Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perhubungan mengungkap diperlukan insentif untuk pembangunan kapal berbasis energi baru terbarukan (EBT) atau kapal yang diretrofit. Dengan begitu penggunaan EBT di industri kapal bisa lebih masif, dan mendukung target kemandirian energi dan hilirisasi.
"Isu pentingnya adalah bagaimana kapal dibangun dengan EBT dapat insentif termasuk kapal-kapal yang diretrofit. Karena tidak mungkin mungkin semua langsung ganti EBT," kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Capt. Antoni Arif Priadi dalam Indonesia Maritime Talk 2025, Selasa (25/2/2025).
Menurutnya, saat ini perizinan retrofit atau penambahan teknologi pada kapal tidak semudah kendaraan penumpang. Untuk itu dibutuhkan perubahan pada regulasi, sehingga bisa memudahkan penggunaan EBT pada kapal.
"Ada 1 kapal ASD diubah dengan LNG tetapi perizinan dengan industri tidak mudah," kata Antoni.
"Kalau kita bandingkan dengan industri motor banyak bengkel yang mengubah mesin BBM ke listrik dan itu sah dan legal," tambahnya.
Dibandingkan dengan Jepang yang sudah fokus ke penggunaan hidrogen untuk kapal, Indonesia masih fokus menggunakan biodiesel. Padahal dengan teknologi yang berkembang, kini mulai ada kapal dengan mesin induk elektrik, bukan lagi berbasis bahan combustion engine.
"Kita sendiri belum, masih pakai minyak bumi. Ketika ke EBT tidak pakai minyak bumi, negara kita menerapkan apa yang paling bagus dan sesuai," ujarnya.
(rah/rah)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Janji Turki Investasi Migas Hingga Energi Bersih di Indonesia
Next Article Video: Genjot Energi Hijau, Prabowo Mau Tambah Kapasitas 75 GW