Muhammad Zahran, CNBC Indonesia
09 December 2025 17:05
Jakarta, CNBC Indonesia- Beberapa tahun lalu, televisi masih menjadi sumber hiburan utama bagi anak-anak Indonesia. Namun kini, anak-anak tampak lebih betah bermain HP daripada duduk menonton TV.
Fenomena tersebut mencerminkan bahwa perilaku konsumsi media anak Indonesia berubah dengan sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini didukung oleh temuan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporannya tentang Profil Anak Usia Dini. Data BPS menunjukkan bahwa antara 2020 dan 2025 atau dalam selang waktu lima tahun, persentase anak yang menonton televisi menurun drastis, sementara penggunaan telepon seluler justru melonjak di hampir semua kelompok.
Temuan serupa juga dilaporkan oleh Ofcom UK dalam publikasinya tentang Children and Parents: Media Use and Attitudes Report, yang menunjukkan TV tradisional semakin ditinggalkan, sementara platform streaming, smartphone, dan game online menjadi bagian dari rutinitas harian anak-anak.
Sejumlah faktor turut mempengaruhi pergeseran perilaku konsumsi media di kalangan anak-anak.
Saat ini, semakin banyak rumah tangga yang memiliki smartphone dan akses internet, sehingga orang tua dan anak punya alat serta koneksi untuk mengakses konten digital kapan saja. Hal ini membuat gadget jauh lebih mudah diakses dibanding TV, yang biasanya statis di ruang keluarga.
Semua orang hampir memiliki smartphone, tidak terkecuali anak-anak. Banyak orang tua yang meminjamkan ponselnya kepada anak, bahkan mengizinkan anaknya memiliki gadget sendiri. Ketika anak-anak memiliki gadget sendiri, mereka bisa menonton atau bermain kapan saja dan dimana saja.
Foto: (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Siaran televisi analog (Analog Switch Off/ASO) dihentikan dan migrasi ke siaran digital pada 2 November 2022 di wilayah Jabodetabek. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Terlebih lagi, akses internet memungkinkan konten hiburan yang lebih variatif, mulai dari berbagai tontonan, game, hingga aplikasi edukatif yang lebih menarik dibanding tayangan televisi. Produksi konten anak-anak di media digital juga semakin masif, sehingga anak lebih mudah menemukan konten yang sesuai selera mereka.
Konten-konten di internet juga lebih interaktif dibanding tayangan TV yang cenderung pasif, sehingga memberikan pengalaman berbeda dan lebih menarik bagi anak-anak. Apalagi konten internet bisa diakses kapan saja dan dimana saja, tanpa bergantung pada ruang keluarga atau jadwal tertentu seperti televisi.
Penelitian Guedes (2019) tentang "Children's Use of Interactive Media in Early Childhood - An Epidemiological Study" menyatakan bahwa dari seluruh anak yang diteliti, 67,2% menggunakan media interaktif berupa smartphone dan tablet, dan rata-rata mereka menggunakannya selama 69,2 menit per hari. Aktivitas yang paling banyak dilakukan adalah menonton video (55%), mendengarkan musik (33%), dan bermain game (28%).
Kebiasaan anak-anak bermain HP juga dipicu oleh perubahan pola asuh dan aktivitas orang tua. Orang tua yang sibuk dengan ponsel, entah untuk urusan pekerjaan atau sekadar media sosial, tanpa sadar menjadi contoh bagi anak.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa waktu yang dihabiskan untuk media digital oleh orang tua berkorelasi positif dengan waktu yang dihabiskan untuk media digital oleh anak-anak. Selain itu, kesibukan orang tua membuat mereka seringkali menggunakan smartphone untuk menenangkan anak, membuat gadget sebagai semacam "pengasuh digital". Hal ini bisa menjadi titik awal yang membuat anak menjadi kecanduan gadget.
Dampak Pergeseran Perilaku Konsumsi Media di Kalangan Anak-anak
Pergeseran perilaku konsumsi media di kalangan anak-anak ini bisa membawa dampak positif sekaligus dampak negatif.
Di satu sisi, smartphone dan internet menyediakan konten yang lebih bervariasi, termasuk konten edukatif yang bermanfaat untuk anak.
Internet memungkinkan anak mengakses video edukasi, cerita interaktif, dan game edukatif yang lebih beragam dibanding acara TV. Konten-konten juga dapat disesuaikan dengan usia dan minat anak. Penggunaan gadget juga membangun literasi digital yang kini penting untuk kemampuan belajar masa depan anak.
Di sisi lain, konten internet yang sangat beragam berisiko membuat anak terpapar konten-konten yang tidak seharusnya mereka akses. Algoritma platform tidak sepenuhnya dapat menyaring konten berbahaya. Anak masih bisa terpapar kekerasan, iklan terselubung, stereotip gender, atau konten yang tidak sesuai usia.
Penggunaan gadget yang berlebihan juga dapat meningkatkan risiko kecanduan, tantrum ketika gadget diambil, hingga gangguan regulasi emosi pada anak. Studi neurologis dan neuroimaging menunjukkan bahwa penggunaan internet berlebihan dapat memicu perubahan biologis pada prefrontal cortex. Dampaknya serupa dengan yang ditemukan pada sindrom kecanduan lainnya.
Prefrontal cortex sendiri merupakan bagian otak yang berfungsi mengatur kontrol impuls, perhatian, perencanaan, dan regulasi emosi. Pada anak-anak, struktur ini masih sangat rentan dan belum memiliki kemampuan pengendalian diri yang stabil. Paparan digital yang berlebihan pada anak berisiko membuat kontrol impuls mereka menurun, kemampuan fokus melemah, regulasi emosi terganggu, dan membuat mereka menjadi lebih mudah terdorong mencari rangsangan cepat seperti video pendek atau game. Dampaknya lebih lanjut, attention span dan kemampuan fokus jangka panjang anak menurun.
Selain itu, konsumsi media digital seperti HP sifatnya lebih individual, berbeda dengan menonton televisi. Menonton TV biasanya dilakukan di ruang keluarga, dengan satu layar yang ditonton bersama.
Aktivitas ini memaksa anggota keluarga berada di ruang fisik yang sama, melakukan hal yang sama pada waktu yang sama. Saat kebiasaan bergeser ke HP, setiap anggota keluarga mengonsumsi konten sendiri-sendiri, di kamar masing-masing atau bahkan duduk berdekatan tetapi sibuk sendiri dengan gadget masing-masing. Dengan demikian, pergeseran konsumsi media ini secara diam-diam menghapus ruang kecil kebersamaan yang dulu menjadi jembatan interaksi keluarga.
Pergeseran konsumsi media ini menunjukkan bahwa transformasi digital tidak hanya mengubah cara anak mengakses informasi, tetapi juga mengubah dinamika keluarga, pola interaksi, dan fondasi perkembangan anak.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)

1 hour ago
1
















































