IHSG-Rupiah Menunggu "Kesaktian" Efek THR, Mampu Redam Badai dari AS?

1 day ago 5
  • Pasar keuangan Indonesia kembali ambruk kemarin, IHSG dan rupiah sama-sama melemah
  • Wall Street kembali kebakaran di tengah kekhawatiran mengenai Trumpcession
  • Data ekonomi AS dan insentif THR diperkirakan akan menjadi sentimen pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kembali ambruk. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan juga rupiah sama-sama mengalami penurunan selama dua hari perdagangan di pekan ini. Derasnya aliran dana asing yang disebabkan oleh sentimen global mendorong kejatuhan IHSG dan rupiah semakin dalam.

Pergerakan IHSG dan rupiah diperkirakan akan berpeluang hijau usai pelemahan dua hari beruntun pada perdagangan kemarin meskipun tak menutup kemungkinan tidak bertahan lama untuk sepekan ini, mengingat masih terdapat beberapa sentimen dan data-data ekonomi yang dirilis.

Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.

IHSG pada perdagangan kemarin Selasa (11/3/2025) ditutup melemah 0,79% di level 6.545,85. Pelemahan tersebut menjadi kejatuhan IHSG selama dua hari beruntun.

Mayoritas saham mengalami koreksi dan hanya 192 saham yang tercatat naik. Nilai transaksi pada Selasa mencapai Rp 9,77 triliun yang melibatkan 20 miliar saham dalam 1,1 juta transaksi.

Adapun mengutip Refinitiv, nyaris seluruh sektor berada di zona merah. Sektor konsumer non primer memimpin kerugian dengan penurunan 3,40%. Lalu diikuti oleh bahan baku (-2,81%) dan real estate (-1,85%).

Adapun sektor teknologi menjadi satu satunya yang mengalami kenaikan ditopang oleh kinerja saham emiten data center DCI Indonesia (DCII).

Saham yang menjadi pemberat utama IHSG kemarin adalah GOTO. Saham teknologi tersebut turun 5,88% ke level Rp 80 per saham. GOTO menyumbang -10,97 indeks poin terhadap pelemahan IHSG.

Lalu ada emiten Prajogo Pangestu Chandra Asri (TPIA) menjadi pemberat terbesar selanjutnya dengan kontribusi bobot -6,85 indeks poin. Selanjutnya, emiten ritel pengelola Alfamart (AMRT) dan tambang emas-tembaga Grup Salim (AMMN) masing-masing berkontribusi atas pelemahan -5,24 dan -4,80 indeks poin.

Sementara itu, saham milik Otto Toto Sugiri masih menjadi penopang IHSG dari ambruk yang lebih dalam. Saham DCI Indonesia (DCII) tercatat kembali menyentuh level auto rejection atas (ARA) meski kini diperdagangkan di papan pemantauan khusus. Saham DCII tercatat naik 9,44% ke Rp 186.000 dengan kapitalisasi pasar tembus Rp 443,38 triliun.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,4% di angka Rp16.400/US$ pada perdagangan Selasa (11/3/2025). Posisi ini selaras dengan pelemahan yang terjadi kemarin (10/3/2025) sebesar 0,28%.

Pelemahan yang terjadi pada rupiah didorong oleh sentiment eksternal khususnya AS.

Sentimen soal Trumpcession mencuat kepermukaan yang membuat pasar keuangan domestik cenderung tertekan.

Trumpcession sendiri diperkenalkan pekan lalu. Dalam pantauan CNBC Indonesia, Selasa (11/3/2025), Reuters, mulai memakainya saat menggambarkan bagaimana data Atlanta Fed, yang mencatat real time, ekonomi AS, mengisyaratkan PDB negeri itu akan menyusut dengan kecepatan super sejak pandemi.

Estimasi model GDPNow dari Atlanta Fed untuk pertumbuhan tahunan pada kuartal saat ini adalah -2,8% (per 3 Maret 2025), turun dari +2,3% minggu lalu. Sebulan yang lalu, model tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan pada periode Januari-Maret mendekati +4,0%.

Perlu diketahui, angka Atlanta Fed merupakan outlier untuk saat ini. Secara historis, angka ini paling bisa diandalkan dan angka negatif tak mungkin muncul begitu saja.

Data ini kemudian dihubungkan dengan tingginya tingkat ketidakpastian yang diciptakan oleh agenda Presiden AS Donald Trump. Mulai dari proteksionisme perdagangan khususnya tarif, kedekatannya yang tampak semakin erat dengan Rusia dan jarak dari sekutu tradisional seperti Eropa, dan efisiensi DOGE (Departemen Efisiensi Pemerintah) yang digunakan untuk belanja dan memangkas tenagakerja federal.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Selasa (11/3/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun tercatat menguat 0,12% di level 6,869% dari perdagangan sebelumnya.

Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu juga dengan imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).

Pages

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |