Fomapak Tolak Rencana Penambahan Batalyon TNI AD Di Aceh

5 hours ago 3
AcehHeadlines

Ketua Umum DPP Fomapak Tarmizi, S.Sos.I. Waspada/Munawar Ketua Umum DPP Fomapak Tarmizi, S.Sos.I. Waspada/Munawar

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

LANGSA (Waspada): Dewan Pengurus Pusat Front Mahasiswa dan Pemuda Anti Kekerasan (DPP Fomapak) menolak rencana pembangunan empat batalyon teritorial oleh Tentara Nasional Indonesia Angakatan Darat (TNI AD) di Provinsi Aceh.

“Perencanaan pendirian pembangunan empat batalyon teritorial wilayah jajaran Kodam Iskandar Muda (IM) yakni, di Kabupaten Pidie, Nagan Raya, Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Singkil bukanlah kebijakan yang bijak di tengah situasi Aceh yang kondusif dan damai,” sebut Ketua Umum DPP Fomapak Tarmizi, S.Sos.I kepada Waspada, Kamis (1/5)

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Fomapak Tolak Rencana Penambahan Batalyon TNI AD Di Aceh

IKLAN

Menurutnya, langkah tersebut tidak sejalan dengan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang menjadi dasar perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia pada 2005.

“Kehadiran batalyon baru justru berpotensi mengganggu stabilitas dan memperkeruh kondisi keamanan di Aceh. Menekankan bahwa penyelesaian butir-butir perjanjian damai seharusnya menjadi prioritas pemerintah pusat, bukan penambahan kekuatan militer,” jelasnya.

Selain itu, rencana pembangunan empat batalyon teritorial bahkan dinilai dapat berpotensi membuka luka lama korban konflik dan dapat memperburuk situasi sosial dan politik di bumi Serambi Makkah ini.

“Ini bukan semata-mata soal menolak kehadiran TNI, tetapi soal menghormati MoU Helsinki yang telah membawa perdamaian. Pendekatan keamanan di Aceh seharusnya berbasis sipil. Yang dibutuhkan masyarakat adalah kesejahteraan, bukan penambahan batalyon,” sebutnya lagi.

Diungkapkan Tarmizi, jumlah TNI yang sudah disetujui bersama dalam MoU Helsinki sebanyak 14.700 personel di Aceh, demikian juga TNI di Aceh untuk pertahanan eksternal. Berdasarkan UU No. 11 tahun 2006, dengan hal lain, penanggulangan bencana alam, membangun prasarana perhubungan, serta tugas lain dilakukan setelah berkonsultasi dengan Gubernur Aceh.

“Di luar dari jumlah tersebut berarti melanggar perjanjian damai MoU Helsinki, serta melanggar UU 11 tahun 2006. Jadi jika Republik Indonesia yang dalam hal ini TNI ingin menambah personelnya, maka ini jelas telah melanggar secara sepihak perjanjian yang telah disepakati bersama,” imbuhnya.

Pihaknya menilai rencana pembangunan batalyon ini perlu ditinjau ulang karena dinilai berpotensi mengabaikan butir-butir kesepakatan damai dalam MoU Helsinki. Oleh karena itu, mereka meminta kepada Pemerintah Pusat dan Provinsi Aceh untuk mengkaji ulang rencana tersebut dengan arif dan bijak.

“Masyarakat Aceh saat ini, tidak membutuhkan perencanaan pembangunan penambahan batalyon, melainkan membutuhkan pembangunan infrastruktur, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Aceh itu sendiri,” tukas Tarmizi. (b24)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |