Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki bulan Juni 2025, optimisme kini berubah menjadi keraguan di tengah berbagai sentimen yang ada. Investor perlu melakukan penyesuaian kembali portfolio allocation dan fokus pada kehati-hatian.
Nomura dalam report yang dirilis pada 2 Juni 2025 dengan judul "Balancing Risks (Monthly Opportunity Compass - June 2025" mengingatkan soal pasar yang relatif menguat sejak 2023 namun terjadi perubahan pada Juni secara drastis.
Optimisme kini digantikan oleh keraguan. Ketegangan perdagangan meningkat setelah pengumuman Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk menggandakan tarif baja dan aluminium.
Lebih lanjut, harga minyak naik bukan karena kekuatan permintaan, melainkan karena meningkatnya ketidakstabilan geopolitik. Pada saat yang sama, ekonomi AS kehilangan momentum, dengan data yang direvisi menunjukkan pelemahan belanja konsumen dan hambatan perdagangan yang lebih besar dari perkiraan.
Dilansir dari Refinitiv, harga minyak Brent mengalami kenaikan pada 2 dan 3 Juni 2025 masing-masing sebesar 1,14% dan 1,55%. Begitu pula dengan WTI pada periode yang sama mengalami apresiasi sebesar 2,85% dan 1,42%.
Pandangan Makroekonomi
Secara makroekonomi, AS menunjukkan tanda-tanda perlambatan meskipun data ekonomi keras seperti PMI masih cukup kuat, data lunak yang mencerminkan sentimen konsumen dan pelaku usaha terus menurun. Bank sentral AS (The Fed) mengambil sikap menunggu dan melihat/wait and see, karena tekanan inflasi akibat tarif belum sepenuhnya tercermin dalam data. Di sisi lain, defisit fiskal yang tetap tinggi meningkatkan tekanan terhadap imbal hasil obligasi jangka panjang, menciptakan ketidakpastian tambahan di pasar obligasi.
Di Eropa, terdapat indikasi pemulihan yang berlangsung secara bertahap. Inflasi pada sektor jasa mulai melunak, memberikan ruang bagi Bank Sentral Eropa (ECB) untuk mulai mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneter. Selain itu, stimulus fiskal yang diterapkan di berbagai negara kawasan ini diharapkan memberikan dukungan tambahan dalam jangka menengah.
Untuk China, kebijakan stimulus moneter dan pertumbuhan penjualan ritel menjadi pendorong utama dalam upaya pemulihan ekonomi.
Namun, tantangan tetap ada, terutama dari sisi ekspor yang diperkirakan akan menghadapi tekanan pada paruh kedua 2025 akibat permintaan global yang melambat dan potensi gejolak perdagangan lebih lanjut.
Sementara itu, India menunjukkan dinamika yang campur aduk. Di satu sisi, inflasi masih terkendali, menciptakan ruang kebijakan bagi Reserve Bank of India (RBI) untuk memangkas suku bunga secara agresif. Namun di sisi lain, pertumbuhan industri melemah, yang menunjukkan tekanan struktural dalam perekonomian dan menambah urgensi bagi kebijakan pelonggaran moneter yang lebih dalam.
Pandangan Alokasi Aset (Juni 2025)
Nomura berpandangan memasuki Juni 2025, strategi alokasi aset didominasi oleh pendekatan defensif namun siap taktis, mencerminkan lanskap pasar yang penuh ketidakpastian akibat tekanan fiskal, tarif dagang, dan arah kebijakan moneter global yang belum jelas.
Kas atau setara kas dipertahankan dalam posisi overweight, sebagai respons terhadap meningkatnya volatilitas pasar, khususnya dari gejolak tarif di AS dan tekanan fiskal yang belum mereda. Likuiditas ini berfungsi sebagai cadangan strategis bukan untuk ditimbun, melainkan untuk dimanfaatkan secara selektif saat peluang pasar muncul.
Di kelas alternatif, fokus utama adalah emas dan hedge funds, keduanya dalam posisi overweight. Emas tetap menjadi pilar perlindungan (safe haven), meskipun minat terhadap aset berisiko (risk-on) sempat mengurangi daya tariknya. Sementara itu, hedge funds menjadi alat penting dalam menangkap peluang dari meningkatnya dispersi pasar mereka tidak hanya bertahan di tengah volatilitas, tetapi juga mampu menciptakan nilai.
Di ranah saham (equities), pendekatan sangat selektif. AS, Jepang, India, dan Asia non-Jepang berada di posisi netral, mencerminkan kombinasi antara fundamental yang masih solid namun dibayangi oleh valuasi tinggi, ketidakpastian kebijakan, atau gangguan rantai pasok.
Eropa justru di-underweight karena kekacauan kebijakan ECB dan tensi perdagangan menutupi kekuatan pendapatan perusahaan. China menjadi pengecualian yang menonjol di-overweight berkat stimulus kebijakan, kesepakatan dagang yang menguntungkan, dan kembalinya peran sebagai pusat rantai pasok global.
Untuk obligasi (fixed income), alokasi difokuskan pada kualitas dan diversifikasi kawasan. Obligasi investment grade dari negara maju dan Asia tetap di-overweight karena profil risikonya yang solid. Obligasi high yield di Asia juga mendapatkan peningkatan bobot karena spread yang masih menarik dengan risiko yang lebih terukur dibanding pasar negara berkembang lainnya. Sebaliknya, obligasi dari kawasan di luar Asia seperti Afrika dan Amerika Latin berada di posisi underweight karena fundamental yang rapuh dan minim dukungan kebijakan.
Foto: Key asset views
Sumber: Nomura
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)