, yang selama ini menjadi pemasok utama, kini terpukul.

USDA memperkirakan ekspor beras Thailand akan anjlok 29,2% tahun ini, seiring melemahnya penjualan, termasuk ke Indonesia yang sudah menghentikan impor dari Negeri Gajah Putih. Harga beras Thailand yang kini tertinggi di Asia menjadi beban tersendiri di pasar regional.

Sebaliknya, Kamboja mencatat sejarah baru. Produksi beras mereka melonjak ke 7,8 juta ton, rekor sepanjang masa, berkat penggunaan benih unggul dan cuaca bersahabat. Vietnam, meski masih stabil dengan produksi sekitar 26,5 juta ton, harus mulai berbagi pangsa pasar dengan Kamboja dan bahkan dengan Indonesia yang mulai aktif di arena ekspor.

Dalam lanskap ini, Filipina dan Singapura tetap menjadi pengimpor utama. Filipina menghadapi stagnasi produksi lokal, sementara Singapura yang hampir seluruh kebutuhan berasnya mengandalkan impor tercatat meningkatkan pembelian hingga 22,8%. Menariknya, Singapura mulai melirik pasokan alternatif, termasuk dari Indonesia yang kini menawarkan beras premium di pasar regional.

Melansir The Malaysian Reserve, industri perberasan Malaysia kini berada dalam tekanan besar. Negara tersebut terjebak antara ketergantungan impor yang terus meningkat, stagnasi hasil panen lokal, dan tantangan struktural yang menghambat upaya mencapai swasembada.

Rasio swasembada beras (SSR) Malaysia turun menjadi 56,2% pada 2023, turun 6,4% dari tahun sebelumnya. Adapun pemerintah Malaysia menargetkan SSR 75% pada 2025, namun banyak pihak menilai target itu kian jauh dari jangkauan. Bahkan, BIMB Securities menyebut target tersebut sebagai misi yang mustahil.

Indonesia tidak hanya menunjukkan kekuatan produksi, tetapi juga memanfaatkan momentum harga global yang sedang melemah. USDA mencatat harga ekspor beras India dan Thailand turun tajam dalam beberapa bulan terakhir, membuka ruang bagi eksportir baru seperti Indonesia untuk masuk.

Dengan produksi yang meningkat, cadangan yang kuat, dan permintaan regional yang tumbuh, Indonesia berada di persimpangan penting. dari sekadar swasembada menjadi kandidat raja beras baru di ASEAN.

Apakah Indonesia siap menjaga konsistensi ini? Dengan panen tambahan yang dijadwalkan pada Juli-Agustus dan November-Desember, serta ekspansi lahan tanam yang terus diperluas, peluang itu kini terbuka lebar. Tapi jalan menuju kedaulatan ekspor bukan hanya soal panen besar, melainkan juga keberlanjutan ekosistem pertanian nasional.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |