Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan di Timur Tengah kembali memanas setelah Israel melancarkan serangkaian serangan udara di luar Damaskus dan wilayah selatan Suriah pada Selasa (25/2/2025) malam. Serangan ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran Israel terhadap perkembangan situasi di Suriah pascakejatuhan rezim Bashar al-Assad pada Desember lalu.
Dilansir The Guardian, Pemerintah Israel mengeklaim bahwa serangan tersebut bertujuan untuk mencegah kelompok-kelompok bersenjata dan pasukan rezim Suriah membangun kekuatan di wilayah selatan, yang dianggap sebagai ancaman langsung bagi keamanan Israel.
"Kami tidak akan membiarkan Suriah selatan menjadi Lebanon selatan," tegas Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, seraya memperingatkan bahwa setiap upaya pasukan Suriah atau kelompok teroris untuk menempatkan diri di zona keamanan selatan akan mendapat balasan dengan serangan keras.
Menurut laporan media Suriah, jet tempur Israel menargetkan lokasi militer di Kiswah, selatan Damaskus, serta di provinsi Deraa, wilayah selatan Suriah.
Serangan ini datang hanya dua hari setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menuntut demiliterisasi total wilayah selatan Suriah, sebagai bagian dari langkah pencegahan terhadap potensi ancaman dari negara tetangganya yang tengah berusaha membangun kembali pemerintahan baru pasca perang saudara.
"Setiap senjata yang jatuh ke tangan kelompok teroris atau rezim Suriah adalah ancaman langsung bagi keamanan Israel," ujar seorang pejabat Israel yang berbicara secara anonim.
Sejak rezim Assad jatuh pada 8 Desember, situasi di Suriah menjadi makin tak menentu, dengan berbagai kelompok bersenjata berusaha mengisi kekosongan kekuasaan. Kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang berafiliasi dengan oposisi Islamis, berhasil memimpin serangan yang menggulingkan Assad, menciptakan pemerintahan baru yang masih dalam tahap transisi.
Israel telah lama menganggap kehadiran kelompok Islamis dan milisi bersenjata di perbatasannya sebagai ancaman serius, terutama jika mereka memiliki akses ke persenjataan berat atau infrastruktur militer yang sebelumnya dikuasai oleh rezim Assad.
Tak lama setelah pemberontakan yang menggulingkan Assad, pasukan Israel memasuki zona penyangga PBB antara Israel dan Suriah.
Israel tetap berada di wilayah tersebut hingga saat ini, meskipun mendapat protes keras dari pemerintahan baru Suriah dan PBB, yang bertanggung jawab atas pemantauan zona demiliterisasi antara kedua negara.
Pemerintah baru Suriah mengecam keras keberadaan Israel di wilayah tersebut dan menuntut penarikan segera pasukan Israel dari tanah Suriah. Pernyataan ini dikeluarkan pada akhir konferensi dialog nasional Suriah, yang mempertemukan ratusan aktivis dan pemimpin untuk merancang masa depan politik negara pasca-Assad.
Meskipun demikian, sejauh ini Suriah belum melakukan konfrontasi militer langsung terhadap Israel. Pasca 14 tahun perang saudara yang menghancurkan negara itu, angkatan bersenjata Suriah masih dalam tahap pembentukan, sehingga mereka tidak memiliki kapasitas militer yang cukup untuk menghadapi tetangganya yang jauh lebih kuat.
Pada 29 Januari, pemerintahan baru Suriah secara resmi membubarkan seluruh faksi militer, tetapi hingga kini belum berhasil membentuk tentara nasional yang utuh.
Kementerian Pertahanan Suriah masih berusaha menyatukan puluhan ribu mantan pejuang pemberontak ke dalam satu kekuatan militer yang dapat beroperasi di bawah kendali negara. Namun, saat ini sebagian besar kelompok bersenjata masih bertindak secara independen, menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara di sekitarnya, termasuk Israel.
Sebelum kejatuhan Assad, Israel secara berkala melancarkan serangan udara ke Suriah, terutama menargetkan pasukan Iran dan pengiriman senjata ke Hizbullah di Lebanon.
Namun, sejak awal tahun ini, serangan udara Israel di Suriah sempat terhenti. Serangan yang terjadi pada Selasa lalu menandai kembalinya aksi militer Israel di wilayah tersebut, dengan target yang kali ini berbeda-bukan lagi Iran atau Hizbullah, tetapi pemerintahan baru Suriah itu sendiri.
Israel masih memandang penguasa baru Suriah dengan penuh kecurigaan. Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa'ar, pada Senin menyebut pemerintahan baru di Suriah sebagai "kelompok teroris jihad Islamis", mencerminkan betapa dalamnya kekhawatiran Israel terhadap masa depan negara tetangganya itu.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Dituduh Mau Menyerang, Israel Bunuh Komandan Hamas di Lebanon
Next Article 7 Update Perang Arab! Israel Serang Negara Baru-Pemimpin Baru Hamas