IHSG dan Rupiah Sedang Tidak Baik-Baik Saja, Bertahan Sampai Kapan?

2 weeks ago 18
  • Pasar keuangan Indonesia ambruk berjamaah karena tekanan eksternal dan internal
  • Wall Street masih suram di mana S&P dan Nasdaq jatuh
  • Kehadiran Danantara, rating Morgan Stanley, hingga perkembangan di AS akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia-  Pasar keuangan Indonesia ambruk pada perdagangan kemarin, Selasa (25/2/2025) di mana Indeks Harga Saham Gabungan jatuh dan rupiah tertekan.

Pasar keuangan hari ini masih menghadapi tekanan pada perdagangan hari ini karena tekanan eksternal dan internal. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen hari ini bisa di dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (25/2/2025) ambruk 2,41% ke posisi 6587,087 atau terlemah sejak 13 Februari 2025. Penurunan sebesar 2,41% juga menjadi yang terdalam sejak 5 Agustus 2024 (3,41%). Pelemahan ini memperpanjang catatan negatif IHSG yang juga melemah pada perdagangan Senin pekan ini.

Sebanyak 490 saham turun dan hanya 199 yang naik sementara 173 saham stagnan.  Transaksi mencapai 21,3 miliar dengan nilai mencapai Rp 11,8 triliun.  Investor asing masih mencatatkan net sell sebesar Rp 1,63 triliun.

Sentimen negatif bagi pasar saham datang dari dalam dan luar negeri, khususnya pernyataan Presiden AS Donald Trump mengenai tarif impor terhadap Kanada dan Meksiko. Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Senin (24/2/2025), Trump menegaskan bahwa tarif yang sempat ditunda selama sebulan akan tetap diberlakukan sesuai jadwal.

"Tarif tersebut akan dilanjutkan sesuai rencana," ujar Trump, dikutip dari CNBC International. Ia kembali menegaskan kebijakan tarif timbal balik (reciprocal tariff), mengklaim bahwa AS telah dimanfaatkan oleh negara lain.

Pernyataan ini meningkatkan ketidakpastian global, membuat investor semakin berhati-hati dan mendorong aksi jual di pasar saham, termasuk IHSG.

Dari dalam negeril, Morgan Stanley menurunkan peringkat saham Indonesia dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) dari equal-weight (EW) menjadi underweight (UW).

Dalam laporan terbarunya, Morgan Stanley menyebut bahwa prospek pertumbuhan ekonomi domestik melemah, sementara tekanan terhadap profitabilitas perusahaan di sektor siklikal meningkat. Selain itu, tren return on equity (ROE) kini lebih menguntungkan China dibanding Indonesia, dengan saham-saham China mulai menunjukkan pemulihan berkat efisiensi operasional dan perbaikan neraca keuangan.

Kehadiran Danantara juga menjadi pemicu kekhawatiran lain, terutama karena adanya empat perusahaan publik yang tercatat di bursa saham Indonesia yang masuk ke Danantara.

Danantara pada tahap awal akan menaungi setidaknya tujuh BUMN jumbo, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID. Namun informasi terakhir, Danantara akan mengelola seluruh aset BUMN.

Dari pasar mata uang, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah meningkatnya ketidakpastian global akibat kebijakan perdagangan Presiden AS, Donald Trump.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,43% ke level Rp16.340/US$ pada Selasa (25/2/2025), mengakhiri tren penguatan tiga hari berturut-turut.

Tekanan terhadap rupiah terjadi setelah Trump menegaskan akan melanjutkan tarif impor besar-besaran terhadap Kanada dan Meksiko. Dalam konferensi pers di Gedung Putih pada Senin (24/2/2025), Trump menyatakan bahwa penundaan tarif selama sebulan akan segera berakhir, dan kebijakan tersebut tetap berjalan sesuai jadwal.

"Tarif tersebut akan dilanjutkan sesuai rencana," ujar Trump, dikutip dari CNBC International. Ia juga menegaskan kembali kebijakan tarif timbal balik (reciprocal tariff), dengan alasan bahwa AS telah terlalu lama dimanfaatkan oleh negara-negara lain.

Pernyataan ini kembali memicu ketidakpastian global, menekan pasar mata uang, termasuk rupiah, yang akhirnya terkoreksi.

Selanjutnya, ke pasar surat utang kemarin di mana yield SBN tenor 10 tahun terpantau mengalami kenaikan ke 6,86% kemarin, dari 6,78% pada hari sebelumnya.

Sebagai catatan, pergerakan yield pada surat utang itu berlawanan arah dengan harga. Maka, dengan melandainya yield ini menunjukkan bahwa harga sedang naik karena banyak dibeli investor.

Pages

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |