Dolar AS Babak Belur, Won Korsel-Ringgit Malaysia Tunjukkan Tajinya

14 hours ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas nilai tukar mata uang di Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpantau mengalami penguatan yang signifikan selama satu pekan terakhir.

Dilansir dari Refinitiv, won Korea Selatan tercatat menguat 2,75%, kemudian diikuti dengan ringgit Malaysia yang naik 2,56%, kemudian rupiah Indonesia yang menanjak 2,35%.

Namun sedikit berbeda halnya dengan yen Jepang yang justru melemah 0,88% secara sepekan terakhir.

Investor meningkatkan posisi beli pada sebagian besar mata uang Asia karena dolar AS terus melemah akibat kekhawatiran terhadap kebijakan perdagangan Presiden AS, Donald Trump. Survei Reuters terhadap sepuluh analis menunjukkan peningkatan posisi beli pada dolar Singapura, rupee India, baht Thailand, dan peso Filipina. Selain itu, untuk pertama kalinya sejak Oktober, investor juga bersikap optimis terhadap won Korea Selatan, dolar Taiwan, dan ringgit Malaysia.

Dolar AS mencatat kinerja bulanan terlemah dalam 2,5 tahun pada April, dipicu oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi global akibat ketegangan tarif. Meskipun ada tanda-tanda kemajuan dalam negosiasi perdagangan AS-China yang membantu menstabilkan dolar, sentimen risiko tetap menjadi faktor kunci. Peso Filipina mencatat posisi beli tertinggi sejak pertengahan September, didukung oleh dampak tarif yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Sementara itu, posisi jual terhadap yuan China dan rupiah Indonesia sedikit dikurangi, namun sentimen terhadap rupiah tetap negatif karena kekhawatiran terhadap kesehatan fiskal. Rupiah mengalami penurunan tajam ke level terendah dalam sejarah pada awal April, mendorong intervensi Bank Indonesia di pasar forward offshore untuk mendukung mata uang tersebut. Bank Indonesia juga mempertahankan suku bunga kebijakan minggu lalu untuk menjaga stabilitas rupiah.

Secara keseluruhan, kombinasi dari pelemahan dolar AS, kebijakan moneter yang hati-hati oleh bank sentral AS (The Fed), dan respons kebijakan yang lebih kuat dari bank sentral Asia menciptakan lingkungan yang mendukung bagi mata uang Asia. Namun, risiko tetap ada, termasuk kemungkinan kenaikan suku bunga mendadak oleh The Fed atau perubahan dalam negosiasi perdagangan AS-China yang dapat membalikkan momentum ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |