Dibisiki Bank Dunia, Hashim Sebut 35% Ekonomi RI Ada di Pasar Gelap

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Adik kandung Presiden Prabowo Subianto yang juga merupakan Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Iklim Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan besarnya aktivitas ekonomi hitam di Indonesia.

Ia mengatakan, berdasarkan laporan yang ia terima dari Bank Dunia, setidaknya nilai ekonomi hitam atau yang tak tercatat secara resmi mencapai 35% dari produk domestik bruto (PDB). Nilai PDB Indonesia saat ini kata dia sudah menuju ke level Rp 25 ribu triliun.

"Ternyata Bank Dunia katakan ke saya, bahwa di Indonesia ini yang betul-betul besar adalah namanya ekonomi abu-abu, ekonomi hitam. Berarti tidak tercatat dalam ekonomi kita," kata Hashim dalam acara Bedah Buku Indonesia Naik Kelas di Universitas Indonesia, dikutip Senin (15/12/2025).

"Ekonomi hitam, ekonomi abu-abu, black market, dulu pasar gelap dulu namanya. Ternyata Bank Dunia katakan saat ini, itu kurang lebih 35% daripada ekonomi kita. Tidak tercatat," tegasnya.

Hashim mengaku sudah delapan kali bertemu dengan Bank Dunia membahas berbagai masalah ekonomi Indonesia dan dalam waktu dekat akan mengadakan pertemuan kembali. Oleh sebab itu, ia merasa ada tanggung jawab untuk terlibat membenahi masalah itu.

Hashim bahkan mengklaim dirinya ikut bertanggung jawab dalam perkembangan ekonomi hitam.

"Nah terus terang saja, saya juga ikut bertanggung jawab. Saya salah satu penyebab ekonomi gelap itu. Kenapa? Karena saya pakai seorang tukang rambut, namanya Anton dari Garut. Anton ini datang besok, besok kalau sampai jam 9 ya, Anton datang menggunting rambut saya, dan selalu kalau dia ini, saat saya mau bayar, tahu saya bayar apa? Dengan uang tunai. Tidak dikuitansi, tidak dipungut 11%. Ya maaf, dia tidak minta, saya tidak kasih. Saya kasih cash. Dia senang, saya kasih tip lagi besar," ujar Hashim.

Aktivitas ekonomi gelap itu bahkan kata dia juga telah merambah ke berbagai sektor, termasuk di warung-warung makan, seperti Warung Tegal atau Warteg yang transaksinya secara tunai dan tidak memungut pajak pertambahan nilai (PPN) 11%.

"Coba dipikir, kita semua di sini ikut bertanggung jawab. Kita semua di sini bersalah. Nah pada saat itu, harapan bangsa kita. Bayangin, pada saat nanti semuanya masuk ekonomi yang benar, yang tercatat dan nanti ada program nanti digitalisasi," paparnya.

(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |