Daerah Krisis Dokter Spesialis, Kemdiktisaintek Luncurkan Akselerasi Pemerataan melalui Sistem Kesehatan Akademik

1 month ago 19

JAKARTA (Waspada): Ketimpangan distribusi dokter spesialis masih menjadi persoalan krusial sistem kesehatan Indonesia. Data Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menyebutkan bahwa 59 persen dokter spesialis masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, meninggalkan banyak wilayah lain dalam kondisi kekurangan tenaga medis.

Untuk mengatasi hal itu, Kemdiktisaintek meluncurkan Program Akselerasi Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tenaga Medis dengan pendekatan Sistem Kesehatan Akademik (SKA), Selasa (22/7). Program ini sebagai strategi utama menyeimbangkan distribusi dokter secara nasional.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Akselerasi Pemenuhan dan Distribusi Dokter dan Dokter Spesialis melalui Sistem Kesehatan Akademik merupakan pengejawantahan dari arahan Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto guna mempertegas pentingnya perluasan akses dan mempercepat pemenuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis dan subspesialis. Di samping itu, kegiatan ini sekaligus merupakan bagian dari program strategis Diktisaintek Berdampak, yang tercantum dalam Rencana Strategis Kemdiktisaintek, dan juga sebagai implementasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

“Pendidikan tinggi harus berorientasi pada akses, mutu, relevansi, dan dampak sesuai misi Asta Cita. Kita perlu menghasilkan tenaga medis yang berkualitas dan hilirisasi riset yang berkontribusi untuk peningkatan sistem pelayanan kesehatan,” ujar Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto dalam acara peluncuran program di Auditorium Gedung Kemendiktisaintek di Jakarta, Selasa (22/7).

Meski Indonesia memiliki lebih dari 130 fakultas kedokteran dan mencetak sekitar 3.600 dokter spesialis setiap tahun, sebagian besar dari mereka menetap dan berpraktik di kawasan perkotaan dan wilayah barat Indonesia. Ketimpangan ini memperparah akses layanan kesehatan di daerah-daerah tertinggal, terutama kawasan timur Indonesia.

Untuk itu, Brian Yuliarto menegaskan pentingnya menjadikan pendidikan tinggi sebagai solusi atas masalah distribusi dan kualitas tenaga kesehatan.

“Kita butuh strategi yang tidak hanya mencetak dokter, tapi juga memastikan mereka hadir di daerah yang membutuhkan,” ujarnya.

Kebijakan kuota mahasiswa baru Fakultas Kedokteran (FK) di Indonesia saat ini berjumlah kurang lebih 18.000 mahasiswa per tahun. Dengan peningkatan pesat jumlah FK menjadi 144 fakultas pada 2025, ditambah estimasi peningkatan jumlah lulusan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) setiap tahun dan sekitar 26 FK baru, jumlah lulusan saat ini dapat ditingkatkan menjadi sekitar 15.000 dokter per tahun pada tahun 2030. Pada tahun 2025–2030, diproyeksikan dapat dihasilkan lebih dari 48.000 dokter untuk mengatasi kesenjangan kekurangan dokter berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Kemdiktisaintek bermitra dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) yang mengoordinasikan 57 FK untuk pembukaan 148 prodi baru dokter spesialis dan subspesialis, serta dengan 350 rumah sakit di tahun 2025-2026. Dengan akselerasi ini, diharapkan terdapat peningkatan jumlah kuota mahasiswa menjadi sekira 8000 mahasiswa pada tahun 2026 (peningkatan 2 kali lipat), sehingga terdapat peningkatan lulusan menjadi sekira 6000/tahun pada tahun 2030.

Sejauh ini, 16 fakultas kedokteran telah menempatkan sekitar 200 residen senior ke wilayah yang tergabung dalam enam zona SKA. Penempatan ini difokuskan pada spesialis prioritas seperti anestesi, bedah, penyakit dalam, dan kebidanan.

“Upaya ini adalah bentuk gotong royong antara pusat dan daerah, antara perguruan tinggi dan fasilitas pelayanan,” jelas Direktur Jenderal Dikti Kemdiktisaintek, Khairul Munadi, dalam pidato laporannya.

Rencananya, akan ada satuan tugas  (satgas)  akselerasi yang akan bergerak untuk kesuksesan program ini. Satgas telah menyusun tiga langkah cepat yakni Penambahan prodi dan kuota mahasiswa spesialis; penempatan residen senior ke daerah prioritas dan penguatan kemitraan lintas sektor termasuk dengan TNI, Polri dan pemerintah daerah.

“Tercatat, 32 provinsi telah berkomitmen dalam kemitraan ini, melibatkan 200 rumah sakit daerah dan 40 rumah sakit militer sebagai bagian dari ekosistem pendidikan dokter spesialis,” imbuh Khairul.

Sementara itu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya akses yang merata di seluruh wilayah terkait keberadaan tenaga medis, khususnya dokter spesialis.

“Isu pemerataan dokter spesialis adalah kepentingan nasional yang tidak bisa ditunda,” tegas Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam peluncuran program tersebut di Jakarta.

Dengan jumlah populasi 280 juta jiwa, Indonesia hanya mampu menghasilkan kurang dari 3.000 dokter spesialis tiap tahunnya. Jumlah itu masih di bawah Korea Selatan yang mampu menghasilkan lebih dari 3 ribu dokter spesialis pertahun, padahal jumlah populasi Korea Selatan tidak sampai 55 juta jiwa.

“Melalui percepatan ini, Indonesia menargetkan menghasilkan lebih dari 48.000 dokter tambahan pada 2025–2030. Proyeksi tersebut mencakup peningkatan kuota mahasiswa FK dari 18.000 saat ini menjadi lebih dari 20.000 per tahun dan pembukaan 148 program studi spesialis baru,” ujar Budi Gunadi Sadikin.

“Kita tidak bisa selesaikan masalah distribusi ini sendiri. Kolaborasi adalah kunci,” sambung Budi.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |