Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki peran penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi nasional melalui bunga penjaminan. Di mana LPS ikut mengawasi sistem perbankan dengan menjaga likuiditas.
Ketua Dewan Komisioner LPS Periode 2020-2025 Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan suku bunga bank LPS ditetapkan untuk ikut mendukung ekonomi sesuai dengan kebijakan moneter dan fiskal yang ada. Suku bunga LPS bisa menjadi salah satu katalis dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, serta memberi kepastian kepada nasabah.
"Ya kan di kami ada perwakilan dari OJK, BI dan keuangan. Jadi saya enggak bisa menentukan itu sendiri. Kita selalu menentukan itu secara musyawarah mufakat," ungkap dia dalam Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Selain itu, peran LPS dalam mengendalikan jumlah perbankan juga turut menjaga perekonomian nasional sekaligus mendorong perbankan harus kompetitif.
"Bukan dipaksa merger, tapi diciptakan ekuilibrium kompetisi yang cukup baik. Sehingga walaupun jumlah banknya banyak, bunga di pasar sesuai dengan persaingan yang ada," jelas dia.
Dia mencontohkan di Amerika Serikat dan Eropa perbankan kecil dan koperasi menguasai sektor keuangan. Mereka menjadi penopang perekonomian di negara-negara tersebut.
"Kalau kita lihat di Jerman juga sepertinya banknya cuma sedikit tapi ternyata banyak ini 80% adalah bank-bank kecil, bank komersil bank yang besarnya cuman 20%," tutur Purbaya yang sekarang menjabat sebagai Menteri Keuangan.
Di sisi lain, saat ini margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) perbankan di Indonesia masih terbilang tinggi dibandingkan negara lain. NIM digunakan untuk mengukur perbedaan antara pendapatan bunga yang diterima bank dan bunga yang dibayarkan ke peminjam. NIM dipakai untuk menakar tingkat profitabilitas bank, biasanya NIM yang lebar mengindikasikan laba yang tinggi untuk bank.
"Jadi kita masih bisa ditingkatkan lagi kompetisi di perbankannya. Lebih ada persaingan. NIM tinggi itu mengindikasikan belum persaingannya masih belum oke," jelas Purbaya.
Di samping itu, dia juga memaparkan pertumbuhan ekonomi nasional tidak ditentukan oleh global. Sebab Indonesia mengandalkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
"Kita punya pengalaman 2009 kan ketika seluruh negara sekeliling kita tumbuhnya negatif. Kecuali Cina, India. Kita tumbuh positif 4,6% karena domestic demand kita kuat," jelas dia.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]

3 hours ago
3

















































